16 ~ MALAM PANJANG

1856 Kata
Jika cinta itu sebuah anugerah dan pertemuan sebagai perantara dua orang yang tidak saling mengenal untuk menjadi satu, lantas mengapa masih ada sebuah perpisahan? Bukankah perpisahan kembali memutus suatu hubungan yang sudah terikat dan menerima anugerah cinta itu sendiri? Aga selalu membenci pertemuan sejak berpisahnya dengan Liona. Namun, bagaimana pun hati mengelak, nyatanya selalu saja ada pertemuan-pertemuan baru yang memiliki kesan masing-masing. Denfan kata lain, hidup akan terus berjalan tidak peduli seberapa keras masalah itu datang. Selama ini, Aga selalu membentengi diri agar tidak terlarut dan mengizinkan siapa pun masuk ke dalam hatinya. Namun, semua itu ternyata memiliki batas maksimal. Tidak selamanya hati itu mampu untuk terkunci saat salah satu di antara beberapa orang yang datang silih berganti berhasil merobohkan dinding itu. Jessica, menjadi satu-satunya wanita yang mampu merobohkan sedikit demi sedikit benteng yang dibangun di hati Aga. Delapan bulan menjalani sebuah komitmen membuat ia kembali merasakan apa arti dicintai dan mencinta. Namun sayang, setelah gembok hati itu terbuka dan sebuah rasa cinta kembali dirasakan, masa lalu masuk membuat ruang yang lama mati kembali hidup. Aga berbohong dan tidak menepati janji pada Evanders untuk tidak melibatkan perasaan. Nyatanya rasa itu semakin kuat dan membuat Aga lebih merasa terobsesi akan kehadiran Liona. Jauh dalam lubuk hati, ia masih menginginkan Liona. Bahkan ia tidak berpikir bahwa semua kesalahan itu berawal darinya. Memang tidak ada pernyataan resmi untuk menjalani sebuah hubungan. Liona dan Aga sama-sama tidak berbicara terkait komitmen. Semua berjalan begitu saja layaknya seorang sahabat. Bedanya, Aga sudah mengutarakan perasaan pada Liona apa adanya. Aga lupa bahwa ia berjanji pada wanita lain untuk memberikan sebuah kebahagiaan. Rasa yang terpendam selama sepuluh tahun membuat ego bertahta tinggi kala semua itu bersambut. Hari ini, sudah satu minggu Aga berada di Paris. Seluruh pekerjaan yang berada di Indonesia ia alihkan ke Gerald sebagai tangan kanan, walau ia tetap mengontrol dari jauh. Beruntung tidak ada hal penting hingga awal tahun nanti. Semua laporan yang ada selalu ia selesaikan meskipun dirinya tidak berada di tempat. Ponsel itu bergetar saat Aga tengah fokus pada laptopnya. Ia menatap layar benda pipih di atas meja nakas dan langsung menyabetnya. Nama Jessica muncul saat hari sudah beranjak malam. "Iya, Jess. Ada apa?" tanya Aga yang kembali fokus pada laptopnya, sesekali menarik sebuah gelas kecil berisi vodka di nakas untuk ditenggak, sebagai penghangat diri. "I have a little surprise for you. Coba tebak?" Aga mengerutkan dahi saat mendengar itu, hingga panggilan suara itu diubah menjadi panggilan video. Pria itu dapat melihat sosok cantik di layar ponselnya dengan setelan coat berwarna creame, syal senada yang membungkus leher, dan rambut yang dibiarkan terurai. Jessica selalu seperti itu, terlihat elegan dengan gaya berpakaian yang bisa dikatakan mengikuti segala mode saat ini. "Kamu di mana, Jess?" Jessica masih tersenyum lebar dan mulai menunjukkan di mana lokasi saat ia berada kali ini. Kamera ponsel Jessica berubah menunjukkan seluruh ruangan bandara dan situasi itu membuat Aga terhenyak dalam beberapa detik. "Kamu ... kamu di Paris?" Jessica mengangguk antusias dan terlihat benar-benar senang. Sedangkan Aga memiliki respon sebaliknya namun bisa disamarkan. "Kapan kamu berangkat? Eh tunggu aku, aku jemput kamu sekarang." "Ah, nggak perlu. kamu share lokasi tempat tinggal kamu aja, biar aku yang ke sana." "Serius? Kamu nggak mau nunggu aku aja? Ini udah malem, Jess." Jessica menggeleng dan masih dengan senyum manisnya, ia tetap ingin menuju ke apartemen Aga sendirian. Semandiri itu Jessica yang tidak ingin merepotkan siapa pun kali ini. Setelah beberapa kalimat yang terucap, panggilan itu berakhir. Hati Aga kembali bimbang bak remaja labil yang tidak tahu bagaimana cara berlabuh pada dermaga yang tepat. Saat bunga yang layu telah mulai kembali bersemi, di saat itu pula bunga yang lain turut tumbuh membingungkan pilihan. Namun, bagaimana pun kondisi yang ada semua kembali pada fakta, Jessica adalah kekasihnya saat ini. Sudah hampir satu tahun hubungan itu berjalan dengan baik. Bahkan satu minggu ini Aga seakan berperan sangat baik untuk mengelabui hati dan bersikap seperti biasa. Hingga mungkin Jessica tidak pernah tahu dan sadar pria yang ia cintai itu telah membelokkan hati. ******* Tiga puluh menit waktu yang ditempuh Jessica dari bandara hingga sampai di gedung apartemen di mana Aga tinggal. Ia menarik kopernya dan menatap gedung tinggi itu sejenak. Masih dengan perasaan senang bisa bertemu sang kekasih, Jessica melangkahkan kaki menuju ke dalam gedung. Ia menatap kembali layar ponsel di mana Aga memberitahu letak unitnya. Hingga, lift di lantai utama terbuka dan ia mulai masuk ke dalamnya. Tidak butuh waktu lama, ia telah sampai di lantai yang dituju. Kemudian wanita itu mengamati setiap unit yang ada di hadapannya untuk menemukan nomor unit kamar Aga. Langkah kaki Jessica berhenti saat menemukan sebuah kamar yang dituju. Ia lantas mengetuk pintu dan menunggu sosok yang ia rindukan membukanya. Satu detik, dua detik, dan tiga detik kemudian, pintu itu terbuka. Sosok yang sangat ia rindukan kini berada tepat di hadapannya. Jessica langsung memeluk Aga tanpa perlu basa-basi. Dan Aga menyambutnya. "Aku kangen banget sama kamu. Padahal baru seminggu," ujar Jessica masih dalam pelukan Aga. "Aku juga kangen kamu, Jess. Masuk, yuk." Jessica akhirnya melepaskan pelukan itu dan sesegera mungkin masuk ke dalamnya. Sembari melepas coat, wanita itu meneliti seluruh ruangan unit apartemen milik Aga. Decak kagum akan ruangan yang tertata rapi dan elegan membuat Jessica betah berada di ruangan itu. Apalagi jendela yang mengarah langsung ke pemandangan Eifell juga membuatnya tersenyum. "Jess, minum dulu. Aku cuman punya ini, kebetulan belum belanja lagi. Kalau nggak mau biar aku ke bawah beliin kamu sesuatu," ujar Aga yang meletakkan satu botol minuman beralkohol yang baru saja ia tenggak untuk menghangatkan tubuh. Wanita itu mengambilnya dan menuangkan di gelas kecil. Kemudian sepeti biasa langsung meminum apa pun pemberian Aga tanpa banyak protes. "Kok nggak ngasih tau kalau mau ke sini?" "Kan surprise, ya kalau ngomong bukan kejutan dong namanya. Haaah, aku kangen banget sama Paris dan tebakanku benar kalau di sini udah turun salju. Kamu sibuk, ya?" tanya Jessica yang melihat ada laptop di atas ranjang Aga. Aga menggeleng dan mulai duduk si sisi Jessica. Kali ini ada rasa canggung yang kembali merasuki Aga saat berdekatan dengan kekasihnya sendiri. "Kamu kenapa, Ga? Sakit?" tanya Jessica yang langsung meletakkan telapak tangannya di dahi Aga. "Enggak, Jess. Aku masih kaget aja dan nggak nyangka kamu di sini," kilah Aga dengan alasan yang terbilang cukup masuk akal. "Iya, kebetulan pekerjaanku udah selesai dan setelah itu aku inisiatif aja pengen nyusul kamu. Mau habisin waktu sama kamu. Kamu bilang mau di sini sampai Natal kan? Boleh kan aku habisin waktuku sama kamu di sini?" Aga masih terdiam belum menjawab hingga alam bawah sadar itu mengangguk merespon segalanya. "Kalau gitu kamu tinggal aja di sini. Aku bisa tidur di rumah saudaraku," ucap Aga spontan. Jessica kini menatap Aga seakan kata-kata yang ingin dikatakan masih terkunci dengan rapat. Namun, Jessica tersenyum geli saat Aga mengatakan hal demikian. Baru kali ini, ia mendapati sosok yang tidak mau menghabiskan waktu berdua selama 24 jam bersama kekasihnya. Entah memang karena Aga menghargai Jessica atau sikap pria itu yang benar-benar sepolos itu. "Kamu nggak mau temenin aku aja di sini? Kamu keberatan kalau aku minta kamu di sini aja dan nggak perlu tidur di tempat lain?" "Hah? Emm, memangnya kamu nggak keberatan kalau kita sekamar?" Jessica menggelengkan kepalanya dan senyum tipis itu membuat Aga mengangguk menyetujui semua. "Kenapa aku harus keberatan? Kamu kekasihku, Aga." Jessica kembali tersenyum. "Oh iya, di mana kamar mandinya? Aku mau ganti nih ...." Kegugupan yang masih dirasakan membuat Aga hanya mampu menunjukkan dengan jemarinya dan Jessica pun langsung berdiri menuju ke kamar mandi apartemen itu. ******* Malam semakin larut, suasana yang tadinya sedikit canggung akhirnya mencair begitu saja. Kali ini, dalam hubungan Jessica dan Aga, tentu Jessica yang memancing setiap canda tawa. Sedangkan Aga terkesan diam dan menanggapi setelah memiliki bahan obrolan. Tidak sepeti bersama Liona, bahkan Aga memiliki sejuta cara agar wanita itu bisa tersenyum bahkan tertawa lepas. Bersama Jesaica semua berbeda, seakan Aga memiliki dua sifat sekaligus. Kepala Jesaica mulai bersandar pada d**a Aga yang masih ikut menonton film di smart TV. Tidak ada penolakan dan menganggap semua itu hal lumrah, Aga pun masih menikmati alur film di depannya. "Aga ...." "Hemmm ...." "Kamu kangen nggak sama aku? Selama seminggu ini kamu mikirin aku nggak?" Aga yang mendapat pertanyaan itu lantas menatap ke arah Jessica. "Mikirin, kok. Buktinya komunikasi kita sekama seminggu ini masih tetep, kan? Aku juga kangen sama semuanya dari kamu." "Ga, kamu bakal nikahin, kan?" Pertanyaan itu, membuat Aga terdiam dan mengalihkan pandangan lagi ke arah smart TV di depannya. Entah, rasanya pertanyaan itu sulit untuk di jawab saat ini. "Emm, bukannya kamu mau ngebesaein butik dulu? Katanya mau usahanya lancar dulu, emangnya kalau sekarang, kamu siap nikah?" Aga mulai kembali bertanya. "Aku tau cita-citaku tuh besar banget. Aku pengen butikku semakin besar dan terkenal. Tapi, Ga, aku juga mau setiap proses perubahanku itu sama kamu. Kayaknya kalau tumbuh bareng-bareng bakalam lebih enak, kan? Ada pemantik semangat yang seutuhnya aku miliki." Pernyataan itu membuat Aga tersenyum tipis. Lengan yang tadinya hanya berfungsi sebagai bantalan kepala Jessica, kini sudah mengusap lembut kepala wanita itu. Hingga, jemari kecil yang disapy oleh cat kuku berwarna burgundy itu menyentuh pipi Aga, membuat sang pemilik kembali menoleh. Usapan halus itu praktis membuat Aga menatap mata Jessica dengan lekat. Ada hal aneh yang kemudian menjalar membakar diri saat usapan itu secara lembut menyusuri permukaan kulit pipinya. "Kamu janji sama aku, ya, Ga, jangan pernah tinggalin aku. Aku udah sayang banget sama kamu dan berharap kamu masa depanku." Mata itu memancarkan sebuah harapan. Aga menangkap semua itu secra jelas. Namun, naluri membuatnya merasa bersalah sebab hati itu tidak seutuhnya untuk Jessica. Akan tetapi, Aga hanya mampu mengangguk menanggapi pernyataan Jessica dan wanita itu juga melebarkan senyum dan kembali memeluk Aga. Setelah itu, suasana kembali hangat, Jessica masih berada dalam pelukan Aga yang tengah menunjukkan sesuatu di ponselnya. Dari hal sederhana itu tercipta gelak tawa menggema. Bahkan berujung candaan yang membuat mereka tertawa bersama. Hingga, Jessica yang berencana bangkit dari sofa itu justru tergelincir dan berakhir menindih tubuh Aga tanpa sengaja. Hal yang membuat degup jantung itu semakin cepat saat pandangan itu kembali bertemu dalam jarak dekat.. Mereka saling menatap di mana Jessica akhirnya melesungkan senyum manisnya. Wajah cantik dan menawan itu tidak dapat diragukan oleh Aga. Tatapan rendah akibat efek alkohol kemudian hadir, hingga nyatanya jarak yang tercipta semakin terkikis. Alkohol yang sedari tadi mereka tenggam sedikit demi sedikit juga mempengaruhi cara pandang masing-masing. Entah siapa yang memulai bibir itu kini bertaut. Rasa aneh menjalar dan membuat sensasi tersendiri bagi Aga malam itu. Ciuman yang semakin lama berubah menjadi lumatan lembut membuat gelora dalam jiwa turut membakar gairah. Sekalipun akal menolak, tetapi respon Jessica tidak menghindari saat sentuhan intim itu mulai dirasakan di sekitar bagian tubuhnya yang terbuka. Ciuman itu sejenak terputus, nafsu menjadi hal yang kini juga hadir di antara mereka. "I love you, Ga," lirih Jessica sesaat yang kembali mencium bibir sang kekasih. Aga pria normal, jelas hal semacam ini dengan situasi dan suasana yang mendukung mampu membuat hasrat itu muncul. Pelukan dan sentuhan di setiap bagian tubuh, membuat ciuman itu semakin dalam. Pria itu tidak lagi peduli bahwa semua ini akan berimbas di kemudian hari. Malam ini, ia hanya menginginkan sebuah penuntasan bersama sang kekasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN