01. Woman With Lilac

2255 Kata
Desember, 2017 Emirates Indonesia, Jakarta - London "Excusme Sir, do you need anything?" Zafier menurunkan kaca mata hitam yang dikenakannya saat pramugari cantik berambut coklat yang sejak awal dia masuk ke dalam pesawat komersil yang akan membawanya ke London melancarkan kode minta di belai-belai sampai akhirnya wanita itu nekat mendekatinya setelah beberapa kali mengedip saat melewati kursinya. Zafier melepas kacamatanya supaya dia bebas mengagumi kecantikan wanita itu tanpa terhalang oleh lensa dan tersenyum menawan membuat wanita itu blushing seketika. "Your phone number, please?" Jawab zafier to the point seraya mengedipkan sebelah matanya. Wanita itu nampak terkejut tapi bahagia di saat yang bersamaan. Tahu kalau itulah yang diharapkannya dan Zafier akan memberikannya. Apalagi saat Zaf mengulurkan tangan, menyibak sedikit rambut bergelombangnya untuk melihat name tag yang tersemat di dadanya. "You have a beautifull name, Cantika, like your face. Your phone number and i will contact you later. " "Thanks sir for your praise. Please, wait a second for your request. I'll come back." "Sure honey. I'm here for you." Wanita itu tersenyum, berbalik dan pergi menjauhi tempat duduknya kembali ke cabin crew meninggalkan Zafier yang menatap punggungnya dengan senyuman miring. Semudah itu Zafier mendapatkan seorang wanita yang rela melemparkan dirinya sendiri meski tahu kalau Zaf dengan sikapnya terlihat bukan lelaki yang baik dalam relationship bahkan cenderung mengarah ke playboy b******k. Entah semua wanita itu tidak peduli atau berharap kalau mereka akan menjadi rumah terakhir untuknya pulang dan memberikan kebahagiaan berlimpah. Zafier benar-benar bosan tapi dia tidak mau atau lebih tepatnya tidak bisa berhenti melakukan kegilaannya menggoda semua wanita itu karena sudah menjadi semacam kebiasaan yang tidak bisa dihilangkannya begitu saja. Zaf dan wanita adalah dua elemen molekul saling menguntungkan yang tidak bisa dipisahkan. Ya dia sadar kalau dia memang sebrengsek itu. Zafier terhenyak lagi di kursinya dan mencoba duduk nyaman di sana. Kalau saja pesawat pribadinya sedang tidak mengalami gangguan mesin mendadak maka dia tidak perlu serepot ini membaur dengan puluhan penumpang dalam satu pesawat dan harus pasrah menerima nasib duduk di Economy Class karena pemesanan mendadak di saat musim liburan Natal tiba. Merutuki Aldrick yang tidak mau menerbangkan pesawat jet untuk menjemputnya malah memaksa lekas datang karena dia sedang stress dan ingin mengadakan pesta. Yeah, kadang lelaki lajang kaya raya yang baru saja patah hati bisa semenyebalkan itu. Mengadakan pesta supaya stressnya hilang. "Belum juga terbang jauh meninggalkan Indonesia, aku sudah rindu dengan apa yang aku tinggalkan."  Zaf menoleh ke samping saat mendengar suara itu dan menemukan seorang wanita yang sedang berbicara dengan teman wanitanya yang lain. Dari samping, Zaf tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Rambut coklat bergelombangnya menghalangi pandangannya. "Aku benci harus jauh dari kehidupanku." "Oh ayolah, jangan mellow begitu. Kamu pergi seperti tidak akan kembali saja." "Haaaahh," Wanita itu mendesah. "Perjalanan ini menyebalkan." Lalu tanpa sengaja dia menoleh ke samping saat Zaf masih memandanginya. Alisnya mengkerut samar dan matanya menatap berani. "What's wrong?!" Tanyanya dengan nada ketus. "What?!" Zaf bertanya balik. Wanita itu memutar bola matanya, memegang tengkuknya dan memalingkan wajah kembali berbicara dengan temannya. "Gantengnya maksimal tapi kelakuannya setan banget," bisiknya meski Zaf bisa mendengarnya dengan jelas. "Hei, dia masih memandangimu dan bisa mendengar omonganmu tadi," tegur temannya. Sekilas menatapnya tapi tidak lama. "Berani taruhan dia pasti tidak bisa berbahasa Indonesia?" "Jangan macam-macam dan sok tahu." Temannya memperingatkan. "Nanti dia tersinggung." "Apa kamu tadi tidak melihat tingkahnya yang b******n," bisiknya. Zaf mengalihkan tatapannya ke depan dengan senyuman miring tepat saat pramugari bernama Cantika itu muncul dan berjalan anggun ke arahnya. Zaf menopangkan dagunya di tangan dan menyandarkan sikunya di pegangan kursi seraya menunggu. "Tuh kan, wanita genit itu balik lagi. Niat dan murahan banget ya." "Jangan ikut campur!!! Nyinyirmu itu kebiasaan deh nggak bisa dikontrol." "Ih apaan sih!!!" Dengusnya. Zaf bisa mendengar pembicaraan mereka dengan jelas tapi enggan untuk berkomentar. "Hai, sir. What's your name?" Kata pramugari itu tanpa malu-malu lagi saat berdiri di sampingnya. "Zafier. You call me Zaf or sweety or baby or anything like that. I don't care." "Ahh, sweet guy," Cantika tersenyum lebar yang dibalas senyuman serupa oleh Zaf. "Memangnya boleh ya pramugari merayu penumpangnya saat jam kerja?" Zaf mendengar lagi bisikan itu dan melihat Cantika berdeham dan menyerahkan sesuatu di telapak tangannya dan mengedip lalu mengucapkan kalimat 'call me later' dengan bahasa bibir. "Sure," balas Zaf seraya memasukkan kartu nama itu di dalam saku coatnya dan pramugari itu berlalu pergi. "Woah, aku merinding," Wanita di sampingnya itu kembali berbicara. Sesuatu yang menarik bagi Zaf untuk mengisi penerbangannya yang memakan waktu lama. "Taruhan lagi kalau nanti mereka pasti bakal ketemu di bandara, di dalam toilet dan melakukan entah apa--Euuhhh," Nada suaranya terdengar jijik. "Tutup mulutmu rapat-rapat dan tidur saja. Perjalanan kita masih panjang dan banyak yang harus kita lakukan sesampainya di London. Aku tidak mau lama-lama menemanimu di sana. Aku rindu rumah." Zaf bergeming di tempatnya seraya duduk tegak menghadap ke depan. Sempat merasakan lengannya bersenggolan dengan wanita itu tapi dia langsung menariknya dan duduk agak menjauhi Zaf. "Aku juga pengen pulang," desahnya kecewa. Pulang? Bagi Zaf, kalimat itu tidak memiliki efek berlebihan untuk dirinya karena memang dia masih belum menemukan rumah untuk tempatnya kembali setelah semua perjalanannya yang menguras emosi. Untuk sebagian orang, pasti memiliki tempat yang menjadi persinggahan terakhir. Tempat ternyaman yang dipenuhi dengan orang-orang terkasih yang menunggu dengan senyuman sejauh apapun jarak tempuhnya dan lamanya waktu untuk sampai di sana. Tapi untuk sebagian yang lain, mereka belum seberuntung itu. Makna pulang yang mereka miliki berbeda karena belum benar-benar menemukan rumah sebagai persinggahan terakhir. Mereka diharuskan berjuang lebih dulu untuk sampai di titik di mana mereka bahagia berada di satu tempat. Atau Bahagia bersama seseorang yang menjadi tujuan untuk apa sebenarnya kehidupan menciptakannya. Selama 30 tahun Zafier hidup, dia tidak pernah merasa seemosional ini saat berada di pesawat. Padahal separuh dari hidupnya dia habiskan untuk terbang dan berkelana ke sana ke mari. Meski memiliki semua hal yang diimpikan semua laki-laki di dunia tapi hal itu ternyata tidak membuat Zaf mendapatkan hidup yang sempurna karena sungguh, tidak memilki wanita yang bisa melihatnya apa adanya bukan tentang apa yang diperlihatkannya membuatnya belum memiliki persinggahan yang tepat. Zaf juga ingin seperti sepupunya Alva Alexander yang menemukan Arzetta dalam hidupnya meski perjalanan cinta mereka tidaklah mudah tapi setidaknya mereka mengukir sebuah kisah yang berakhir bahagia atau seperti Kellan Smith yang beruntung mendapatkan Jenna yang selalu memujanya dan sahabatnya yang lain, Gevan Angkasa yang sudah bahagia dengan keluarganya. Sepertinya Zaf harus bersabar lebih lama untuk mendapatkan itu semua. Walaupun alasan sebenarnya menggoda semua wanita itu hanyalah pengalihan luka hatinya. "Aku merindukannya Sasha." Zaf diam di tempatnya. Wanita itu mulai membuka suaranya lagi. Biasanya Zaf akan menggoda wanita yang masuk dalam kategori cantik di matanya hanya untuk sekedar bersenang-senang tapi entah kenapa mendengar suara wanita itu dia hanya bisa diam dan mendengarkan tidak peduli kalau wanita itu membicarakannya yang b******n. Bukannya dia tidak cantik tapi suaranya memiliki efek yang lain. "Tapi dia pergi meninggalkanku begitu saja," dengusnya kemudian. Zaf tersenyum. Awalnya tadi wanita itu terdengar sangat emosional tapi diakhir langsung terdengar penuh amarah. "Kamu tahu, sikapmu yang spontan seperti ini membuatku pusing. Ada banyak alasan kenapa dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa padamu. Dia sudah dewasa dan kamu tahu apa tujuan hidupnya." "Aku tidak peduli apa alasannya--" "Ah, selalu seperti ini." Teman wanitanya terdengar kesal. "Kita buktikan pradugamu nanti di sana. Apa kamu seyakin itu mereka sedang bersama saat ini?" Zaf jelas-jelas menguping tapi dia tidak peduli. Setidaknya itu bisa mengalihkan sedikit pikirannya tentang hal lain. "Sesuatu itu harus dibuktikan, right?" "Ya terserahlah. Tanggung sendiri akibatnya. Khawatirmu itu berlebihan." "Hanya dia yang aku miliki, Sasha," lirihnya. "Hei, apa aku terlihat seperti amoeba bagimu?" Wanita itu tanpa terduga tertawa di sampingnya. Tawa renyah yang menggetarkan membuat Zaf yang mendengarnya ikut tersenyum meski hanya di satu sudut bibirnya. "Kamu itu Mimi peri," kekehnya lagi. "Ah sial. Jangah ganggu aku lagi dengan ocehanmu. Aku mau tidur!!!" "Aku rindu Minnie," desahnya. "Nggak uruslah sama kamu!!!" Kata temannya dengan kesal. "Kucing kesayanganmu itu palingan juga nggak peduli sama kamu." "Ihh resek. Kamu pengen aku hajar tapi kok sayang," kekehnya kemudian. "Sinting kamu!!!" Wanita itu tertawa kecil. Zaf merasa terhibur sedikit. Lalu hening. Kedua wanita itu tidak lagi mengobrol dan Zaf diam menatap kesibukan pramugari di depan dan sempat mendapat lirikan Cantika yang tersenyum membalas juga dengan senyuman. Zaf menghela napas panjang. Siapa yang akan menunggunya di apartemen saat pulang? Sama sekali tidak ada. Bahkan dia tidak punya hewan peliharaan. Mengingat wanita di sampingnya ini memiliki kucing kesayangan, Zaf jadi bergidik. Bertanya-tanya sendiri, apa yang menarik dari hewan berbulu dan suka mengeong itu? Jawabannya hanya karena Zaf benci kucing. Lalu dengkuran halus itu terdengar membuat Zaf reflek menoleh dan melihat wanita di sampingnya yang sejak tadi mengoceh ternyata sudah tertidur dengan posisi tidak enak. Kepalanya tertunduk-tunduk ke depan sedangkan temannya yang lain sibuk menatap ke jendela melihat arakan awan di langit yang cerah. Tanpa sengaja saat lengannya menyenggol lengan wanita itu, dia langsung menjatuhkan badannya ke samping dan kepalanya bersandar di bahunya. Oopss. Wangi Lilac tercium kuat dari tubuhnya. Zaf merasa libidonya langsung naik di posisi tertinggi. Ah sial!!!! Zaf menggertakkan gigi, mengepalkan tangannya yang lain tapi tetap membiarkan saja kepala wanita itu bersandar di bahunya untuk tidur meski mati-matian dia berusaha menahan hasratnya. Kenapa wanita disampingnya ini bisa mempengaruhi tubuhnya hanya dari wangi lilac-nya? Sial, bisa tidak dia memiliki wanita yang tadi mengatainya setan ini? "Ah, sorry sir." Wanita yang duduk diujung akhirnya sadar kalau temannya tidur dengan seenaknya di atas bahu orang lain. Saat akan menarik lengan wanita itu Zaf langsung mengulurkan telapak tangannya yang lain. Entahlah, apa yang dia lakukan. "Why?" Tanya wanita yang Zaf dengar bernama Sahsa itu. "Nggak masalah. Biarkan saja dia tidur seperti ini. Nanti aku akan mintakan bantal untuknya." Zaf tersenyum melihat wanita berambut bob dengan matanya yang sipit melotot lalu dia berbisik. "Kamu bisa bahasa Indonesia?" "Tentu saja," jawab Zaf disertai kekehan. "Astaga!!!" Wanita itu nampak panik. "Maafkan omongan temanku--" "Tidak perlu. Temanmu ini memang benar. Kalau boleh, biarkan dia tidur seperti ini--" ekspresi wanita itu berubah membuat Zaf langsung menambahkan. "Tenang saja, aku tidak akan macam-macam." Alis wanita itu naik, "Benarkah?" "Oke mungkin banyak wanita yang tidak percaya padaku tapi aku serius dengan yang aku katakan tadi." Wanita itu diam, memperhatikan wajahnya seksama seakan menilai kemudian menghela napas. "Ya sudahlah terserah kamu saja. Aku tidak tanggung jawab kalau bahumu pegal dan telingamu berdengung karena dengkurannya." "Oh dia sudah mendengkur dari tadi. Wanita yang menarik. Siapa namanya?" Sasha mendengus, "Lupakan saja. Dia tidak akan tertarik dengan lelaki modelan sepertimu. Dia agak antipati sama orang bule dan kalau kamu mau tahu siapa namanya, tanya saja sendiri." Lalu mengalihkan tatapan ke luar. Zaf menaikkan alis saat mendengarnya kemudian duduk lagi di kursinya. Kenapa Zaf melakukannya, dia juga tidak tahu. Dia hanya merasa ingin menjadi sandaran-- Ah gila!!!! Zaf mencoba mengalihkan pikirannya yang kusut dan hasratnya pada wanita itu yang tidak juga menurun dengan coba memejamkan mata setelah memakai lagi kaca mata hitamnya. Sialnya, wanita yang tidur di sampingnya menggerang tertahan, memeluk sebelah lengannya dan memiringkan duduknya lalu membenamkan wajahnya dilekukan lehernya. Holly s**t!!!! Great. Perfect. Godaannya bertambah berkali-kali lipat sementara dilihatnya Sasha ternganga melihat temannya kemudian memijit pelipisnya dengan frustasi. Zaf memegang sebelah lengan wanita itu dan mencoba memejamkan mata sampai aroma lilac yang disesapnya itu membuatnya hanyut. "Abi--" samar-samar gumaman wanita itu terdengar tapi setelah itu dia masuk ke alam mimpi. Ini akan menjadi perjalanan paling aneh sepanjang hidup Zaf. Lilac. Lilac. Lilac. Something different is happening but -- Sasha yang sejak tadi memperhatikan tidak bisa menahan rasa herannya melihat lelaki yang entah apa motifnya rela menjadi bantal untuk sahabatnya itu. Dilihatnya,  lelaki bule itu yang ketampanannya di atas rata-rata tidur dan meletakkan kepalanya sendiri di kepala sahabatnya. Sasha menghela napas panjang dan menurunkan pandangannya. Pada lengan lelaki itu yang memegangi lengan sahabatnya seakan bersikap protective lalu mengalihkan tatapan ke arah luar. Ini sesuatu yang membuatnya bingung tapi ya terserahlah. Sahsa ingin lihat tanggapan sahabatnya saat dia tahu apa yang dia lakukan dengan lelaki yang dikatainya b******n dan setan itu yang ternyata mengerti dan mendengar dengan jelas bisikannya. Meski pramugari yang tadi digoda lelaki itu nampak kesal melihatnya dari depan sana. Sasha tersenyum tipis dan memejamkan mata. Perjalanan yang panjang untuk sampai ditempat tujuan dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti di sana. Sementara Zaf merasa dia bisa tidur selamanya seperti ini dilingkupi dengan aroma lilac. Mungkin dia sudah diambang batas kegilaannya saat ini. Victoria. Setelah sekian lama nama itu tenggelam di lubuk hatinya, entah kenapa Zaf kembali mengingatnya. Victoria, hatiku tidak lagi berbentuk setelah kepergianmu. Satu tujuan yang Zaf inginkan jauh di lubuk hatinya saat ini. Dia bisa menemukan seseorang yang bisa membuatnya bahagia dalam arti yang sebenarnya. Tujuannya diciptakan sebagai seorang lelaki. Mataharinya yang lain. Karena mataharinya yang dulu sudah lama padam. Victoria, aku merindukanmu. Satu jam kemudian, kehebohan terjadi di sana. "AAAAKKHHHHHHHHHHHHHH!!!!" Zaf tersentak bangun seperti di banting jatuh dari ketinggian saat suara memekakkan telinga itu menggema membuat seluruh penumpang di pesawat menoleh ingin tahu juga beberapa pramugari. Zaf sendiri setelah tidurnya yang entah selama beberapa jam, melepas kacamatanya dan memandangi wanita yang sebelumnya tidur memeluknya itu dengan kesal. "What!!!" Desisnya. "DASAR SETAN GANTENG!!!!" Pekik wanita itu dengan amarah. "CURI-CURI KESEMPATAN!!!" Plak!! Tamparannya tepat mengenai pipi Zaf disertai pekikan Sasha yang kaget. "SASHA, KITA TUKARAN TEMPAT DUDUK!!!" Pekiknya lagi dengan panik seraya berdiri sementara Zaf berusaha keras menahan tawanya lolos dari mulut, memilih berdiri dari kursinya, menatap sekilas wanita cantik yang memiliki manik mata hitam itu yang membuang muka dan melihat ke arah luar dan berjalan ke arah toilet seraya memberikan kode untuk Cantika yang dilewatinya. Zaf benci lilac tapi dia juga menginginkannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN