seragam SMA

1331 Kata
Meja makan itu dipenuhi puluhan piring lauk. Tiga periuk nasi dan gelas-gelas yang diisi air putih. Ada satu teko besar jus di bagian tengah, sengaja disiapkan untuk pencuci mulut. Sayangnya, limpahan makanan itu tidak sebanding dengan jumlah orang yang ada di bangku-bangku meja. Hanya ada tiga orang, terdiri dari Ny Rose, sang suami juga mertua laki-laki. Ketiganya bahkan lebih banyak diam dan memilih lauk masing-masing. Di usianya yang hampir 70, Kakek Karyadi, sang mertua laki-laki, tergolong masih sehat. Bisa ke kamar kecil sendiri dan gigi utamanya pun, belum tanggal.Tak heran kalau ia pun masih sering ikut campur dengan urusan perusahaan. "Aku dengar dari istrimu, Pram bersedia menikahi anak dari pemegang saham terbesar di perusahaan," kata Kakek Karyadi di sela kunyahannya. Sudah lama ia memegang prinsip tentang sebuah hubungan yang harus menguntungkan satu sama lain. Ayah Pram, Pak Subono, adalah hasil dari kediktaktoran itu. Ia harus rela menikah dengan Ny Rose tanpa cinta sedikitpun. Apa boleh buat, saat itu perusahaan juga sedang dilanda hutang. Pak Subono harus mau menikah atau usaha Kakek Karyadi akan tumbang. Tapi keadaan sekarang berbeda, tidak ada hal mendesak yang mengharuskan Pram untuk berkorban. "Menurutku, biarkan saja dulu. Pram sudah terlalu dewasa untuk sebuah pernikahan yang diatur," sahut Pak Subono menatap makanannya tanpa selera. Ia sudah tersiksa sepanjang hidupnya, jangan sampai Pram merasakan hal serupa. "Aku tidak memaksa, kalau mereka mau, aku akan merestuinya." Kakek Karyadi kemudian berdiri, malas berdebat dengan anaknya. Kalau dipikir-pikir, Ny Rose lebih bisa memahami mertuanya. Mereka bahkan sering terlibat dalam banyak hal. Salah satunya perjodohan Pram. "Mas, kamu seharusnya setuju saja. Katarina itu jodoh paling ideal untuk anak kita," kata Ny Rose selepas sang mertua masuk ke kamar. Kini tinggal mereka berdua, saling melempar tatapan tidak bersahabat. "Aku tahu betul bagaimana rasanya hidup dalam jerat pernikahan karena uang. Jadi, sadarlah, jangan menghancurkan hidup anakmu sendiri." Pak Subono beranjak pergi, meninggalkan istrinya tanpa berniat bicara baik-baik. Keduanya memang tidak pernah harmonis. Di dalam kamar besar mereka, tersedia dua ranjang yang bisa mereka tempati secara terpisah. Sudah menjadi rahasia umum kalau Ny Rose tidak pernah dipedulikan. Satu-satunya hal yang membuat wanita itu bertahan adalah kecintaannya pada uang. "Dasar menyebalkan," gumam Ny Rose menyudahi makan malamnya. Ia kemudian meninggalkan meja penuh makanan itu untuk keluar, menemui beberapa teman lamanya dikafe. ---- Pram lupa kapan terakhir menatap seorang gadis seperti itu. Apa mungkin sepuluh tahun lalu? Tapi ia yakin Kinan lebih cantik dari Amara. Gadis itu punya keturunan Siberia, tidak seperti Amara yang berdarah indonesia murni. Lalu kenapa Pram harus bengong hanya karena melihat gadis biasa itu memakai baju yang berbeda? "Kenapa Om? Nggak cocok ya?" tanya Amara salah tingkah. Pakaian itu tidak ketat, tapi melekat pas di tubuhnya. Sekian tahun memakai bahan yang kasar, ia merasa takjub bisa merasakan kain lembut melekat di kulitnya. "Cocok kok. Aku cuma kagum pada diriku sendiri karena bisa memilihkan baju yang pas untukmu," kata Pram buru-buru duduk untuk menikmati makan malam. Pesanan mereka baru datang, dua kotak nasi kebab dan teh hangat. Amara hanya mengangguk saja, berusaha abai dengan tingkah Pram yang terkesan menghindarinya. "Om, bagaimana kalau aku pinjam uang buat ambil ijasah? Tanpa itu kayaknya susah dapat pekerjaan dengan gaji UMR," kata Amara mencomot potongan daging ke dalam mulutnya. Itu adalah hal paling masuk akal yang bisa ia lakukan. Mungkin Amara bisa melamar menjadi buruh pabrik atau office girl di perusahaan besar. "Boleh saja. Pastikan kamu membayarnya kembali," kata Pram menghela napas panjang. Bagaimana Amara bisa tahan hidup dengan Pak Kas? Ketidakmampuan lelaki itu merawat anak gadisnya sungguh di luar batas. Kalau saja punya hak, Pram tidak akan segan memenjarakan Pak Kas. Bukti video di ponselnya tidak bisa dibantah kalau Amara telah dijaminkan untuk hutang. Ya, Pak Kas adalah satu dari banyak ayah yang menghancurkan masa depan anaknya sendiri demi uang. "Pastikan jangan terlibat masalah lagi. Jaga dirimu baik-baik dan bicara seperlunya saja. Kalau jadi kamu, aku akan lebih berhati-hati, meski itu dengan teman sendiri," gumam Pram ingat tentang sikap kurang ajar Lita tadi siang. "Lita punya nasib sama denganku. Bedanya, ia tidak ditolong siapapun dan berakhir di tempat prostitusi selama satu tahun. Mungkin ia hanya sedikit kesal karena aku punya nasib yang lebih baik. Di luar sana, ada banyak Lita-Lita lain. Mereka hanya korban dan melampiaskan sedikit rasa frustasi dengan hal-hal yang tidak benar,"kata Amara dengan suara lirih dan tertahan. Kini ia seperti diingatkan tentang segala hal tentang Lita, temannya yang susah berubah karena kebiasaan buruk. Ia tidak pernah bisa membenci orang-orang seperti itu, bukan karena terlalu baik, tapi tahu bagaimana rasanya menjadi terbuang dan tidak dihargai. Pram mendadak tidak enak. Ia pikir ucapannya tidak akan berpengaruh apapun. Nyatanya, gadis itu malah kehilangan napsu makan. Mata Amara kemudian sedikit berair, mungkin ingat dengan hal buruk lain. "Maaf, aku tidak bermaksud apapun," kata Pram beranjak menuju pojok dapur untuk mengambil kotak tissu. Ia nampak menyesal, sekaligus merasa bersalah. "Terima kasih. Aku hanya sedikit sentimentil," bisiknya menyeka air mata lalu melanjutkan makan malam yang tertunda. Seharusnya tidak ada pembicaraan mengenai Lita. Sekarang suasana mendadak tidak nyaman dan hening. Tak lama setelah selesai dengan makan malam masing-masing, keduanya masuk tanpa bicara lagi. Mungkin Amara tidak bisa terlelap begitu saja. Ia tidak merasa lelah atau mengantuk seperti biasanya. Sementara itu,Pram juga merasakan hal serupa.Saat ia terbaring dan menatap langit-langit kamar, justru wajah sedih Amara tiba-tiba saja datang. Tidak ada kenangan Kinan yang setiap hari mengantarnya dalam tidur. Berselang lama, Pram tanpa sadar terlelap, membawa kegelisahannya ke bawah selimut. Beberapa jam kemudian, saat Amara baru saja menutup matanya, terdengar keributan dari luar. Gadis itu seketika terjaga lalu mengintip dari celah pintu. Ny Rose datang, tengah berdebat dengan Pram di ruang tengah. Terlihat olehnya mereka bersitegang tentang sesuatu. "Mama harus memastikannya sendiri!" "Memastikan apa sih,ma? Nggak ada siapapun! Teman mama itu bohong, masa iya Pram senekad itu!" kata Pram menahan bahu ibunya yang akan bergerak ke kamar Amara. Ny Rose mendengarnya sendiri dari seorang teman di kafe tadi malam. Kalau anaknya yang kebetulan tinggal satu lingkungan dengan Pram memergokinya memasukkan wanita malam-malam. Awalnya Ny Rose tidak percaya begitu saja, tapi rekaman cctv menujukkan fakta mengejutkan. "Keluarkan dia atau mama akan panggil security!" pekik Ny Rose tidak terkonrol. Reaksi sang ibu memancing nostalgia lama. Dulu saat menjalin hubungan dengan Kinan, ia juga diperlakukan seperti itu. Benar, selama bukan wanita yang dipilihkan sang ibu, semua akan dianggap sampah. Terlebih kalau miskin. Sepuluh tahun lalu, Pram mungkin masih terlalu muda untuk memberontak, tapi sekarang keadaanya sudah berbeda. Ia bahkan bisa berdiri sendiri tanpa harus takut kelaparan. "Hentikan. Cukup, Ma!" Pram mendorong ibunya menjauh dari sana. Tindakan kasar itu membuat Ny Rose terkejut. Selama ini anaknya hanya berani memberontak dengan mulut. Amara ikut bingung, apa sebaiknya keluar? tapi masalahnya, Pram terkesan ingin menutupinya. Aneh, bukankah hubungan mereka tidak terlalu rumit untuk dijelaskan? Jadi kenapa selama ini Amara harus bersembunyi? Memangnya ia istri simpanan? "Pram! Kamu sudah akan menikah dengan Katarina, jadi jangan macam-macam!" "Menikah? Kami baru bertemu kemarin. Mama jangan ngaco, ya!" "Dengar, Katarina adalah anak dari pemegang saham terbesar di perusahaan kita. Kalau kamu mau menikah, keluarga kita bisa untung ribuan kali lipat," kata Ny Rose menurunkan suaranya. Amara mengernyit, mulai bisa menebak apa yang terjadi. "Kita bisa dapat berapa banyak?" tanya Pram menahan kesal. Ini bukan pertama kalinya Ny Rose bicara masalah saham. Terakhir, ia malah pernah dikenalkan dengan janda tanpa anak, pemilik puluhan hotel bintang lima. "Mungkin satu trilyun? Ah tidak. Pasti lebih dari itu." Ny Rose tersenyum, menyangka kalau Pram mungkin saja tertarik dengan jumlahnya yang besar. "Aku menolak. Kalau mama terus memaksa, aku akan menikahi wanita lain tanpa ijin keluarga besar. Bukankah itu akan menjadi masalah serius?" "Pram!" "Aku bisa saja menikahi wanita di dalam sana dan mempermalukan keluarga besar kita. Bagaimana?" Amara yakin, Pram pasti hanya bercanda dan terpancing situasi saja. Istri dia bilang? Ia masih 18 tahun dan tidak ingin punya mertua sekejam Ny Rose. Tapi siapa yang bisa melawan takdirnya sendiri? Bahkan hatinya diam-diam berdebar kencang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN