Untuk pertama kalinya Inara tidak yakin menolak lamaran seseorang. Biasanya Inara tidak pernah ragu dan menolak mentah-mentah lamaran beberapa pria yang mendekatinya.
Langit sangat cocok jika dijadikan seorang Imam dalam rumah tangga, sosok laki-laki yang baik, bijak dan bertanggung jawab. Apa lagi Langit sangat rajin beribadah.
Pernah beberapa kali Inara berbicara dengan ibu Langit dan saudaranya juga melalui telefon genggam. Ibunya sangat ramah dan welcome sekali, sering kali ibu Langit meminta Inara untuk main ke rumahnya. Namun Inara hanya mengiyakan saja, ia malu dan juga ragu. Inara belum siap memiliki hubungan serius karena Inara masih punya tanggung jawab dengan masalah keluarganya.
Langit berasal dari keluarga terpandang dan tentu cukup. Bisa dibilang kaya raya, namun hidupnya sangat sederhana. Keluarganya juga sangat ramah tamah meski mereka bukan orang biasa. Tentu semua Ini karena didikan orang tua Langit, untuk bersikap baik terhadap siapapun. Memanusiakan manusia dan tidak boleh sombong, harus tetap rendah hati.
"Dek, kamu tahu Ibuku sangat berharap kamu menjadi menantunya. Sering sekali Ibu tanya sama Kakak tentang kamu, bagiaman hubungan kita selanjutnya, dan kapan Kakak bawa kamu main ke rumah. Ibu berharap kita tidak pacaran, namun ibu ingin segera memintamu." Langit berusaha meyakinkan inara agar tidak ragu dengan dirinya. Semua yang dikatakan Langit memang benar adanya, ibunya sangat berharap jika Inara bisa segera menjadi menantu termudanya.
Langit lima bersaudara, dan dia adalah Anak terakhir. Memiliki dua Kakak laki-laki dan dua Kakak perempuan. Mereka sama-sama setuju dan mendukung penuh niat Langit untuk menikahi Inara.
"Ina tau kak, Makanya Ina jadi enggak enak kalau mau ngomong. Ina masih ingin membantu keluarga Ina terlebih dulu, Ina mau bahagiain Ibu dan Bapak dulu!" Gadis cantik itu menurunkan nada bicaranya agar Langit memahami betul apa yang Inara inginkan.
"Kakak hanya meyakinkan, tidak memaksa. Orang tua mu juga orang tua Kakak. Mereka juga akan menjadi tanggung jawab Kakak nanti jika Kakak menjadi suamimu. Jangan khawatirkan itu, bagi Kakak Rejeki sudah ada yang mengatur. Niat baik Kakak pasti juga membawa kebaikan, Kakak tidak bisa janji untuk memberimu kehidupan bak surga, karena kita masih di dunia. Hehehe..." Langit memberi sedikit lelucon agar suasana tidak terlalu tegang. "Tapi, Kakak akan berusaha kerja keras untuk membahagiakan kamu dan Ibu juga Bapak. Mereka juga akan hidup bahagia, Kakak akan usahakan itu!" Ucap mantab Langit membuat Inara tidak bisa berkata-kata lagi.
Inara sangat beruntung karena menjadi perempuan cantik yang diinginkan Langit. Keluarga dan kerabatnya berusaha mencarikan jodoh berkali-kali namun tidak ada yang membuat Langit jatuh hati.
Tapi sejak pertama melihat Inara sangat energik dan juga cantik, langsung membuat hatinya berdegub kencang. Langit mengagumi pesona Inara, bukan hanya mengagumi keindahan parasnya, namun juga dengan kepribadian Inara yang tegas dan smart.
Inara terdiam sambil memandang daging durian yang berada di tangannya saat Langit berulang kali mematahkan keraguan Inara terhadapnya. Dalam hati, Inara juga tidak membohongi dirinya, siapa yang tidak mau menjadi istri Langit. Laki-laki mapan dan tampan, Langit bis momong Inara dengan baik.
"Andai hutang ayah sudah lunas, Inara tentu mau menjadi istri kak Langit. Inara juga ingin menikah di usia muda, Ingin ngerasain bagaimana menjadi seorang ibu. Tapi belum waktunya, Inara harus melunasi hutang ayah dulu." Batin Inara di dalam hati.
"Sepertinya aku terlalu menekan dan berharap Inara memberikan jawaban detik ini juga. Sampai Inara bingung dan melamun!" Kata Langit pada dirinya sendiri.
"Dek,kok malah melamun. Ya udah kita habiskan buah duriannya, lalu pulang kakak anter sampai depan rumah. Dah malam, nanti kakak di sidang pak RT lagi karena menculik gadis. Pamali berduaan di malam hari, takut kakak khilaf," Inara menjadi sangat malu mendengarnya, Langit sagat pintar membuat Inara tersenyum.
"Ibu dan Ayah dibawain ya, sekali-kali enggak papa Dek, enggak akan kolestrol. Boleh ya?" Rengek Langit, Inara selalu menolak pemberian Langit terhadap ibu dan ayahnya sebelumnya. Namun kali ini ia tidak berdaya menolak kebaikan Langit.
Inara mengangguk kecil dan menatap Langit teduh. Meski ia menahan rasa malunya, jika bukan dengan Langit Inara tidak akan bersikap malu-malu kucing seperti ini.
Setelah membayar semua jumlah harga buah duriannya. Inara Segera mengenakan jaketnya kembali dan menaiki motor kesayangannya. Sedangkan Langit mengikutiya dari belakang dengan mengendarai mobilnya.
Semanis itu sikap Langit kepada Inara, Setiap kali bertemu pasti Langit akan mengantarkan Inara pulang meskipun membawa kendaraan sendiri-sendiri. Wajib bagi Langit memastikan jika Inara pulang dengan selamat.
Sesampainya di depan rumah Inara, Langit segera menurunkan beberapa Buah durian di taruh di teras rumah Inara.
"Kak Langit enggak usah repot-repot, nanti Inara ambil sendiri," Inara yang masih memarkir motornya merasa sungkan merepotkan Langit.
"Ini berat Dek, nanti jemarimu yang lentik terluka. Kakak akan jaga calon istri Kakak dengan baik," Langit memberi perhatian terakhir sebelum ia pulang dan tidak akan menemui Inara selama tiga bulan ke depan.
"Terimakasih banyak Kakak baik banget sama Inara, salam buat ibu dan ayah kak Langit ya. Kakak juga hati-hati besok berangkatnya, semoga lancar dan kembali dengan selamat. Sukses buat Kak Langit, sehat selalu," Ucap Inara berterimakasih.
"Kakak seneng sekali malam ini dek, ini pertama kalinya diperhatikan sama kamu. Biasanya cuek banget, jantung Kakak berdetak tak karuan ini. Tanggung jawab!" Langit merasa berat sekali berpisah dengan Inara malam itu. Entah kenapa ia merasa takut jika ia tidak akan bisa melihat Inara lagi.
Dengan hati berat ia berpamitan dengan Inara. Bibirnya terasa kaku untuk mengucapkan selamat tinggal.
"Kakak pulang dulu, Kakak tunggu jawabannya. Kakak yakin, jika jodoh tidak akan kemana. Dan kakak yakin, Inara jodoh kakak!" Suara Langit sangat berat, tersembunyi hati gelisah dan pikiran tidak tenang. Namun Langit berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
Langit benar-benar mencintai Inara dengan tulus, ia sangat berharap jika tiga bulan lagi ia mendengar kabar bahagia dari Inara.
"Semoga ya kak, Ina tidak bisa menjanjikan apa-apa. Semoga tiga bulan lagi kita bertemu dengan keadaan bahagia dan apa yang kak Langit inginkan terkabul," Inara masih tetap ragu untuk bilang iya. Ia tidak tega melihat Langit kecewa, Namun ia juga tidak bisa memberikan jawaban pasti.
Inara mengantar kepergian Langit sampai mobilnya tak terlihat. Sangking merasa bingung dan tidak enak, Inara sampai tidak memperhatikan jika gerak-geriknya diperhatikan seseorang dari dalam mobil yang berada beberapa meter dari rumahnya. Sejak Inara keluar dari lingkungan stasiun, ada sosok misterius yang mengikutinya sejak tadi, Entah siapa itu.
Inara Segera mengunci pagar rumahnya, dan bergegas masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, ibunya menunggu Inara di ruang tamu dengan rasa cemas. Padahal Inara sudah memintanya untuk tidak Menunggunya pulang dan menyuruh sang ibu untuk beristirahat terlebih dulu.
Di depan rumah Inara Mobil misterius tadi belum juga pergi dari sana. Justru mobil tersebut maju beberapa meter dan berhenti tepat di depan gerbang pagar rumah Inara. Lalu terdengar suara seseorang mengobrol melalui ponsel seluler dari dalam mobil.
"Bos Nona sudah sampai di rumah, lalu tugas saya selanjutnya bagaimana?"
"Aku tunggu di rumah, aku ingin mendengar laporan mu langsung. Cepat kesini!" Perintah seseorang dari seberang telefon.