2. Dunia Sudah Gila

2260 Kata
Tercatat, rumah Semesta saat Wala masih pakai baju putih-abu. Berangkat sekolah pakai jaket Dilan, pulangnya cuma kaus tanpa seragam. Iyes, jaketnya raib dihibahkan ke ayang nomor sekian, lalu seragam putihnya dilepas demi meningkatkan persentase keren di mata para ciwi 2023, seragam itu Wala masukkan ke dalam tasnya. Kata Wala, ini stylish. Dampaknya buruk bagi kedamaian dalam rumah Semesta. Sebab habis itu, ketika mami tahu jaketnya sering gaib, omelan macam ibu tiri sepanjang jalan kenangan memenuhi tiap rongga kediaman Semesta. Wala langsung ngibrit masuk kamar. "Papi, tuh! Tengok anaknya! Duh, dapet gen dari siapa, sih, dia? Kemaren sweter yang nggak dibawa pulang, sekarang jaket, dia pikir belinya nggak pake uang? Mahal pula!" Kedengaran sampai sini, Kawan. Wala kunci pintu kamar, lalu rebah dengan santuy di kasur empuk beranjang jati usia nenek moyang. "Wala!" Teriakan papi. Ramailah sudah. "Jangan mentang-mentang belinya pake uang sendiri, terus tiap apa-apa yang kamu beli, habis disumbangkan ke betina-betina kamu itu, ya! Awas. Papi pecat nanti." Dalam kamar, Wala cebikkan bibirnya. Tahu saja papi soal kelemahan Wala. Pecat, cui! "Iya, Pi! Besok-besok nggak kasih jaket lagi!" "I-phone juga jangan asal pinjamin ke cewek, Wala. Nanti diwaris!" Allahu! Mami pelit banget, padahal Wala sedang menerapkan gaya hidup dermawan. By the way, walau masih SMA, tetapi Wala sudah bekerja. Tentu, di studio papinya. Berkat keberlimpahan paras rupawan yang Tuhan beri kepada papi dan mami hingga Wala sebagai buah hati mereka memiliki tampang rupawan juga. Alhasil, Wala gantikan papi di depan kamera. Beruntungnya dia, bakat papi pun mengalir deras dalam DNA-nya. Bicara soal cewek, Wala pakarnya. Di podcast biasa Wala ambil materi tentang per-cewek-an. Misal, kalau cewek bilang terserah, artinya cowok harus ... blablabla. Kalau cewek nanya soal A atau Z, boleh jadi cewek itu sudah tahu jawabannya, dia cuma ngetes si cowok jujur dan terbuka apa nggak. Pun, masih banyak pembahasan lainnya. Meski mereka yang menonton podcast-nya 99% untuk lihat wajah rupawan Wala yang tidak humaniawi, berdasarkan isi komenan di Youtube yang bunyinya: Huaaa, Kak Wala ganteng banget, plis! "Mau ke mana lagi?!" Alamak! Vokal mami galak sekali, berikut tatapan garangnya saat melihat Wala melintasi ruang keluarga. Wala nyengir. "Wala main, ya, Mi." "Nggak boleh!" Mami langsung berdiri, merampas kunci motor Wala. "Yah, Mi. Penting. Plis?" "Nggak, nggak. Balik kamar, kamu!" Begitulah Cakrawala saat SMA, tanpa terasa kini Wala sudah wisuda. Banyak sekali bunga yang dia dapatkan dari kaum Hawa. Namun, di hari wisudanya, siapa sangka dua pipi Wala kena tampar secara berkala dari ayang-ayangnya. s**t! "Baru kena batunya dia," celetuk Adit. Sekarang sedang nongki di rumah Agil, biasa. Basecamp mereka. Agil letakkan es teh berikut keripiknya di teras. Di dalam Flora sedang tidur bersama ibunya. Makanya, sekarang mereka duduk di teras. Soalnya, pasti akan heboh. "Itu baru pipi, Wal. Baru azab ringan istilahnya, belum tahap berat. Jadi jomlo berkarat, misalnya?" "Amit-amit, anjir. Omongan lo jelek banget, Gil." "Justru itu. Lo kalo mau diceletukin yang baik-baik, tingkah lo dibikin baik juga, Wala Ganteng. Stop mainin cewek, ambil satu dan lo seriusin yang itu. Nih, kayak Arief. Tahun depan jadi merit, kan, Rief?" "Jadi, dong." "Adit bahkan udah lamaran, ya, Dit? H min berapa nih menuju hari H?" Agil si kompor meleduk. Wala berdecak. "Padahal kalian tuh cowok, tapi kenapa pada demen nikah muda? Apa nggak sayang masa mudanya ke-crop sama urusan rumah tangga? Kayak si Agil aja lagi. Yang lain bersenang-senang, dia mah sibuk gantiin popok anaknya." "Jangan sekata-kata, Wal. Soal popok anak gue mah, nggak jadi bapak rumah tangga pun lo ngelakoni, kan?" Anjrit! Diledek dong dia. Wala berdecak. Seperti itu kehidupan Wala sebelum endingnya ... 36 tahun usia Wala, sampai detik ini statusnya masih available, berkebalikan dengan masa muda yang wanitanya ada di mana-mana, siapa sangka dia masih perjaka. "Gila, gila! Anak gue udah tiga, lo nanem benih aja belum. Nyari istri sana!" Pedih banget memang ucapan Agiludin. Si paling sadis, langsung jleb ke lubuk hati terdalam, Wala yang di-notice pun berdecak. "Lo pikir nyari istri kayak nyari keong di sawah, tinggal comot? Nggak, Gil. Ini lebih sulit dari mencari jarum dalam tumpukan jerami." "Lebay, lo. Kalo susah, buktinya kita aja udah pada nikah." "Tapi lo cerai, kan, Rief?" "Cangkemmu, Wal. Jahit!" Arief tidak terima. Meski itulah kebenarannya. Arief sudah bercerai, tetapi sudah menikah lagi dan dikaruniai seorang putra kembaran wajahnya. Oke. Cuma Wala yang jomlo, dia juga nggak paham kenapa nasibnya jadi demikian. Para mantan bahkan sudah sombong sebar undangan, lalu update foto ayang, tak lupa anak-anak mereka di i********:. Bahkan si ompong--teman masa kecil Wala sudah punya anak SMP juga. Wala? Tuhan sedang memberinya ujian, seakan tak cukup hanya dengan memberi Wala teman rasa cobaan macam Agil, Adit, dan Arief. Belum lagi orang tua rasa karma, bisa-bisanya tiap pagi mami nagih cucu, padahal tahu status legend Wala di usia 36-nya, juga papi yang nyindir secara berkala membanding-bandingkannya dengan Bang Guntur dan Bang Langit, bahkan Bintang sudah punya anak dua. Iya, Wala dilangkahi. Makanya, Wala malas di rumah. Seringnya ngungsi di kediaman Agil demi menjaga kesehatan mentalnya. Ah, mami dan papi berisik terus, sih. "Om Wala, Baskin Robbins aku mana? Katanya kemaren janji mau beliin itu?" Siapalah dia, kalau bukan putri sulung Agil dan Syakira, si paling cerdas dalam menguras dompet dan kesabaran Wala. "Waduh. Beli sendiri, ya, Ra? Ini Om kasih uangnya aja." Flora. "Oke. Dua kali lipat, ya." Bangke. "Anak lo nih, Gil. Tuyul macam apa yang zalim sama majikannya!" "Hush!" tegur Agil. "Cantik gini dibilang tuyul." Membuat Flora memelet-meletkan lidah kepada Wala, merasa dibela dia. Adit dan Arief tertawa. "Lo salah, Wala. Lo bukan majikannya, justru lo itu manusia yang dirampok sama--oke, gue mingkem." Agil sudah melotot soalnya. Enak saja putri cantiknya disamakan dengan makhluk seharam tuyul dan bangsanya. Arief cekakak weka-weka mendengar ocehan Adit dan melihat respons Agil barusan. Wala? Jelas, dia rogoh saku dan berikan uang lembaran merah kepada putri sobatnya. "Awas lo, bocah!" "Biar bocah gitu dia udah bisa ngehasilin bocah, lo jangan salah," celetuk Adit. "Syakira! Bawain golok, Sayang. Sini! Ada manusia yang rindu disunat kayaknya." *** Dulu .... Tepat di hari pernikahan sang kawan, Wala yang baru lulus SMA tentu punya banyak gandengan buat dia ajak kondangan, dia tinggal milih. Well, Cakrawala memang anak Alam yang paling tampan, makanya dia selalu jadi pusat perhatian. Namun, ada mitos mengatakan bahwa dalam sebuah perkawanan, biasanya yang paling ganteng atau cantik itu menikahnya pasti paling akhiran. Tapi tentu, itu cuma mitos dan Wala tidak percaya. Buktinya, banyak juga orang tampan menikah lebih awal di dalam sirkelnya. "Akhirnya ... pecah telor juga lo, Gil. Selamat, ya! Syakira juga, selamat!" Itu Arief. Salam-salaman dengan pengantin. "Habis ini kalian nyusul, ya," sahut Syakira, memang kenal dengan teman-teman suaminya. Yeah, maklum, Agil dan Syakira adalah pasangan legend di dunia pertemanan Wala and the geng. "Woyajelas, Sya! Nih, Wala mau nyusul kalian bulan depan. Ya, gak, Wal? Din?" kata Adit, teruntuk Wala dan pasangan yang dibawanya ke situ. Dinda. Si Dinda mesem-mesem. Wala cengengesan saja. "Gak yakin gue kalo Wala duluan yang mau nyusul." Agiludin memang si paling blak-blakan. "Besok juga ceweknya ganti. Din, ati-ati. Mending lo cari cowok yang baik-baik aja, deh. Jangan Wala, dia belum tobat soalnya." "Woi, woi!" Wala sewot. "Jangan didengerin, Yang. Dah, mending kita prasmanan aja, yuk!" Sambil Wala gandeng tangan Dinda. Agil cuma mencibir, sedang Arief dan Adit tertawa. Itu siangnya, belum sore, tepat di mana saat Wala sudah mengantar Dinda pulang, dia balik ke hajatan, tentu saja Wala jadi kang jaga tamu bersama Adit dan Arief. Biasa disebut pagar ayu kalau ciwi-ciwi yang berperan, nah kalau cowok kayak mereka ini, apa sebutannya, ya? "Kenapa lo liatin Syakira mulu, naksir?" Wala geplak lengan Arief. "Satu-satunya cewek yang gak bakal gue incer di sekolah kita dulu, ya, Syakira, bege!" "Alah .... Terus ngapain sekarang lo memandang bini orang segitunya, Wal? Sebelum jauh pandangan lo, gue ingetin, Syakira itu istrinya Agil, sobat lo. Tuh, baru ijab kabul tadi pagi mereka. Sekarang lagi sibuk jadi pajangan di pelaminan," tukas Adit. Wala berdecak. "Atau lo jadi kepengin nikah kayak Agil sama Syakira, Wal?" "Gaklah. Masa muda jangan disia-siakan, Kawan! Nikmati dulu sebelum nanti kehidupan yang bebas dan sejahtera ini punah tergerus nikah!" "Lo masih mau seneng-seneng, ya, Wal?" "Nah, itu lo paham." "Sampe Agil punya anak gadis." Arief cekakak weka-weka. "Bisalah, bisa!" sahut Wala, tertawa lagi. "Lucu kali, ya, kalo di antara kita nanti bukannya berbesan, malah bermantu-mertua?" "Amit-amit. Semoga bukan gue," sahut Adit. "Gak ada lucunya, anjim. Berasa nikah sama anak sendiri entar." Ya, gitu. Wala terbahak. "Canda doang, elah!" Sampai waktu bergulir hingga tiba di mana satu per satu dari empat sekawan itu menyusul Agil dan Syakira duduk di bangku pelaminan. Pernikahan dilanjut dengan Arief dan wanitanya saat itu. Dua yang sold out, dua pula yang available. Seperti biasa, di hari nikahan sobatnya, Wala gandeng perempuan. Kali itu pacar Wala nggak banyak, serius cuma 1, tetapi dedek gemes yang menjadikan dirinya crush mereka ada 3. Oh, bukan Dinda namanya. Benar saja hubungan Wala dan perempuan itu berakhir putus. Wala mudah bosan soalnya. Selain itu, gonta-ganti pasangan memang kesenangan baginya. Agak sulit diinsafkan. "Fix, abis gue ... Wala!" celetuk pengantin. Soalnya Adit nggak kelihatan sedang dekat dengan wanita, Arief yakin di perkumpulannya next yang menikah adalah Cakrawala. Ya, Wala juga sempat berpikir begitu. Meski belum insaf, tetapi jumlah pacar 1 dan 3 gebetan itu sebuah rekor mulia dalam hidupnya. Pun, dia mulai merasa tertarik untuk menyeriusi salah satu dari mereka. Tadinya. Sebelum di kemudian waktu, Aditlah yang menikah lebih dulu, meninggalkan Wala seorang di antara mereka yang jomlo pula saat itu. Rekor terbaru! Di saat teman-temannya datang ke acara Adit bersama pasangan halal, cuma Wala yang sendirian. Kok, ngenes? Oh, tidak. Dia sedang mensterilkan hati. Sengaja, Wala mau tobat. Dia mulai ingin serius terkait kisah asmaranya. Yang untung saja, di nikahan Adit, Wala nggak ngenes-ngenes amat. Ada Agil yang membawa putri lucunya, membuat Wala rusuh dan dia ambil alih Flora ke dalam gendongannya. Oke, sip. "Nih, gue juga bawa cewek," katanya. Agil mencibir. "Nggak kalah sama lo, Gil. Cakep nih cewek gue," imbuh Wala lagi, memamerkan Flora kecil kepada bapaknya sendiri. "Sejak jumlah pacarnya nol, Wala jadi kurang sehat. Dimaklum, Gil. Efek jomlo. Haha!" tukas Arief, dia gandeng istrinya. "Jadi, kapan mau nyusul, Wal? Gue udah duluan, nih," sarkas Adit. Wala mencebik. "Santailah. Calon gue masih bocil ini." "Heh, Bambang! Jangan sekata-kata lo, jadi jodoh anak gue beneran, nangis lo entar!" semprot Agil. Langsung kena tegur Syakira. Nggak boleh bilang gitu katanya. "Yang ada lo kali, Gil, yang nangis. Dapet mantu yang seumuran ... ngeriii!" Arief terbahak. Wala cuma berdecak. Tak lama, dia senyum sama Syakira dan bilang, "Maaf, ya, Ukhti. Gue cuma bercanda. Nih, gue balikin anak lo." Tahu diri, Wala serahkan Flora kepada Agil, nggak mungkin dia serahkan anak itu ke Syakira. Bisa-bisa Agil ngamuk entar karena pasti tercipta skinship. Begitulah, dulu. Pun, ada saat di mana Wala, Agil, Adit, dan Arief berkumpul setelah pernikahan itu. Tentu, bahasannya nggak jauh-jauh dari jodoh Wala. Beberapa hari setelah Lebaran Idulfitri. "Lo kapan nikah, Wala?" Mendeliklah matanya, Wala mencebik. "Nikah terus yang diomongin!" "Serius ini. Mau gue kenalin, gak, sama--" "Mantan gue banyak, lintas jejak percewekan gue mumpuni, gak usah nawar-nawarin seakan gue gak laku, ya. Santai. Ini emang belum waktunya aja gue nikah." "Masalahnya gue gatel ini pengin bahas soal anuan, tapi merasa berdosa kalo di antara kita ada yang belum ngerasain enaknya." "Apa, Dit?" Arief cengar-cengir. "Jangan, jangan. Kasian Wala," tutur Agil. Namun, rautnya sungguh mengejek. Sial. Memang cuma Wala yang masih suci, mereka penuh ... pahala! Eh, tapi setidaknya Wala pernah nonton yang iya-iya, jadi walau nggak tahu betul senikmat apa, dia paham sedikit terkait sensasinya. "Tinggal bahas aja, dibahas juga gue gak bakal mupeng, santai!" "Ah, yang bener?" Arief juara kompor meledug di antara mereka. "Nanti malah lo jajan jajanan haram lagi." "Cangkem lo, ya, Rief." Wala lemparkan bantal sofa. Oh, sedang kumpul di rumah Agil. Basecamp sejak SMA. Yang mana saat itu, terdengar suara kang jual tahu bulat lewat. Seketika langkah kaki bocil datang mendekat selepas suara teriakannya dari luar terdengar hingga ke dalam. "ABANG, TUNGGU! AKU MAU!" Satu .... Dua .... "PAPA!" Datanglah bocah itu. Flora. Semula sedang asyik main tanah di luar, ngibrit masuk rumah dan langsung minta uang buat jajan. Beuh! Nggak dikasih, dong, sama Agil. Wala geleng-geleng kepala. "Bapak macam apa lo, Gil? Tahu bulat doang gak dijabanin. Flora, sini, Sayang, sama Om!" Bukan yang pertama, ini sering terjadi, tiap kali Flora minta jajan atau apa pun menyangkut uang, nggak dikasih sama papa dan mamanya, maka Walalah yang turun tangan. Percayalah, maksud baik Wala justru kena omel Agil yang katanya, "Ngapain diturutin, Wala Ganteng? Plis, stop manjain anak gue. Syakira sama gue sengaja buat gak nurutin semua yang Flora minta, eh, lo malah ancurin semua tujuan kami." "Apaan, sih? Lebay." Agil mendelik. "Ya udah, sih, Gil. Biarin aja. Suka-suka Wala. Tinggal nanti kalo dia dapet akibatnya, lo tinggal ketawa. Angkat tangan aja," tukas Adit, haha-hehe. "Maklum, belum jadi bapak, jadi belum paham," imbuh Arief, meledek Wala. "Justru karena gue udah anggap Flora kayak anak gue sendiri, makanya gue manjain. Toh, kalo anak Adit sama Arief minta jajan ke gue juga pasti gue kasih, kok. Gak dibedain. Cuma emang anak kalian gak pernah diajak kumpul gini, sih." Agil juga nggak ngajak Flora saat kumpul geng, sih. Namun, karena lokasinya sering di rumah Agil, ya, jadi ... begitulah. Saat itu. Panorama Flora Pandora yang katanya Wala anggap sebagai anak sendiri. Iya, bisa dibayangkan, kan? Segila apa Cakrawala Semesta Raya di kala dia sebut nama itu dalam sebaris kalimat .... "Saya terima nikah dan kawinnya Panorama Flora Pandora binti Agil ...." Detik itulah kisah ini dimulai. Dan sepertinya bukan cuma Wala yang gila, tetapi ... DUNIA JUGA GILA!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN