Bab 5. Om-Om Jin

1546 Kata
"Om, jadi om-om Jin dong!" Omar mendelik sinis melihat Sophia yang tiba-tiba datang mengganggunya. Seperti biasa, bukan Sophia namanya kalau tidak memakai baju seksi. Sophia memakai baju piyama, tapi dengan celana bahan yang sangat pendek. Dia duduk di dekat Omar, dan sudah dipastikan kedatangannya untuk mengganggu Omar bekerja. Malam ini Sophia akan menginap di rumah Omar setelah tadi siang di-prank oleh Omar dan Nevan sampai nangis-nangisan. "Om Jin apaan? Kamu kira aku keluarnya dari teko ajaib? Aku keluarnya dari perut mama Jenny!" Jawab Omar ketus, menggeser Sophia yang semakin mendekatinya. "Ye... Emangnya siapa yang suruh kamu keluar dari teko ajaib, Om Jin? Orang aku minta kamu buat penuhin permintaan aku doang, kan aku ulang tahun tinggal satu jam lagi. Dasar PEDE tingkat dewa!" Sarkas Sophia, sengaja menekan tombol power di laptop Omar hingga laptop pria itu mati. Seketika mata Omar ingin loncat tuing-tuing dari tempatnya, dalam sekejap berubah menjadi begitu marah. Semua pekerjaan yang dia lakukan dari tadi sore hingga jam 11 malam hilang dalam sekejap mata dan pelakunya adalah orang yang sama dengan orang yang selalu membuat darahnya selalu menaik melonjak tinggi bak rollercoaster yang mengerikan. "DASAR BRANDALAN SOPHIA! Aku lagi kerja, jangan ganggu aku dulu!" Teriak Omar, begitu emosi sampai-sampai mendorong Sophia hingga terjungkal ke belakang. "Awww! Punggung aku!" Sorak Sophia kesakitan, memegang punggungnya. "Eh, aku gak sengaja!" Omar langsung melepas laptopnya, membantu Sophia yang masih berbaring di lantai dan memegang punggungnya yang baru saja terbanting ke lantai. "Punggung kamu masih aman, kan? Gak keropos, kan?" Tanyanya. Bugh! Jurus mematikan Sophia keluar, menendang Omar dengan kakinya hingga pria itu ikut terjungkal pula sama sepertinya. "Biar kamu tahu rasa! Kalau tulang kamu keropos, tulangku pun ikut keropos, Om!" Sophia memeletkan lidahnya pada Omar. Sama seperti yang dilakukan Sophia tadi, Omar pun mengaduh dan meringis kesakitan sembari terus memegang punggungnya kesakitan. "Aduh... Ampun Sop, aku tadi gak sengaja, sedangkan kamu sengaja banget tendang aku. Kayaknya gak cuman punggung aku sakit, dadaku juga sakit, berhenti berdetak. Lagian kamu sih, malah ganggu aku kerja." Sophia terkejut, "loh kok bisa? Kalau d**a kamu berhenti berdetak tuh artinya kamu udah mati, Om! Lagian ya, nama aku bukan Sop, tapi Sophia! Catat itu baik-baik di kepala dan dengkul kamu itu, biar kedepannya kamu bisa ingat nama aku, bukan ingat nama mantan-mantan sesaat kamu itu." Terlalu kesal, Sophia mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ia menarik kedua kaki Omar, berjalan mundur mengelilingi sofa yang ada di ruangan tengah. Baju piyama Omar terangkat dan membuat punggungnya berciuman kasar dengan lantai rumah yang dingin. "Sophia, stop! Punggung aku lecet!" Teriak Omar, berusaha menghentikan tapi tenaga Sophia lebih menggebu-gebu. "Teriak ampun dulu!" Pinta Sophia, malah cekikikan puas melihat Omar menderita. "Ampunnnnn!!!!" Sayangnya Sophia bukan perempuan yang mau mengalah begitu saja. "Ogah! Aku gak mau berhenti tarik kamu sebelum kamu mau jadi Om-Om Jin, dan kabulkan semua permintaan aku! Teriak ampun aja mah gak cukup." Padahal sebelumnya ia memberikan syarat itu. "Gak mau! Nanti kamu pasti minta jadi sekretaris Nevan," tolak Omar, tidak mau menuruti permintaan Sophia meski dengan ia melakukan itu bisa membebaskannya dari kelakuan kekanakan perempuan nakal yang satu ini. "Eh, kan aku ulang tahun, Om. Jadi apapun yang aku minta, seharusnya kamu turutin juga, termasuk jadi sekretarisnya Nevan." "Lah, dimana-mana kalau orang ulang tahun tuh apapun hadiahnya diterima aja, jangan pilih-pilih. Sinting kamu!" Ejek Omar yang malah membuatnya semakin tersiksa. Sophia semakin semangat menarik kaki Omar mengelilingi sofa, padahal bumi seakan sudah berputar di penglihatannya Sophia akibat terlalu sering memutar. Hingga akhirnya ia kehilangan keseimbangan, bokongnya menabrak tiang besar di belakangnya. Bruk! "Mampus!" Kata Omar langsung, kakinya pun seketika dilepas oleh Sophia sesaat setelah kejadian tabrakan antara b****g bahenol Sophia dengan tiang beton besar itu. "b****g aku!" Teriak Sophia sambil memegang bokongnya. Ia tidak bisa berkata-kata lagi selain menahan sakitnya itu. Ia sampai mengigit bibirnya menahan sakit. "Rasanya seperti menjadi iron man." Celetuknya, tapi ia bisa tertawa kecil. "Mampus! Itu karma buat kamu yang udah nakal sama aku!" Mereka tidak menyadari kalau dari lantai atas sana sudah ada yang merekam kebersamaan mereka. Bibir merah meronanya merekah. "Otewe pelaminan." "Udah selesai mainnya, anak-anak?" Tanya Jenny yang sedari tadi memantau dari atas. Omar dan Sophia serempak mendongak, melihat Jenny yang melambaikan tangannya pada mereka. Jenny pun beranjak turun tangga, menghampiri mereka yang sama-sama kesakitan. Akibat pertengkaran tadi, punggung Omar memerah, pun dengan b****g Sophia yang hampir mati rasa. "Tunggu mama dulu, mama ambilkan obat yang paling manjur untuk obati luka kalian itu. Sekarang kalian telungkup aja di sofa," tunjuk Jenny pada sofa hitam legam itu. Omar dan Sophia menuruti perkataan Jenny, beranjak sofa berwarna hitam legam dan sama-sama telungkup di sofa lebar dan besar itu. Mereka siap menerima pengobatan luar biasa yang akan dilakukan Jenny. Bhuk! Bhuk! Jenny melepaskan kompres es di b****g Sophia, dan menaruh kompres es satunya lagi di punggung Omar. Sophia keenakan, sedangkan Omar mengerang kesakitan. Pasalnya, beberapa bagian di punggung Omar lecet dan sedikit berdarah, jika ditimpa dengan es maka akan semakin memanggil kesakitan yang dirasakannya. Sedangkan Sophia? Dia menikmatinya. "Ikuti instruksi dari mama, jangan cabut kompresannya sampai 10 menit ke depan. Kalau sampai ada yang berani mencabutnya selain mama, artinya nolak kasih sayang mama yang sangat baik hati bak malaikat ini," kata Jenny kemudian berlalu pergi begitu saja, menaiki tangga sembari berpose selfie. "Mama, ambil kompresannya cepat! Punggung aku perih banget!" Teriak Omar, badannya bergerak lincah menahan perih seperti seekor ulat di buah nangka. "Mamaaaaa! Perih banget!" Teriak Omar begitu lantang hingga suaranya memenuhi rumah besar miliknya. "Gak apa-apa, itu obat buat kamu, Om. Terima aja. Gak boleh nolak rezeki," sahut Sophia yang malah keasikan dengan adanya kompresan di bokongnya. Ia sampai memejamkan matanya saking merasa enak. Berbanding terbalik sekali dengan apa yang dirasakan Omar. "Kamu mah enak, tapi aku yang sengsara!" Meski berat, berusaha menerima kenyataan. Omar mendesis menahan sakit, mengigit bibirnya membungkam teriakan kesakitan, tangannya mengepal sampai-sampai kukunya berwarna putih. "Jangan lupa napas, Om," ujar Sophia, mencabut kompresan es yang ada di punggung Omar. Entah kapan dia bangun dari sofa itu. "Eh, kok kamu malah cabut kompresnya? Nanti mama marah, bilang aku durhaka," Omar ingin mengambil kompresan itu lagi, namun dalam sekejap sudah menghilang oleh Sophia. Dia menendangnya hingga terpelanting jauh. "Itu bisa buat luka kamu makin parah. Diam-diam, aku obatin luka kamu dulu," ujar Sophia. Sophia berjongkok di samping Omar, mulai mengolesi luka Omar memakai salep antibiotik yang entah kapan diambilnya. Sembari mengolesi, sembari meniupnya. "Maaf ya, aku udah buat punggung kamu lecet begini." Kata Sophia yang ternyata malah menjadi hal yang begitu mengejutkan bagi Omar. "Eh, kok tumben banget minta maaf? Kamu kesurupan setan jenis apa?" Tanya Omar. Sophia hanya mendelik saja melihatnya, kemudian mengangkat tangannya. "Kamu ngomong gitu sekali lagi, aku pukul punggung kamu nih? Biar perihnya sampai ke tulang-tulang." Sophia terdengar sangat serius mengatakannya. Omar menelan pahit pernyataan Sophia, tidak berani menatap Sophia lagi. "Gak lucu ya ternyata. Aku pikir kamu bakal ketawa," gumamnya. Sampai akhirnya Sophia selesai mengobati luka Omar, baru saja dia bangun hendak mengembalikan obat salep yang tadi digunakannya, tiba-tiba lampu malah mati. Tidak ada satupun lampu yang masih menyala. "Om, kayaknya beneran ada setan deh," Sophia hendak duduk di sofa, namun sepertinya ia lupa kalau masih ada Omar yang masih telungkup di sana. Alhasil apa yang terjadi? Kekacauan. "Woi!!! Kamu tindih punggung aku, makin perih, Sophia!" Sophia kaget, kembali bangun. "Eh, maaf. Aku gak tahu. Aku takut, kayaknya beneran ada setan deh. Bulu kudukku tiba-tiba merinding. Kamu sih bahas-bahas setan, kan lampu rumah jadi mati semua." Malah Sophia menyalahkan Omar atas apa yang terjadi. "Terserah kamu deh, Sophia. Kamu mah anaknya gak mau ngalah." "HAPPY BIRTHDAY!!!" Tiba-tiba lampu kembali dinyalakan dan muncul Jenny dengan Dimas selaku orang tuanya Omar. Tepat pukul 12, kedua orang tua ini melancarkan aksinya. Begitu niat, mereka memakai topi ulang tahun seperti anak kecil. Jenny membawa kue ulang tahun untuk Sophia, sedangkan Dimas membawa dua topi ulang tahun. "Pakai topinya dulu ya, cantik," ujar Dimas, memakaikan topi ulang tahun untuk Sophia. Kemudian beralih ke Omar, "pakai topinya juga ya, ganteng." 3! 2! 1! Lagu selamat ulang tahun dinyanyikan oleh keempat orang yang tidak lagi muda ini. Begitu riang, bertepuk tangan bersama-sama, hingga waktu berlalu begitu cepat dan sudah waktunya tiup lilin. Lilin yang ke-25 tahun. "Make a wish dulu, sayang," Jenny menyuruh Sophia berdoa dulu sebelum meniup lilin ulang tahun. Sophia memejamkan matanya, berkata dalam hati permintaan apa yang ingin dikabulkan di usianya yang 25 tahun ini. "Tuhan, kalau memang Nevan bukan jodohku tahun ini, maka jangan jodohkan dia dengan cewek lain. Tapi tahun depan, dia harus jadi jodoh aku. Titik." Setelah mengucapkan permintaannya dalam hati, ia meniup lilin yang menyala itu hingga padam. Riuh tepuk tangan dadi Omar dan Dimas memenuhi ruangan. "Potongan pertama untuk siapa?" Tanya Dimas. Sophia memperhatikan mereka satu per satu. Ia terenyuh, "kalau diingat-ingat, sampai sekarang aku masih tidak menyangka bisa sedekat ini dengan keluarga ini. Aku mendapatkan banyak kasih sayang dari mereka, tanpa aku memintanya. Sampai aku tidak tahu mau membalas mereka dengan apa," batinnya. "Potongan pertama untuk kalian bertiga. Aku tidak bisa memilih salah satu di antara kalian bertiga." Sophia mulai memotong kue dan menyuapi Jenny terlebih dahulu, kemudian beralih ke Dimas dan berakhir di Omar. "Kamu mau hadiah ada dari aku?" Tanya Omar. "Aku bakal kabulin deh, apapun itu." "Aku mau jadi sekretarisnya Nevan. Sehari aja tidak masalah, Om." *** "Omar, cepetan ke kantor aku! Sophia goda aku mulu nih!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN