‘Ya Tuhan, hidung itu sudah menyentuh hidungku,’ batin Ashley ketakutan.
“Tenang aku hanya nyaman seperti ini. Aku tidak akan berbuat hal aneh denganmu,” ucap Shino lembut. Tapi, nafas itu aroma yang sangat wangi.
Aromanya terasa menenangkan Ashley, dia seakan pasrah dalam keadaan takut. Ashley tetap menahan diri dan tenang, kali ini dia yang takut tidak bisa mengontrol keadaan.
Pesona Shino sudah mulai meruntuhkan pertahanannya, apalagi saat pria itu berbicara di depan wartawan. Harga dirinya seakan terangkat.
‘Aku ikhlas, jadi istri kontrakmu selamanya. Selama itu bisa membuatku bebas dari Mami, bahkan kamu bisa menghargai diriku. Banyak mata yang hanya ingin mengambil keuntungan denganku, semoga kamu tidak,’ batinnya.
Seketika di dahinya terasa lembut, sebuah rasa sayang dari Shino. Dia memeluk Ashley dan mencium rambut Ashley. “Sabar, apa pun yang akan aku hadapi aku hanya butuh kamu seperti ini,” ucap Shino.
Ashley berusaha menikmati suasana itu, dia berpikir sejenak sebelum berbicara. “Maksudnya, kamu hanya ingin aku sebagai penenang mu, atau bagaimana?“ tanya Ashley yang kali ini sudah menyandarkan kepalanya di d**a bidang Shino.
“Hem, sepertinya kamu mulai nyaman. Jangan terlalu senang, aku bisa sewaktu-waktu jahat. Bahkan saat ini kamu mulai terlena, denganku,” goda Shino.
Ashley langsung menarik tubuhnya, tapi Shino mengembalikan posisi tubuh Ashley seperti semula. “Begitu saja ngambek. Kalau aku bilang tetap seperti ini sebagai milikku, kamu harus patuh,” ucapnya lagi dengan angkuh.
“Dasar tuan bengis, memperlakukan manusia seperti barang,” celetuk Ashley , tanpa ada rasa takut.
“Beraninya kau mengatai ku. Aku bisa saja melakukan hal tidak sopan padamu,” ancam Shino.
“Silakan lakukan sesukamu, lagian apa sih arti tubuhku ini. Hanya barang yang bisa di jual dan di kembalikan sesuka hati. Apalagi jika kamu sudah menikahi ku, otomatis saat kamu mengakhiri kontrak Ibu tiriku akan lebih bahagia lagi, banyak p****************g yang mengantre untuk memilikiku,” celetuk Ashley, dia kesal tidak pernah ada yang bisa menghargainya
Tangan Shino menggenggam jemari lentik gadis itu, rambutnya yang panjang sesekali di sisir oleh jari Shino. “Asal kamu tahu, barang yang sudah aku miliki tidak akan pernah aku lepaskan. Bahkan lebih baik aku simpan, sampai nggak ada yang bisa melihatnya sama sekali,” jelasnya.
“Debat sama kamu itu nggak akan menang, yang ada emosi,” ujar Ashley. Dalam hati gadis itu senang, bisa bersandar di d**a bidang milik Shino.
“Aku lapar, kita mampir di sana. Ada penjual nasi goreng,” ajak Shino.
“Kamu bercanda ya, kalau aku memang biasa makan nasi goreng pinggir jalan. Masa iya seorang Shino, CEO perusahaan ternama makan di pinggir jalan,” ejek Ashley.
“Jangan banyak bacot, ayo makan. Turunkan kami di sini saja, aku akan berjalan kaki dengan Ashley,” pinta Shino.
Ashley terkejut, dia tidak menyangka seorang Shino serius turun di jalanan hanya untuk makan nasi goreng.
“Kenapa masih diam, buruan turun. Kamu mau di kerumuni wartawan lagi,” ujar Shino.
Ashley akhirnya bergegas keluar dari dalam mobil. Mengenakan sandal jepit, dia menggandeng tangan Shino.
“Seperti ini, aku suka,” ungkap Shino.
“Biasa saja, ini agar terlihat akrab seperti orang biasa.” Ashley merendah.
“Bilang saja kamu juga suka, menggandeng tanganku,” goda Shino.
“Hem, bukannya kamu yang bahagia karena aku gandeng,” timpal Ashley tidak mau kalah.
“Kamu berlagak jual mahal, padahal kamu sudah mulai suka,” goda Shino lagi.
Akhirnya Ashley yang kesal melepas tangan itu, dia berjalan mendahului Shino. Shino tersenyum simpul, lalu memasukkan lengannya di dalam saku celana.
‘Kamu mulai terpesona denganku Ashley,’ gumam Shino dalam hati.
“Bang nasi goreng dua, yang satu pedas ya bang.” Ashley langsung menatap Shino.
“Eh tuan muda, seperti biasa ya,” ujar pedagang itu.
“Iya, bang,” balas Shino.
Ashley yang melihat, dia hanya menunjuk penjual dan Shino kebingungan. Seperti orang yang ambigu, bingung tidak berdaya. Shino langsung menarik Ashley duduk, tepat di sampingnya.
“Kamu sering ke sini, ya?“ tanya Ashley, sambil menunjuk wajah Shino.
“Kalau tuan muda setiap hari ke sini, hanya kemarin saja tidak.” Bukannya Shino yang menjawab, malah pedagang nasi goreng menjawab pertanyaan Ashley.
Bahkan tanpa di tanya, pedagang itu sudah menyediakan es jeruk dua gelas. “Terimakasih ya, bang,” ucap Ashley, yang langsung mengambil satu gelasnya. Tapi, betapa kesal gadis itu saat Shino mengambil gelas yang dia pegang.
“Apaan sih, ini loh buatku. Jangan serakah, itu ada satu gelas lagi,” celetuk Ashley kesal.
“Maaf Nona, itu buat tuan muda semua. Saya tidak tahu, Nona mau minum apa,” jelas Pedagang nasi goreng.
Ashley yang semula garang, menjadi malu. Akibat penjelasan itu, dia akhirnya menyorong minuman yang di depannya kembali, ke depan Shino.
Shino tersenyum nakal, dia berhasil menggoda Ashley. “Ini buat kamu saja, nanti aku bisa minta lagi. Kalau kamu mau berbagi, aku tidak akan minta lagi,” ujar Shino.
“Baiklah, kita berbagi,” jawab Ashley ketus.
“Tapi, aku mau berbagi dari dalam mulutmu,” ujar Shino santai.
Ashley langsung menyemburkan minuman itu. “Apa maksudnya?“ Matanya menatap Shino, kesal.
“Biasakan, sebelum ada kata sepakat jangan langsung ambil milik orang. Sampai di sini, kamu paham?“ Shino mengelap, air yang berada di antara tepi bibir Ashley.
“Nih ambil, nggak bakalan aku mau berbagi dengan kamu. Secara dari usia saja kita berbeda, kamu sudah tua,” celetuk Ashley.
“Bang, saya es teh saja. Satu ya, bang,” pintanya.
“Bang es teh nya buat saya, soalnya dia sudah menghabiskan es jeruknya,” timpal Shino.
“Bisa gak, kamu baik dikit saja. Jangan bikin kesal, dari tadi ngajak berantem,” cerca Ashley.
“Nggak bisa,” jawab Shino santai. Dia langsung menikmati nasi goreng miliknya, bahkan dia juga menghabiskan es teh pesanan Ashley.
“Dasar, tuan muda bengis. Lama-lama bisa gila, kalau sama dia terus,” gerutu Ashley.
Shino hanya tersenyum, dia menikmati kekesalan Ashley. Bahkan hingga selesai makan, dia masih mendengar Ashley menggerutu sambil mengunyah.
Tiba-tiba seseorang datang menyiram air es itu ke wajah Ashley, bahkan setelahnya menyiramkan air yang masih tersisa dari gelas, Shino.
“Sialan, kamu mau cari gara-gara denganku!“ umpat Ashley.
“Bawa dia kembali, sekarang!“ Dengan suara lantang, dia memerintahkan beberapa pria dengan pakaian hitam.
Mereka menarik Shino dengan paksa, meninggalkan Ashley yang masih terpaku di sana. Gadis itu hanya bisa menitikkan air mata, sambil membersihkan wajahnya.
“Tenang itu tidak akan berlangsung lama, kamu pulang sama aku saja. Aku janji tidak akan berbuat senonoh, seperti malam itu.” Suara pria yang di dengar Ashley, membuatnya menoleh.
“Biyan!“ Ada rasa tidak percaya, tapi saat ini dia memang butuh tumpangan.