18 ~ JUJUR ITU MENYAKITKAN

1762 Kata
"Aku minta maaf baru bisa jujur sama kamu, Jess." Jessica yang masih terduduk di tepi ranjang itu tampak terlihat syok. Bukan hal mudah untuk diterima oleh akal dan perasaan. Namun, dunia memang terasa sempit, mampu mempertemukan dengan orang-orang yang sama dari masa lalu yang tercipta. Hingga membuat masa sekarang bisa terabaikan dalam waktu sesaat. Saat ini, Aga masih berlutut dan memegang tangan sang kekasih. Berusaha meyakinkan lagi bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apa pun yang terjadi saat ini pada hatinya, kebimbangan yang masuk ke dalam jiwa, semua tidak mengubah bahwa sosok yang saat ini bersamanya adalah Jessica. Walau ia belum tahu siapa hati yang semu, walau hati dan mulut berdusta akan semua ucapan, Aga tidak boleh egois. Tidak ada jawaban terbaik untuk situasi seperti ini. Yang pria itu bisa lakukan hanyalah jujur. Berawal hanya ingin mengatakan bahwa ia mengenal Liona sebagai teman, tetapi setelah mengingat segala hal apa yang ia lakukan bersama Jessica semalam, Aga tidak bisa membohongi wanitanya. "Jess, kamu marah?" Ada rasa sesak dalam d**a Jessica. Bohong jika ia tidak merasakan apa pun. Namun, benar ia tidak akan mengusik segala hal masa lalu Aga, tetapi entah mengapa saat ini justru hatinya tidak mampu untuk sekadar menerima. Jessica menarik napas perlahan dan mengembuskannya, ia lantas tersenyum tipis. "Aku nggak nyangka Liona itu masa lalu kamu. Aku pikir waktu kita ketemu di restoran, kalian memang nggak pernah kenal karena sikap kalian benar seperti baru kenal. Tapi setelah kamu jelasin kayak gini, aku paham kok kalau waktu itu mungkin Liona menghargai Alvin." Aga mengangguk menyetujui ucapan Jessica yang mudah memahami situasi saat itu. Beruntung, wanita di hadapannya ini tidak serta merta menghakiminya dan masih mendengar semua apa pun yang ia ceritakan sampai tuntas. Tidak menyela bahkan tidak menyudutkan siapa pun. "Aku akan ajak kamu ke rumah kakakku nanti, Liona di sana." Jessica mengangguk dan melesungkan senyumnya. "Aku minta maaf, Jess," ujar Aga lagi yang kini menumpukkan kepalanya ke paha wanita itu, merasa bersalah walau Jessica tidak tahu bahwa hatinya memang telah terbagi. Jessica mengusap rambut pria itu dengan lembut. Walau hatinya masih diliputi rasa sesak tetapi ungkapan Aga nyatanya mampu tercetus tulus. Dan Jessica tidak bisa bersikap egois saat pria yang ia cintai sudah mau jujur padanya. "Udah ya, jangan dibahas lagi. Aku nggak marah, Ga. Aku justru seneng kamu mau jujur ke aku kayak gini. Udah ya ... kamu nggak perlu ngerasa bersalah atau apa pun. Aku tau dia hanya masa lalu kamu kan? Dan sekarang kamu milikku dan aku milikmu. Kamu akui aku sebagai punyamu aja udah cukup." Aga menengadahkan wajahnya mrnatap Jessica. Wanita ini benar-benar setulus itu padanya. Sial, hanya karena perasaan terpendam pada Liona, ia tega mempermainkan hati Jessica secara tidak langsung. "I'm still yours and you're still mine, Jess. I'm promise to stay with you, today, tomorrow and wish forever." Jessica kembali tersenyum dan percaya bahwa Aga juga tulus mencintainya. "Ya, aku percaya. Oh iya, aku sudah bikin sarapan buat kamu, ada di meja sana. Kamu mandi dulu aja, aku tunggu kamu di meja makan, ya ...." Aga mengangguk, ia lantas bangkit dan mengecup pucuk kepala Jessica. Setelah itu segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sementara itu, Jessica yang masih menatap punggung laki-laki itu hingga menghilang dari pandangan, tetap duduk di tepi ranjang itu. Tatapannya kini memandang jendela yang terbuka. "Kamu nggak boleh egois lagi, Jess. Kamu nggak boleh marah, dan kamu nggak boleh ngambekan lagi," gumam Jessica pada diri sendiri. "Aga udah jujur sama kamu, Jess. Dia pria baik bukan? Dia udah jujur." Jessica kembali meyakinkan hatinya. Jessica berusaha menahan diri agar keegoisan itu tidak lagi muncul dan menghancurkan semua. Seluruh sifat Jessica yang sekarang juga buah dari masa lalunya. Bagaimana ia dulu begitu egois dalam hubungannya dan cemburu buta bahkan sampai membatasi apa pun kegiatan sang kekasih. Semua itu berujung perpisahan yang cukup menyakitkan. Wanita itu, yang masih melamun, belajar dari masa lalunya dan tidak ingin kehilangan Aga karena keegoisan. Ia akan menahan semua rasa sesak dan berusaha menerima permintaan maaf dari sang kekasih. Ia hanya berharap dengan sikapnya seperti ini orang yang kini bersamanya mampu melihat secara tulus dan tidak lagi meninggalkannya. Jessica mengembuskan napas kasarnya dan mulai beranjak menuju ke ruang makan. ******* Aga melahap satu roti gandum sembari meminum matcha latte yang sudah disiapkan oleh Jessica. Sebenarnya ia sedikit tidak enak hati setelah mengungkapkan kejujuran itu. Ada hal yang menjanggal dalam hati. Apalagi saat ini, saat memerhatikan Jessica yang tengah menyeruput minumannya dan masih terdiam menatap layar ponsel, Aga kembali merasa resah. Aga paham jika semua ini pasti membutuhkan waktu untuk sekadar menerima. Aga sadar perubahan sikap Jessica, walau tadi ia mengatakan semua tidak masalah, tetapi perempuan tidak pernah bisa menyembunyikan perubahan raut wajahnya. Aga menggenggam telapak tangan Jessica dan seketika membuat wanita itu menoleh. "Kenapa?" "Enggak, aku cuman mau begini aja. Enggak masalah, kan?" Jessica tersenyum dan mengangguk. Namun, fokusnya kembali ke arah ponsel dan Aga hanya bisa menghela napas. Setidaknya keterdiaman Jessica tidak berusaha menghindar dan masih bisa diajak untuk berbicara walau singkat. "Kamu lihat apa? Serius banget?" tanya Aga mulai penasaran "Oh ini, lagi liat-liat aja desain yang lagi tren sekarang tuh kayak gimana gitu," ujar Jessica yang menunjukkan ke Aga dan sejenak mereka saling bertukar pendapat tentang bahasan itu. Aga hanya tersenyum mendapati Jessica yang mulai kembali cerewet seperti biasanya. Tidak seperti sebelum itu, Aga justru senang ketika mendapati Jessica yang suka bercerita apa pun padanya. "Mau jalan-jalan enggak?" "Ke mana?" tanya balik Jessica yang kini langsunh fokus menatap Aga dan mata itu berbinar cerah. "Ke mana pun yang kamu mau. Mumpung hujannya sudah berhenti. Nanti setelah jalan-jalan aku kenalkan kamu ke saudaraku. Gimana?" Jessica tersenyum dan mulai beranjak ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya secepat kilat. Setelah sepuluh menit berlalu, Jessica sudah menyelesaikan berbenah diri. Dengan skirt selutut dipadukan stoking untuk menghangatkan kaki, dan atasan turtle neck, Jessica terlihat sangat mengagumkan. Belum lagi ia menambahkan mantel musim dingin panjang yang sangat cocok di badannya. Dapat dilihat bahwa suasana hati wanita itu kembali seperti semula. "Ayo berangkat," ajak Jessica dengan semangat tinggi. Aga mengangguk. Ia segera mengambil kunci mobil dan menyabet mantelnya, kemudian berjalan meninggalkan apartemen bersama Jessica yang masih dengan celotehannya di sepanjang jalan. ******* Hari itu, Aga dan jessica melewaui hari yang begitu menyenangkan, seolah masalah hati yang tadi pagi sempat membuat hampir kacau teredam dengan baik. Aga kembali dapat melihat Jessica dengan sifat periangnya dan selalu menebarkan senyum. Banyak cerita yang membuat mereka semakin dekat tanpa ada lagi kecanggungan berarti. Tertawa bersama, melakukan hal konyol bersama semua mereka lakukan. Kini, Aga dan Jessica berjalan di sepanjang The Pont Des Art atau biasa disebut jembatan gembok cinta yang sudah sangat terkenal seantero dunia. Tempat romantis di Paris yanh selalu direkomendasi untuk para pasangan. Jembatan itu masih basah, sisa hujan tadi, tetapi semua itu tidak akan pernah membuatnya sepi pengunjung. "Di sini ya?" Jessica berhenti tepat di depan mata terdapat tiang yang berisi beberapa gembok bertuliskan nama sepasang. Jessiva menatapnya dengan tersenyum lantas ia mengeluarkan satu buah gembok dan menuliskan nama dirinya dan Aga di sana. Sedangkan Aga yang berada di samping wanita itu hanya bisa melesungkam senyumnya saja. Hingga beberapa saat kemudian, Jessica mengaitkan di salah satu pengaitnya daj emngunci gembok itu. "Aku udah tulis nama kita di sini. Semoga suatu hari nanti, entah berapa lama nanti, kita bisa kembali ke sini dan masih bersama ya, Ga," ujar Jessica yang masih menatap gembok berwarna silver itu. Aga lantas memegang telapak tangan wanita itu, ia meraih satu tangan yang memegang kunci kecil, lantas mmbuangnya ke aliran subgai di bawahnya. Aga kembali menatap Jessica yang juga menatapnya. "Kita bakalan ke sini kapan pun yang kamu mau dengan status hubungan yang sama atau lebih dari itu." "Janji jangan pernah ninggalin aku." Aga mengangguk dan mengusap lembut pipi Jessica. Pria itu sejenak mengecup bibir sang kekasih dan kembali menatap gembok yang sudah terikat, seolah melambangkan bahwa hati mereka sudah terkunci untuk satu nama saja. Setelah dari tempat itu Aga dan Jessica kembali berjalan menuju ke tempat lain. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Sejak kemarin seolah waktu Aga sepenuhnya untuk sang kekasih. Nahkan ia sejenak melupakan ponselnya dan tidak tahu jika ada panggilan lagi dar nama yanh sama untuk kesekian kalinya. ******* Mobil Aga berbelok ke sebuah rumah yang satu minggu ini ia kunjungi. Biasanya ia akan selalu membawa apa pun untuk Liona. Entah berupa makanan, hadiah kecil atau apa pun. Namun, saatnini ia juha membawa sesuatu untuk wanitanitu. Sebuah jawaban yang mungkin akan membuag semuanya jelas. Seharian menghabiskan waktu bersama Jessica membuat Aga kembali berpikir bahwa melepas Liona lagi mulai selarang atau akan semakin menimbukkan luka. Aga berharap Liona mengerti sebab sepanjang waktu yang membuat mereka kembali dekat, tidak sekali pun ada bahasan tentang bagaimana kelanjutan hubingan itu. Semua mengalir seperti biasa saja. Aga kembali menatap Jessica yang memandang ke sekitar saat mobil itu berhenti. "Jess, are you okay?" Jessica langsung menoleh saat Aga menanyakan hal itu. "Memangnya kenapa?" tanya Jessica yang justru bingung dengan pertanyaan Aga. "Enggak. Ya udah, ayo." Aga langsung turun dan setengah berlari untuk segera membukakan pintu untuk Jessica. "Ya ampun, Aga. Enggak perlu begini segala kali, berasa princess dari kerjaan mana gitu," ucap Jessica yang diiringi gelak tawa. "Ya emang you are my queen, harus selalu dispesialin kan," balas Aga yang kini menggandeng tangan Jessica dan melangkah ke kediaman Evanders. Tepat di depan pintu rumah itu, Aga mengetuk pintu. Jessica yang saat ini berdiri di belakang Aga ikut menunggu sembari memerhatikan sekitar yang menurutnya tampak indah dengan desain unik dan alami. Bahkan Jessica saja sempat berpikir ingin memiliki rumah seperti itu. Sebab semua terlihat nyaman dengan berbagai tanaman yang ada di sekitar rumah. Pintu itu terbuka, dan Liona yang kali pertama bertatap muka dengan Aga. Merasa senang dengan kehadiran pria itu Liona spontan memeluk seperti biasanya. Sedangkan Aga yang tidak menyangka bahwa Liona akan seperti itu justru mematung. "Kemana aja, sih? Aku nelepon kamu berkali-kali hari ini tapi nggak kamu angkat," protes Liona yang belum sadar bahwa di belakang Aga ada Jessica. Hingga, sebuah deheman membuat Liona sadar. Ia melirik ke belakang punggung tegap pria itu dan langsung melepaskan pelukannya dari Aga seketika. "Jessica!" "Hai, Liona," sapa Jessica penuh ketenangan dan justru melesungkan senyumnya. "Maaf, aku nggak tau kalau kamu di sini. Untuk yang tadi, itu--" "Udah, enggak masalah kok, aku ngerti." Jessica semakin melesungkan senyumnya. Sementara Liona sudah tidak enak hati dengan sosok yang disebut kekasih Aga saat ini dan lebih parahnya lagi kini hatinya seperti ditusuk jarum berkali-kali lipat. Ia tatap Aga yang menatapnya tanpa arti yang jelas. Pria itu justru langsung menghindarkan pandangan. Apa arti semua ini? Apakah ini akhirnya Aga memilih kekasihnya dan kebahagiaannya berakhir sampai di sini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN