Bab 3. Find Out

2106 Kata
Azazel adalah pemimpin dari seluruh iblis yang diciptakan Yang Kuasa. Kedudukannya yang paling tinggi di antara iblis lainnya, Dia adalah raja iblis, tepat seperti yang dikatakan pria dalam mimpinya yang mengaku bernama Azazel. Tubuh Lilac bergetar, keringat dingin membasahi tengkuk dan telapak tangannya saat Evory membacakan sebuah buku yang menuliskan keterangan tentang nama yang ditanyakannya tadi malam. Ah, bukan. Bukan tadi malam, tetapi lebih tepatnya dini hari tadi dia sudah membangunkan tidur sahabat cantiknya, dan membuat Evory tidak bisa lagi melanjutkan tidurnya. Saat bertemu tadi pagi, dia memekik tanpa sadar melihat lingkaran hitam di seputar mata sipit Evory. "Dia memiliki kuasa untuk memerintahkan seluruh iblis di dunia, dan mereka tunduk kepadanya." Evory menutup bukunya, memberikannya pada Lilac. "Mungkin kau ingin mengulangi membacanya di rumah," katanya dengan wajah tanpa dosa. Mata biru Lilac melebar sempurna. "Apa kau sudah gila?" tanyanya berbisik. Mereka sedang berada di perpustakaan, Evory yang menyeretnya ke sini. Katanya, untuk mengetahui hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai mistis harus mencarinya di perpustakaan. Sebenarnya dia tidak percaya dengan perkataan Evory, dia malah yakin Evy hanya ingin membalasnya karena sudah membuatnya terbangun di dini hari yang dingin dan tidak bisa melanjutkan tidurnya lagi. "Untuk apa aku membawanya lagi. Aku tidak tertarik!" Lilac membuang muka, melipat tangan di depan d**a. "Mungkin saja, 'kan, kau menginginkannya." Evory mengedikkan bahu cuek. Suaranya sedikit terdengar aneh, kata-katanya melebur karena dia berbicara sambil menguap. "Aku yakin kau membangunkan tidurku pada dini hari karena suatu hal yang sangat penting." Mata biru Lilac memicing menatap Evory. Hanya sedetik karena di detik berikutnya dia sudah kembali mengalihkan pandangan ke tempat lain. Percayalah, ukiran di bingkai jendela di sebelah kanannya terlihat lebih cantik daripada wajah Evory yang sangat terlihat sedang menyindirnya secara halus. Padahal dia sudah meminta maaf, tapi Evory masih saja mempermasalahkannya. Evory memang putri tidur, dia sangat menyukai tidur terutama di malam hari. Setahunya, Evory tidak pernah begadang, selalu tidur tepat waktu, dan hampir tidak pernah menghadiri setiap pesta yang diadakan teman-teman sekolah mereka jika pesta itu diadakan pada malam hari. "Namun, ada satu yang membuatku heran." Lilac melirik Evory dengan sudut matanya. Tampak gadis itu mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan jari telunjuk. Dia yakin Evory tengah memikirkan sesuatu, dan dia yakin sesuatu itu tidak akan disukainya. "Kenapa kau bertanya soal Azazel?" Desahan tak sadar keluar dari mulut Lilac. Dia memutar bola matanya bosan. Sudah diduganya Evory akan bertanya seperti ini, dan celakanya dia belum menyiapkan satu kata pun sebagai alasan. "Bukankah kau tidak suka pada hal-hal berbau mistis?" tanya Evory penasaran. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan agar lebih dekat dengan Lilac. "Biasanya kau akan ketakutan bila aku membicarakan hal seperti ini." Lilac menggeleng. Rambut pirangnya yang hari ini diikat pony tail bergerak-gerak mengikuti gerakan kepalanya. "Tidak apa-apa," jawabnya berdusta. "Aku hanya ingin tahu saja." Dia mengedikkan bahu, tersenyum sumbang agar Evory tak lagi curiga. Namun, kecurigaan Evory justru semakin meningkat melihat tingkahnya yang tak biasa. Lilac itu penakut, dia sudah mengetahuinya sejak lama. Mereka mengakui kelemahan masing-masing, dia yang kurang percaya diri, dan Lilac dengan ketakutannya terhadap hantu dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan makhluk tak kasat mata. Konyol memang, maksudnya kekurangan mereka karena baik dia maupun Lilac sudah bukan gadis kecil lagi. Biasanya hanya gadis kecil yang memiliki ketakutan seperti yang mereka rasakan. "Benarkah?" Lilac menelan ludahnya susah payah melihat Evory yang menatapnya dengan memicingkan mata. Dia yakin sahabatnya tidak bermaksud untuk mengintimidasinya, tapi karena dekatnya wajah mereka membuatnya merasakan seperti itu. Tenggorokannya terasa sangat kering, sekering gurun pasir. Jantungnya berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya. Tak mungkin dia menceritakan masalah mimpinya pada Evory, dia pasti tidak akan percaya. Maksudnya, menceritakannya secara mendetail. Dia sudah pernah bercerita tentang mimpinya saat pertama kali mendapatkannya, tapi secara garis besar saja, tidak menyinggung nama Azazel karena pria itu belum menyebutkan namanya, juga pria itu yang menyebutnya sebagai pengantinnya. Dia hanya menceritakan tentang pria yang berubah menjadi ratusan ekor burung gagak, dan jawaban Evory waktu itu membuatnya merinding. Burung gagak merupakan simbol sebuah kutukan. Jika seseorang memimpikannya, apalagi seorang gadis muda maka gadis itu akan tertimpa kesialan. Itu yang dikatakan Evory beberapa minggu yang lalu. Sebab jawaban mengerikan itu, dia tak lagi mau bercerita perihal dirinya yang selalu memimpikan hal yang sama dan di jam yang sama, juga selalu terbangun di jam yang sama pula. Padahal mimpi itu selalu datang setiap malamnya selama tujuh minggu terakhir. Tentang Azazel, sebenarnya dia juga sudah tahu. Siapa yang tidak mengenalnya, nama itu santer terdengar, banyak yang mendengungkan namanya sebagai raja iblis terkuat. Namun, sekali lagi, dia tidak memercayainya. Dia menganggap semuanya hanya dongeng belaka, atau mitos sama seperti cerita-cerita tentang dewa dewi Yunani kuno. Lilac menanyakannya pada Evory hanya untuk menyakinkan dirinya saja yang ternyata tak juga berhasil. Hanya sebagian dari dirinya yang percaya dengan keberadaan Azazel, sementara sebagian lagi menolaknya dan masih menganggapnya sebagai mitos belaka. Bukannya dia tidak memercayai keberadaan para makhluk gaib itu, dia hanya meragukan pria di dalam mimpinya. Mana mungkin iblis setampan itu? Dia sudah terbiasa dengan sosok iblis yang mengerikan, memiliki tanduk di kedua sisi kepalanya dan seluruh gigi yang runcing, berwarna merah atau hitam. Tidak ada iblis yang memiliki wajah setampan pangeran di dalam dongeng. Apalagi raja iblis, pasti memiliki wajah yang lebih buruk lagi. Lilac mengangguk. "Aku hanya iseng saja." Dia mengibaskan tangannya. Evory memutar bola mata bosan. Sudah dikatakannya, bukan, jika mereka sudah bersahabat sejak lama? Sepuluh tahun lebih dan masih terjalin erat sampai sekarang. Dia juga jadi mengenal Lilac sama seperti dirinya sendiri, begitu juga sebaliknya. Mereka sudah saling mengenal karakter masing-masing, dan tahu apakah salah satu dari mereka tengah berbohong seperti yang dilakukan Lilac. Iya, dia tahu sahabatnya sedang berbohong padanya. Bukan karena iseng Lilac mencari tahu tentang Azazel, pasti ada hal yang lainnya, hal yang sepertinya tak ingin dibaginya dengannya. Evory menarik napas, mengembuskannya pelan melewati rongga hidungnya. Baiklah. dia tidak akan memaksa Lilac untuk berbagi sekarang, jika waktunya tiba Lilac pasti akan memberi tahunya sendiri. Mungkin Lilac merasa masih dapat mengatasi masalahnya sendirian. Semoga saja seperti itu agar acara bangun tidurnya di dini hari tidak sia-sia. "Baiklah!" Evory berdiri, memeriksa jam tangan besarnya yang berwarna kuning. Dia mengenakan jam tangan di sebelah kanan, tidak seperti kebanyakan orang yang mengenakannya di sebelah kiri.. "Kupikir sebaiknya kita keluar sekarang, bel masuk kelas sebentar lagi akan berbunyi. Aku yakin kau tidak ingin terlambat di pelajaran Mr. Young." Mr. Hanson Young adalah guru fisika di sekolah mereka Beliau sangat konsisten terhadap waktu, tak pernah terlambat satu detik pun. Selalu tiba tepat waktu, dan tidak segan-segan memberikan hukuman kepada para siswanya yang terlambat. Apalagi jika siswa itu perempuan, dengan senang hati Mr. Young akan memberikannya les tambahan sepulang sekolah di ruangan pribadinya. Menurut gosip yang beredar di kalangan para siswa, di dalam ruangan pribadinya Mr. Young tak hanya memberikan les tambahan berupa pelajaran yang dibimbingnya, tetapi juga kes yang lainnya. Mr. Young melecehkan para siswa perempuan yang masuk ke ruangan pribadinya. Namun, anehnya tak ada satu pun dari mereka yang melaporkan kebiadaban guru c***l itu. Para siswa itu seolah menikmatinya. Mr. Young memang tampan dan masih muda, usianya akhir kepala dua. Selain itu, tubuhnya juga bagus. Meskipun termasuk salah satu guru killer, Mr. Young memiliki banyak penggemar. Sayangnya, dia bukan salah satu dari penggemarnya. Menurutnya Mr. Young biasa-biasa saja, Azazel jauh lebih tampan darinya. Eh? Apa yang dipikirkannya barisan? Lilac menggeliat, memukul kepalanya pelan, memberi peringatan pada otaknya yang sudah lancang dan tidak tahu malu memikirkan pria yang tidak nyata. *** Lilac memang sudah terbiasa dengan mimpi ini. Bayangkan saja, selana tujuh minggu berturut-turut dia selalu didatangi pria yang sama di dalam mimpinya. Untung saja Azazel tampan, coba saja seandainya pria itu buruk rupa, mungkin dia sudah menderita depresi. Namun, tak hanya itu yang dirasakannya, dia juga bosan. Tak ada lagi rasa takut pada pria itu, semuanya biasa-biasa saja. Malam ini pun sama, dia tak lagi heran dan ketakutan menemukan dirinya terbangun dalam dunia yang semuanya berwarna abu-abu. Ini sudah seminggu setelah Azazel menyebutkan namanya, dan pria itu kembali datang dalam mimpinya selana seminggu ini. Padahal setelah tujuh minggu itu, Azazel tak lagi datang. Namun, hanya beberapa malam kemudian dia datang lagi, terus-menerus. Lilac melangkahkan kakinya yang tanpa alas, di atas rumput berwarna abu-abu. Berbeda dengan rumput di dunia nyata yang sedikit kasar, bahkan tak jarang rumput itu memiliki duri halus yang bisa melukai jika diinjak dengan kaki telanjang, rumput di dalam mimpinya sangat lembut seperti kapas. Dia seolah berjalan di atas tumpukan boneka. Mata biru Lilac memicing. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, terkadang menengok ke belakangnya, dia mencari keberadaan Azazel. Beberapa malam terakhir, pria itu tidak tampak, dia hanya seorang diri terdampar di dunia yang hanya memiliki satu warna ini. Ralat, bukan satu warna, tetapi tiga. Warna hitam untuk rambut dan pakaian Azazel, warna biru langit untuk matanya. Apakah malam ini Azazel juga tidak akan menampakkan diri? Lilac mendesah tanpa sadar, entah kenapa dia sangat berharap pria itu muncul malam ini. Bukan karena apa-apa, dia hanya tak ingin sendirian berada di negeri antah-berantah ini. Lilac mengentakkan kaki kesal. Entah sudah berapa jauh dia berjalan, dia bahkan tidak tahu di mana dia sekarang, tapi Azazel tak juga terlihat. Jika hanya dirinya saja yang berada di sini, sungguh itu sangat tidak lucu. Kakinya sudah sangat lelah, dan dia menggigil kedinginan. Rasa takut yang sudah tak lagi dirasakannya selama beberapa minggu terakhir, perlahan mulai datang lagi. Lilac melingkarkan kedua tangan memeluk tubuhnya. Telapak tangannya mengusap-usap lengannya yang terbuka. Malam ini dia tidak mengenakan setelan piyama, melainkan gaun tidur yang sedikit lebih tipis dari biasanya. Dia menyadari pasti akan masuk ke alam ini, tapi tidak tahu jika suhu udara di sini bisa sedingin ini. Biasanya hangat, bahkan tanpa kehadiran Azazel. "Merindukanku?" Suara itu berasal dari arah kirinya. Terdengar sangat dekat, seolah Azazel berbicara tepat di depan telinganya. Iya, itu suara Azazel, dia sangat hafal dengan suara besar dan dalam itu. Cepat Lilac menoleh ke sebelah kirinya, dan memekik dengan mata melebar. Azazel berada tepat di sana, nyaris tak berjarak darinya. Refleks Lilac mendorongnya, tapi yang terjadi sebaliknya. Bukan Azazel yang menjauh, justru tubuhnya yang bergerak satu langkah ke belakang. Lilac kehilangan keseimbangan, beruntung Azazel menangkap pinggangnya sehingga bokongnya tidak berciuman dengan rumput kapas. Well, dia menyebutnya demikian karena kelembutannya tentu saja. Mata biru Lilac mengerjap beberapa kali, dadanya bergemuruh, jantungnya terasa melompat-lompat dengan gembira seakan ada trampolin di dalam rongga dadanya. Mereka tak berjarak, dia dapat merasakan betapa keras otot-otot yang membentuk tubuh Azazel. Iya, pria itu memang selalu mengenakan blazer panjang untuk membungkus tubuhnya, tapi dia yakin di balik blazer dan pakaian berwarna hitam yang dikenakannya, Azazel memiliki tubuh yang sehat. Lilac lebih memilih kata itu daripada indah, dia tak ingin pria yang masih saja memeluk pinggangnya ini merasa besar kepala karena sudah dipuji. Lagipula, dia memujinya karena Azazel sudah menolongnya. Hanya saja sekarang justru kakinya yang menjadi selemas jelly, seolah tidak bertenaga. "Ceroboh seperti biasa!" Azazel menyentil dahi Lilac pelan. "Seharusnya kau tidak terkejut lagi dengan kedatanganku," katanya serak. Aroma tubuh Lilac terlalu menggoda. Ia harus mati-matian menahan diri agar tidak menerkamnya sekarang juga. Lilac memutar bola mata bosan. "Jika kau muncul dengan cara seperti, semua orang juga akan terkejut!" sahutnya ketus. Azazel menggeleng. "Aku tidak akan muncul di depan sembarang orang Lily," katanya, "Aku hanya muncul di hadapanmu." Lilac berdecak. Haruskah dia bangga akan hal itu? Tentu saja tidak, yang ada dia malah bosan dan merasa terganggu karena tidurnya tak lagi nyenyak. "Buang pikiran itu jauh-jauh darimu, Lily. Aku bukan pengganggu!" Suara dingin itu tak lagi menakutkan. Sekali lagi, dia sudah terbiasa dengan Azazel dan apa pun yang menyangkut dirinya. Bahkan juga dengan kemampuannya yang bisa membaca pikiran. "Lalu apa? Kau selalu masuk ke dalam mimpiku, mengganggu tidur nyenyakku. Apa itu bukan pengganggu namanya?" tanya Lilac setengah berteriak tepat di depan wajah Azazel. Dia berjingkat, dan tetap harus mendongak. Itu pun masih belum bisa mencapai wajahnya, dia berteriak di depan leher yang putih dan kokoh itu. Lilac mendengkus kasar, membuang muka ke samping kanan. Azazel pasti sudah mengetahui jika dia kembali memujinya tadi. Sungguh, kemampuan pria itu dalam membaca pikiran sangat mengganggunya. Menyebalkan! "Baiklah!" Azazel mengangguk. "Aku tidak akan mengganggu tidurmu lagi, hanya agar kau tahu aku tidak sejahat itu." Lilac hanya memutar bola mata bosan mendengarnya. Dia tidak memercayainya, Azazel pasti akan membawanya ke dunia tak berwarna ini lagi. "Namun, aku akan datang dan menemuimu secara langsung satu minggu lagi!" Mata biru Lilac melebar. Cepat dia memalingkan muka menatap Azazel. Apa katanya tadi? Mereka akan bertemu secara langsung seminggu lagi? Benarkah itu? Lalu, apakah itu artinya Azazel nyata, tidak hanya mimpi atau khayalannya saja? Namun, Lilac tidak mendapatkan jawabannya. Azazel menghilang begitu saja tanpa meninggalkan ratusan ekor burung gagak seperti biasa. Dia bangun dalam keadaan baik-baik saja, tanpa ketakutan sedikit pun seperti yang dirasakannya setiap kali terbangun dari mimpi bersamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN