"Kerja yang semangat semua, greeting yang kenceng. Aku punya bonus buat kalian nanti, Aku bagikan saat kita close outlet!" Ucap Inara penuh semangat. Lembaran merah terlipat rapi di sakunya, menambah energi stamina Inara di siang yang sangat panas ini.
Inara tak sungkan sedikitpun tadi waktu menerima uang tips yang Tuan Arno berikan, justru ia merasa sangat beruntung mendapatkannya. Lumayan bukan untuk diberikan kepada ibunya yang mengatur keuangan Inara di rumah dan ia juga akan bagikan kepada teamnya.
Inara bukanlah gadis yang pelit, meski ia sangat butuh uang. Namun Inara tetap akan membagi rejekinya kepada teman-temannya.
Gadis matrealistis sebutan yang sangat cocok dan melekat kuat di diri Inara sang pencinta materi.
"Ra, dapat tips lagi ya?" Tanya Retno penasaran sekaligus kegirangan. Setiap kali kerja bareng Inara, semua anak buah Inara sangat senang. Bahkan mereka saling berebut untuk bisa 1 sift dengan Inara.
Inara tidak menjawab pertanyaan Retno. Ia berjalan mendekat lalu mencubit pipi Retno dengan gemas.
"Sakit Ra, si bos yang suka mengintimidasi anak buah!" Keluh Retno yang merasa kesakitan karena cubitan Inara terasa panas.
"Hitung yang bener ya sir kasir, jangan sampai salah ngasih uang kembalian. Tidak lucu jika Uang tips bagian mu ini jadi pengganti uang kasir yang mines karena ulah mu yang cerobah!" Ancam Inara bercanda. Retno sering sekali minus saat totalan closing outlet atau pergantian sift. Makanya Inara sekarang sering menegur Retno agar tidak terjadi kesalahan yang sama berulang-ulang.
"Baik Bos, tentang saja. Malam ini kan malam minggu, udah dapat uang tips, nanti malam dapat traktiran makan pula. Ya Tuhan nikmat mana lagi yang harus aku dustakan,,," Balas Retno penuh semangat.
"Dasar cewek matre!" Ejek Inara ratunya perempuan matre.
"Sebagai anak buah, kita wajib mengikuti jejak ketuanya bukan?" Retno, Gadis lugu dan super polos, balik membalas ejekan Inara.
"Mulai pintar ya dek Retno wulandari ini, oke nanti malam tidak akan ada makanan gratis buat dek Retno termanis di seluruh taman safari," Tegas Inara pada gadis yang berdiri di depan layar monitor dengan bersidekap. Sebisa mungkin Inara menunjukkan keseriusannya untuk mengancam Retno lebih dalam.
"Yah, si Bos mah gitu. Kalau aku kurus, tidak akan ada lagi pipi gemoy yang menggemaskan ini di outlet. Iya kan Ded?" Retno memelas dan memanggil salah satu barista untuk mendapatkan pembelaan dari temannya.
"Jangan dikasih Bos," Sahut Dedy membuat outlet semakin ramai. "Diet sana, masak perawan bodynya sudah kayak janda anak lima!" Dedy, si barista yang suka menggoda pelanggan sexy itu membela Inara dan membuat Retno kesal.
"Enak aja, kamu tuh yang harusnya cuci muka, kalau bisa wudhu sekalian. Biar mata kamu tuh enggak sering khilaf liatin paha, gunung semeru, gunung wilis customer. Idih, si mata keranjang!" Tak mau kalah, Retno menyerang balik Dedy dengan jurus ampuhnya. Kasihan Retno tidak ada yang membela.
Inara tertawa terbahak-bahak mendengar kegaduhan mereka berdua. Hal seperti ini sudah biasa mereka lakukan untuk menghilangkan penat dan capek karena lelah bekerja.
Selesai bercanda mereka akan kembali bekerja dengan giat dan rajin. Tidak ada salah satu diantara mereka yang sakit hati atas ucapan temannya, justru mereka akan mencari bahan meledek lainnya untuk hari yang akan datang.
Salah satu kereta tujuan akhir kota Blitar telah sampai dan hanya berhenti tiga puluh menit. Inara Segera bergegas greating di samping pintu outletnya untuk menarik pelanggan.
Ada segerombolan anak muda berteriak di dalam pagar pembatas membeli roti dua puluh biji. Mereka takut ketinggalan kereta, jadi Inara berinisiatif untuk mengantar pesanan customer tanpa harus masuk ke outlet.
"Kakak disitu saja aku antar nanti, kalau bisa uang pas!" Ucap Inara sangat lembut dan manis, membuat segerombolan anak muda tersebut terenyuh dengan pesona Inara.
"Cepat Ded, Dua puluh ya."
"Siap Bos," Dedy segera membungkus dua puluh roti dalam dua kantong plastik.
"Bos, ganteng-ganteng banget tuh cowok. Ya ampun dulu ibunya makan apa saja saat hamil. Mana bening-bening lagi, beda banget sama cowok outlet sini. Butek semua, kayak minyak bekas goreng mendoan, hahaha..." Bukannya cepat-cepat memberi bill, Retno malah asyik memandangi cowok tampan yang menunggu pesanan rotinya.
"Eh,si kutu kupret. Bocil tingginya satu meter kotor aja songong, minum s**u peninggi badan dulu sono, sebelum tebar pesona!" Sahut Arifin yang tidak terima.
Tentu saja mereka berbicara lirih dan tidak akan mungkin terdengar oleh customer.
"Cepat Ret, aku butuh bill!" Inara tidak mau bercanda kali ini. Customernya sedang menunggu dan Inara takut jika waktunya tidak cukup.
Retno buru-buru memberikan bill tersebut kepada Inara. Tak menunggu lama, Inara berlari dan memberikan pesanan roti kepada segerombolan pemuda itu.
"Kak boleh minta nomer telefon?" Pinta salah satu pemuda yang bertubuh tinggi dan berkulit paling bersih di depan Inara.
"Kalau mau pesan, sudah saya cantumkan nomer yang bisa dihubungi di bill ya kak," jawab Inara ramah tamah.
"Maksudnya nomer pribadi kakak, siapa tahu jodoh?" Pemuda itu semakin berani, membuat Inara malu-malu. Teman yang lain bersorak kompak membuat Inara tersenyum lebar.
"Maaf ya kak, saya tidak punya nomer telefon. Adanya nomer rekening, mau? Saya siap menerima segala bentuk transferan!" Balasan Inara mematikan gaya pemuda tersebut. Para pemuda itu berlari dan segera masuk kereta kembali.
Beberapa saat kemudian, ada ibu-ibu juga meminta tolong untuk diantar pesananya. Ia memesan delapan roti dan lima air mineral.
Inara dengan senang hati segera mengambil pesanan ibu-ibu itu dengan cepat. Baju seragam Inara berwarna merah, semakin membuat warna kulitnya bersinar. Kulitnya mulus bak pohon jambe yang banyak digunakan untuk acara agustusan, menambah aura berbinar sang kepala outlet.
Inara Chelselia saputri, Gadis yang sebenarnya ingin sekali melanjutkan kuliah. Namun keadaannya tak memungkinkan, jika saja ayahnya tidak egois memikirkan ambisinya. Mungkin saat ini Inara sudah menjadi sarjana dan bekerja di tempat yang jauh lebih baik.
Cita-cita yang gagal tak membuat Inara patah semangat. Baginya keberuntungan bukan hanya bisa masuk di universitas saja, mungkin keberuntungan Inara ada di tempat lain. Seperti saat ini, meski ia hanya bekerja di outlet roti. Namun Inara bisa mendapatkan uang setara dengan gaji Pegawai negeri setiap bulannya, tanpa harus jual diri.
Menarik bukan? sungguh sangat genius. Inara benar-benar memanfaatkan kecantikannya untuk mendapatkan keuntungan. Inara tidak pernah meminta uang sepeserpun kepada orang lain, namun Inara tidak pernah menolak pemberian orang lain.
Ia mempunyai jurus jitu yang membuat orang berlomba-lomba untuk mencuri hatinya dengan memperlihatkan rasa kepeduliannya melalui Finansial.
Sungguh di luar nalar, ajaib sekali. Namun itulah kenyataannya, Inara bisa membuat laki-laki yang pelit menjadi royal, yang royal bertambah royal.