Efek Alergi

1694 Kata
Pak Rektor itu dibawa ke klinik Universitas oleh bantuan beberapa pria disana. Shalsha bingung, dia harus pergi kesana atau pulang saja? bisa berabe kalau orang-orang tahu dirinya adalah istri sang Rektor. Shslaha enggan menghancurkan gelar tertinggi Danu yaitu “Bujang Lapuk.” Tapi…., dia khawatir pada dirinya sendiri. nanti dimarahi Mama kalau tidak mengurus anaknya dengan baik. Jadi Shalsha melangkahkan kaki ke klinik Universitas. “Gimana keadaan Pak Rektor, Pak?” “Eh? Siapa ya?” “Saya yang nemu Pak Rektor pas pingsan tadi. Khawatir juga saya, jadi kesini. Gak papa ‘kan?” “Masih diperiksa sama dokter, Neng.” Untungnya, klinik Universitas memiliki 3 dokter dan tenaga kesehatan yang lengkap. Shalsha ikut duduk menunggu bersama dua pria lainnya. “Neng pulang saja, kami yang jaga kok.” “Gak papa, Pak. Saya penasaran, sekalian ya khawatir juga.” Baru juga pria tua itu hendak bicara, sang dokter lebih dulu berucap, “Bapak sudah stabil ya. Beliau sepertinya alergi terhadap sesuatu. Ada keluarga yang bisa saya temui tidak?” “Saya hubungi keluarganya kalau begitu,” ucap pria disampingnya. Shalsha panic. “Jangan, Pak! Kemarin saya pas ketemu sama Pak Danu beliau ngeluh lagi gak enak badan dan gak mau bikin keluarganya khawatir. Mungkin ini juga baiknya gak perlu dikasih tau.” “Neng, Pak Rektor hampir sekarat. Ini butuh keluarganya.” Perawat lebih dulu datang. “Bu Dokter, Pak Rektor sudah bangun.” Sontak saja sang dokter ikut masuk kedalam bersama dua pria yang mengantarkan, juga Shalsha yang penasaran. Dia berdiri paling belakang melihat dokter memeriksa Danu. “Kayaknya tadi saya gak sengaja makan ikan tenggiri pas makan siang,” ucap Danu memberi penjelasan. “Perlu dirujuk ke Rumah Sakit tidak?” “Alhamdulillah tidak, Pak. Peralatan disini masih memadai. Bapak sementara disini dulu, nunggu keluarga jemput ya. nanti saya resepkan obatnya.” “Gak usah hubungi keluarga saya. Saya bisa sendiri,” ucap Danu dengan tegas. Dokter itu pamit pergi untuk menangani pasien lainnya. Danu melirik pada Shalsha yang ada di ruangan itu juga. “Pak Danu, saya antarkan pulang kalau begitu. Hawatos dijalannya takut kenapa-napa. Bapak sendiri kan masih lemas.” Danu baru sadar ada orang lain di ruangan itu. “Gak papa, Pak. Nanti saya pulang sendiri saja.” “Duh jangan, Pak. Biar diantarkan saja.” Namun Danu tidak menjawab dan tetap menatap Shalsha yang sedang berucap tanpa suara, “Suruh mereka anterin biar aman.” Danu memicingkan mata, itu perempuan bicara apasih? “Loh, Neng? Kok masih disini?” pria tua itu sadar Shalsha ikut masuk kedalam. “Maaf, Pak Rektor. Dia ini mahasiswa yang tadi nemu bapak tidak sadarkan diri.” “Saya Adsos di FISIP, Pak. Bukan mahasiswa,” ucap Shalsha malu-malu. “Oh saya kira mahasiswa. Gak papa, Neng pulang aja. Biar Pak Rektor sama kita.” Shalsha menoleh pada Danu yang menggelengkan kepala pelan. Pertanda tidak ingin ditinggal? Tapi, Shalsha sedang malas mengurus Danu. “Yasudah, saya tinggal ya, Pak.” Kemudian menatap Danu. “Pak Rektor, lekas sembuh. Mari, Pak. Assalamualaikum,” ucapnya melangkah pergi dari sana. Ya nantinya akan terasa aneh kalau Shalsha menetap disana, mereka berdua pasti akan bertanya-tanya juga. Jadi sebagai gantinya, Shalsha membeli beberapa bahan makanan yang bagus untuk memulihkan tenaga Danu. Bahkan masuk ke kamar suaminya untuk menyalakan aroma theraphy. Ini bukan pertama kalinya Shalsha masuk ke kamar Danu, jadi tahu beberapa tempat penting pria itu. Sampai Shalsha menemukan sebuah foto dibawah buku. Itu foto Danu dan Tatiana sedang berlibur di Pantai. Danu memeluk Tatiana dari belakang dengan selimut menutupi tubuh keduanya. “Pait banget. Cuih,” ucap Shalsha kesal. Mumpung tidak ada orangnya, sedikit menjahili tidak apa-apa kan. **** “Nggak apa-apa, Sayang. Ini dijalan pulang kok,” ucap Danu menelpon sang kekasih. “Iya, diantar sama Senior ini. oke. Hati-hati dijalannya. Jangan sampai ngebut. Gak usah mampir kalau gak keburu. Aku udah baik-baik aja kok.” Terpaksa Danu mengangkatnya karena Tatiana menelpon. Jadilah ada oranglain yang mendengar percakapan mereka. Pria yang menjadi kepala Staff Administrasi Sumber Daya Manusia itu tersenyum mendengar percakapan sang Rektor. “Masih sama Bu Dokter ya, Pak?” “Iya, masih sama.” Ini alasannya ingin menutupi pernikahan dengan Shalsha. Ada beberapa staff yang pernah melihat mereka jalan-jalan bersama yang kebetulan pasien Tatiana juga. Lagipula, yaa Danu tidak tertarik dengan Shalsha. Mempublikasikan pernikahan merekapun tidak akan berdampak apa-apa. “Terima kasih ya, Pak.” Danu sampai di apartement. Begitu masuk, aroma masakan yang enak langsung masuk ke hidungnnya. “Masak apa?” “Eh, udah pulang aja. wajahnya udah gak kayak Krisna lagi sekarang ya?” Danu berdecak. Sudah lelah dengan kalimat aneh yang keluar dari mulut istrinya. “Kamutuh diminta buat diem disana, kenapa malah ninggalin saya?” “Ya mikir atuh, Bapak. Kalau saya stay disana, nanti mau ngapain? Saya gak bisa nyetir. Ditambah lagi orang-orang bakalan curiga. Terus kalau saya tetep disana, nanti gak ada yang masak dan nyiapin segala sesuatu disini.” Saat Danu hendak membuka mulut untuk menanggapi, Shalsha lebih dulu berucap, “Udah sana masuk ke kamar terus mandi. Jangan lama mandinya, langsung makan terus minum obat. Mana obatnya?” “Ini.” memberikan pada Shalsha. “Kenapa kamu minta? Emang kamu alergi?” “Bapak udah tua. Saya takut Bapak lupa makannya saya yang pegang.” Danu menurut saja dan pergi ke kamar. Aroma theraphy membuatnya tenang, air hangat sudah disiapkan bahkan pakaiannya juga. Wah, ternyata enak juga ya punya istri. Beres mandi, Danu langsung ke ruangan makan dan melihat banyak sekali menu yang Shalsha buat. Untungnya sekarang porsinya pada kecil. “Makan, Pak. Yang banyak. Habisin juga.” “Kamu kebiasaan suruh saya habisin. Kamu juga lah. Emang saya minta kamu buat masakin sebanyak ini?” “Yaudah,” ucap Shalsha dengan tenang. “Piring ini, ini, ini sama ini, biar saya yang makan. Bapak sisanya.” Danu diam. “Jangan dong, saya juga mau yang ini. maksudnya yang adil gituloh. Gimana sih kamu?” Kalimat terakhir persis sekali seorang dosen yang kesal pada mahasiswanya karena tidak paham-paham. Kali ini Shalsha yang mengalah. Kasihan suaminya sedang sakit, kalau marah-marah terus nanti darah tinggi. Kan tidak lucu kalau Mama Mertuanya mendapati Danu lebih banyak penyakit setelah menikah. “Pak, lain kali periksa dulu makan siangnya. Jangan main lahap aja.” “Hmmm,” jawabnya singkat. “Jangan maen hape kalau lagi makan. Bisa kan?” Danu tetap mengetik pesan. “Pak, suruh pacarnya diem dulu. kan lagi makan ih.” “Saya lagi chattingan sama Mama saya. Kenapa kamu ngira pacar? Cemburu ya?” Tanpa ragu, Shalsha… “Hoekkk.” Membuat ekspresi muntah yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Danu. Shalsha terkekeh. “Ini keselek bayam ih, suka soudzon gitu mukanya. Udah makan lagi, habisin juga.” Menatap layar ponselnya lagi dan…. “Mama mau dateng.” “Hah? Kenapa tiba-tiba? Ih saya belum mindahin barang tau! Kok bisa Mama tiba-tiba kesini?” “Ck, gak usah berisik, tinggal pindahin aja kan bisa.” “Kenapa Mama mendadak kesini? Biasanya juga konfirmasi dulu soalnya takut ganggu pengantin baru.” Dengan malas, Danu berucap, “Saya kasih Mama foto obat. Dia langsung tahu kalau saya kena alergi lagi.” “Ihhh! Napa juga iseng banget ngirim foto sama Mama Isla. Kan saya harus pindahan mendadak,” ucapnya mengomel. Danu menatap tajam bibir itu, yaampun dia ingin sekali menjepitnya menggunakan jepitan jemuran. *** Shalsha menahan senyumannya, meskipun Danu sudah 36 tahun, tapi pas sakit dia masih saja diperhatikan layaknya anak kecil. “Mama pegang lagi sini.” “Mah, udah ah. Geli dipegang-pegang sama Mama.” “Yang sopan ya, Danu. Kamu hamil dirahim Mama,” ucap sang Papa menatap tajam anaknya tersebut. “Pah, jangan gitu ih. Anak lagi sakit.” Kali ini Mama Isla membela. Dia menatap kembut sang anak. “Mana yang sakit?” “Gak ada, Ma. Udah ah.” Kalau seperti ini, Danu jadi malas membalas pesan. Padahal tadi Mamanya bertanya sedang apa, lalu rencana dengan Shalsha mau bagaimana, program kehamilan apakah mau ikut atau tidak. Mama Isla marah-marah ketika pesannya tidak dibalas, jadi Danu mengirimkan foto obat guna membuat sang Mama diam karena dirinya sedang sakit. Tapi sekarang malah datang. “Pah, diminum dulu ini.” shalsha datang dengan nampan. “Yang ini buat Mama.” “Ih apaan kamu repot-repot. Mama bukan tamu ya, Sha. Biarin aja gak usah dilayanin. Kamu gimana sih.” “Itu teh herbal, Ma. Bagus buat kesehatan juga. Udah diracik sama beberapa rempah, enak kok manis,” ucapnya duduk disamping Danu. Kesempatan saat Shalsha didekatnya, Danu merangkul pinggang perempuan itu, yang langsung mendapatkan tatapan maut disertai senyuman. “Enak banget, Sha. Danu juga suka dibikinin?” “Iya, ma. Sama s**u juga biar tulangnya kuat.” “Oh iya, Danu kan udah mau 40. Tuhkan udah tua, jadi mending sekarang aja deh program kehamilannya ya?” Mama Isla menatap dengan memohon. “Lagian kalian udah akur gitu. Kenapa ditunda-tunda?” “Maa, kita baru aja nikmatin kebersamaan.” Danu protes. “Kan makin rame kalau ada anak, Dan. Biar kalian makin rapet juga.” Shalsha berdehem. “Belum minum obat dia, Ma. Bentar ya.” Untungnya obat yang diberikan dokter cukup banyak, jadi mampu mengalihkan perhatian sang Mama dulu. “Ini kok ada obat ini? kenapa katanya? Ini obat apa?” “Ada demam juga kan. efeknya sekarang lebih parah sih, ma.” “Kamu ini punya istri hebat masak kenapa gak minta bekal makan siang aja sama Shalsha?” Papanya mengangguk menyetujui. “Bener tuh, olahan ikan tenggiri kadang gak terdeteksi kalau udah kamu makan. Soalnya enak terus kamu telen aja. udah besok mah minta istri kamu bekal makan siang ya.” “Shalsha gak masalah kok, Pah,” ucap Shalsha buru-buru. Dia mencubit paha Danu memberi isyarat supaya tidak melawan. “Hmm, liat nanti aja. kan di Rektorat suka banyak makanan. sayang kalau gak dimakan juga.” “Ya kalau bikin kamu sekarat buat apa?” tanya Si Mamah yang sudah pusing dengan tingkah anaknya ini. TING TONG! “Biar Shalsha aja,” ucap perempuan itu melangkah menuju pintu. Melihat layar monitor dan kaget. Itu Tatiana. “Siapa, Sha?” tanya Mama Isla melangkah menuju dapur yang ada didekat pintu masuk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN