1. Cakrawala Semesta Raya

1337 Kata
"Mami! Bang Walanya, nih, nakal!" Berisik! "MAMIII!" Yang mana di situ Nirwana memukul badan Wala dengan boneka barbie hasil mutilasi Wala tadi. "AWAS, KAMU! MAMIII! BANG WALANYA NGGAK MAU MENYINGKIR!" Duh, Gusti. Tetangga bisa geger kalau Nirwana teriak-teriak terus kayak gini. Yang Wala julurkan lidahnya, lalu melenggang, tepat saat itu Nirwana melempar kepala buntung milik barbie-nya, tetapi meleset, hampir mengenai betis Wala. Dasarnya Wala memang jail, dia melet-melet, nggak afdal kalau nggak jail, Wala pun luncur ke kamar setelah mengusili adiknya yang satu ini. Oke, sip. Nirwana nangis, detik itu barulah suara mami menggelegar terdengar. "CAKRAWALA!" Yap! Wala. Dan itu dulu, waktu Wala masih unyu, belum tergerus waktu dan belum tertimpa beban hidup sampai akhirnya sekarang Cakrawala tumbuh dengan tetap tampan, tetapi sedikit sableng kalau kata papi. Iya. Kenalin, ini Cakrawala. Disebut Wala biar lebih simpel. Anak nomor wahid dari gen mami, katanya, dan anak nomor empat dari gen papi. Eh, eh, sorry nih sebelumnya. Wala nggak biasa sebut aku-kamu, jadi jangan kaget nanti. Aku-kamu itu terlalu unyu, dan hanya berlaku untuk para betina incaranku, katanya. Ehe! So, bicara aku-kamu ke kalian itu nggak berlaku. By the way, saat ini Wala masih SMA kelas 3, bentar lagi lulus, dan anehnya Nirwana masih saja terjebak di dunia boneka barbie-nya. Koleksi dia, yang sering kali Wala buat punah dengan memutilasi anggota tubuh para barbie itu. Gemas, sih! Kadang mikir, mau sampai kapan Nirwana begitu? Mainannya boneka terus! Untung cewek, coba kalau cowok--Bintang deh misal, adik Wala yang lainnya--andai sampai sebesar ini dia masih suka main mobil-mobilan, sudah Wala ajak buat jadi murid, Wala gurunya, untuk ganti jadi ahli mempermainkan perempuan saja. Beuh! Nggak zaman atuh main mobil-mobilan mah, hari gini zamannya manusia-manusia per-f**k-boy-an. Itu kata Wala tentunya. Soalnya, alih-alih good boy, cewek zaman sekarang ini lebih banyak yang terpesona sama fak boy, timbang yang nice boy. Nggak percaya? Silakan diteliti dengan metode kuantitatif! Nanti share jawaban ilmiahnya ke Wala. Skip! Tapi masih tentang Wala, SMA kelas 12. Beda 2 tahun sama Bintang, dan Nirwana masih SMP kelas 9. "Mi, Pi, Wala main dulu, ya!" "Udah sore!" sahut mami. "Masih jam tiga, kok." Sambil pakai helm. Papi keluar dan bilang, "Jangan pulang malem." "Siap! Pulang pagi aja. Asalamualaikum!" Motor pun melaju. Yeah, gitu, deh. Yakin, di sana papi bertolak pinggang sambil mencak-mencak. Eits! Itu sudah biasa. Oh, ya, masih tentang dia. Cakrawala. Yang dahulu kala hanya berupa embrio selepas pertemuan penuh cinta antara s****a papi dan sel telur mami, lahirlah Wala sebagai salah satu anak bangsa beban keluarga. Seperti biasa, Wala datangi rumah kawan yang sering disebut basecamp ala-ala kumpulan cowok pentolan SMA kayak Wala de-ka-ka. "Washap, Bro!" Arief namanya, dia bertos ria dengan Wala sebagai sambutan. "Yang lain mana?" tanya Wala, duduk di sofa rumah Agil. Iya, itu sobat Wala yang lainnya. Si pemilik rumah. "Lagi beli jajan sama Adit." Oke, sip. Agak minus akhlak memang, tetapi begitulah praktik dari kalimat tamu adalah raja, tuan rumah adalah babu--eh! Maaf. Well, rumah ini sepi. Sering. Makanya dinobatkan sebagai basecamp. Yang mana saat Agil dan Adit datang, ponsel Wala berdering. Jelas, telepon dari ayang nomor 7. "Iya, Sayang. Nanti aku jemput. Oke." Baru Agil ambil piring dan gelas untuk sesuguhan, ponsel Wala dering lagi. Nama ayang ke-4 muncul di layar. "Iya, maaf, ya. Malam ini nggak bisa. Kalau lusa aja gimana, Beb? Oke. Dandan yang cantik, ya, nanti." Si Ariefudin Jalalain menggeleng. Ngomong-ngomong, bukan itu nama aslinya. Seumur kenal, ber-bestie, Wala cuma hafal nama dia adalah Arief tanpa udin. "Anjir. Ayang lo ada berapa, sih, Wal? Hape lo bunyi lagi, tuh!" Adit pun tampak berkicau. Wala balas, "Monmaap, ya, Bestie. Ini aset. Semakin banyak ayang, maka semakin kaya perhatian." "Alah, yang ada lo misqueen jajanin mereka terus!" tukas Agil. Paling pintar memang. Namun, Wala nggak mau kalah, dong. "Ya, nggaklah. Mereka juga suka traktirin gue, kok. Hari ini sama si A, besok gue ditraktir si B, terus kemarennya sama si C. Miskin dari mananya?" "Anjir, lo kayak fakir aja, padahal bapak lo miliarder." Agil geleng-geleng kepala. Woyajelas, Wala mah stay kalem dan tetap happy kiyowo. "Ini, nih, buaya. Bener-bener buaya yang sesungguhnya." Arief acungkan jempol. Di situ Wala jawab, "Thanks, bangga gue disebut buaya. Asal kalian tau, ya, aslinya buaya itu salah satu hewan paling setia sama betinanya. Search aja. Mbah Gugel pun tau kalau gue ini sesetia buaya." "Serah lo, Bambang!" "Eh, eh. Bentar lagi kita, kan, lulus nih, ya. Dan denger-denger lo mau langsung lamar Syakira, Gil?" Si pasangan legend. For your information, Syakira itu pacarnya Agil sejak SD kelas 6, katanya. Sampai SMA masih jalin cinta, meski pernah putus, tetapi kembali nyambung. Akhir kisah, Agil memutuskan buat menikah. Itu yang mereka tahu. "Yakin, Gil?" "Bukan karena Syakira udah bunting, kan, anying?" Maaf, bahasa mereka terlalu tidak budiman untuk dibaca semua pihak. Wala pun ikutan kepo. Salah satu sohibnya ada yang mau kewong. Eh, merit maksudnya. "Berdosa banget lo suuzan sama bestie! Apalagi Syakira, dia mah ukhti. Yang jelas, gue yakin banget buat segera halalin dia. Semakin cepat semakin baik, mempertipis dosa zina. Hehe." "Gigi lo tiga belas!" Itulah awal mula di mana seonggok daging yang diberi nama Panorama Flora Pandora--kadang pengin Wala ubah itu nama, masa bayi seunyu ini diberi nama setidak estetik itu oleh ibu dan ayahnya--telah lahir ke dunia yang super fana. Bukannya jelek, ya. Hanya saja kurang pas menurut Wala ukuran nama anak di zaman modern ini. Bagus, memang bagus. Namun, kurang pas saja di lidah, terasa aneh. Tapi artinya dalem kalau kata Agil. "Buset. Anak lo ngompol, Gil!" "Haha, emang enak! Mau kencan malah bau pesing lo, Wala. Siandeloh!" ledek Arief. Yo'i. Mereka sedang kumpul di rumah Agil, sekalian menjenguk dedek bocil. Sudah bisa duduk saja lagi sekarang. Panorama Flora Pandora super cantik. Biasa Wala sebut dengan Flora. Kalau-kalau Wala bahas putri Agil saat di rumah Semesta, papi pasti bilang, "Namanya keren. Panorama itu berarti pemandangan alam yang bebas dan luas, sedang Flora adalah segala macam tanaman, dan Pandora merupakan wanita pertama yang diciptakan dalam mitologi Yunani." Wala sampai mengerling. Papi suka sama nama itu, sedang Wala tidak. Tapi, ya, bodoh amat, yang penting bukan nama anaknya. Oke, skip! Kembali ke saat ini di rumah Agil. "Popoknya ada di sofa, kan? Pakein. Gue sama isrti tanggung lagi masak pedesan ayam. Salah kalian yang bertamu malah nyuruh kami masak!" "Lho? Nyalahin kami? Itu, kan, justru rezeki, Gil. Kalo mau disalahin, salahin tuh bakat kalian. Bisa-bisanya jago masak. Pantes restoran ayam lo laris manis tanjung kimpul!" Iya, makanya mereka suka datang sekadar untuk menikmati masakan Agil dan Syakira. Enak, Pemirsa! Restorannya mau tembus bintang tujuh kayak puyer. Mereka pun tidak menolak, meski tak jarang Agil misuh-misuh. Kalau Syakira, sih, yang penting Floranya dijagain, ya, dia oke-oke saja. Betul! Seperti sekarang. Wala mau nggak mau memasangkan popok itu kepada ponakannya di kasur. Sedang mengoceh sendiri sambil emut-emut jari. Yup! Anak Agil dinobatkan sebagai keponakan bagi mereka, para omnya Flora. "Astaga, imut bat anak lo, Gil! Gak mau nambah, apa?" "Boleh gue bawa pulang nggak, Gil?" "Bungkus aja, elah. Mumpung Agil ini yang jadi bapak." Adalah Arief, Adit, dan Wala. Ketiga om Flora sedang menonton kegemasannya. Di dapur, Agil menyahut sinis. "Yang ada tuh kalian nyumbang kawan main buat Flora. Nikah sana! Udah pada berumur, kan?" "Si paling berumur," sahut Adit. "Apaan! Tahun depan gue baru mau sweet seventeen, ya!" tukas Wala. Dia cubit gemas pipi Flora. "Gil, anak lo gue cium boleh, ya?" "Pala lo gue pisah dari batangnya kalo berani kisseu-kisseu anak gue!" Cepat-cepat Agil menyahut sambil bawa pisau beserta ancaman sadisnya. Paham. Kepala yang bawah, kan? Arief terbahak. Punya teman tidak ada yang waras, kesemua otak mereka isinya kurang satu ons. Harap maklum. Bicara-bicara, mereka itu sekarang umurnya serentak 20 tahun. Anak Agil pas 1 tahun bulan ini, baru dirayakan minggu kemarin ultah perdananya. Iya, Agil merit usia 18. Punya anak tepat di anniversary yang ke-1. Bisa dibilang tokcer peluru tempurnya hingga bayi bernama Panorama Flora Pandora ini lahir memeriahkan perkawanan mereka. Namun, yang jadi masalah, kenapa di masa depan bayi yang pernah ngompol di pangkuan Wala itu, metamorfosis menjadi istrinya? Apa ini masuk akal?!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN