Geisha dan Barton kini berada pada salah satu rumah makan sederhana di dekat sekolah. Mereka sedang menikmati masakan Padang, dan terlihat begitu menikmatinya. Geisha yang makan dengan porsi besar, tak peduli dengan rasa pedas dan juga masakan yang mengandung banyak kolesterol.
Barton yang sedang menikmati makanannya hanya bisa menatap, ia tak menyangka jika Geisha memang memiliki nafsu makan yang besar, ia masih terkaget-kaget jika Geisha dengan caranya makan bisa memiliki tubuh yang mungil dan juga tetap ideal.
Geisha menatap Barton, ia tersenyum, dan segera meraih teh es yang ada di dalam gelas super besar di meja mereka.
“Beb, lo kalo makan gitu nggak ngerasa kekenyangan apa?” tanya Barton.
Geisha yang masih menikmati minumannya hanya menggeleng, ia kemudian menelan air itu dan terlihat begitu puas. Dalam satu kali tegukan, air itu sudah habis.
“Cocok lo kalo buka chanel mukbang di yutub.” Barton yang sudah menyelesaikan acara makannya juga meminum teh es miliknya.
Geisha mengelus perutnya, ia terlihat tak peduli pada tatapan beberapa orang di sekitar. Piring-piring di atas meja sudah tersusun rapi, jumlahnya ada tiga belas piring, dan semuanya milik Geisha.
“Lo nggak niat jawab gue ni?” tanya Barton.
“Lo barusan ngomong?” tanya Geisha.
Barton yang mendengar kata-kata itu keluar dari bibir pacarnya hanya mendesah pasrah. “Gue barusan desah.”
Geisha yang melihat sang pacar kesal hanya menahan tawa, ia dengan memancing rasa jengkel Barton. “Gue denger kok lo ngomong apaan tadi.”
Barton yang mendengar ucapan Geisha seakan mendapatkan angin segar. “Kalo denger, gue ngomong paan coba?”
Geisha tersenyum semakin manis, ia kemudian melipat tangannya di atas meja. “Lo bilang ....”
Barton menahan napas, semoga saja Geisha memang mendengar ucapannya, ia akan merasa sangat bersyukur jika cewek itu mendengarkan dengan baik.
Geisha yang sengaja menggantung ucapannya tersenyum semakin manis. “Lo bilang kalo lo sayang banget ama gue, dan lo bucinnya gue.”
Barton yang mendengar ucapan pacarnya itu mengulurkan tangan, ia kemudian mengacak gemas rambut Geisha. “Lo tuh, bisa aja kalo ngomong. Gue heran, lo dulu kok jutek banget? Orang yang bisa lo ajak ngomong baik-baik itu cuma si Ranjiel doang.”
Geisha yang mendengar pertanyaan Barton menahan tawa. “Soalnya gue ama Ranjiel udah temenan dari kecil. Ranjiel juga bukan orang yang jauhin gue, padahal gue masih sepupuan jauh ama si Tuti.”
Barton yang mendengar jawaban dari sang pacar hanya mengangguk, ia juga sempat berpikir negatif tentang Geisha yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Tuti.
“Lo kok bengong?” tanya Geisha.
Barton yang mendengar pertanyaan Geisha segera sadar. “BTW, lo natalan ntar mau ke mana?”
Geisha yang mendengar pertanyaan Barton mengerutkan kening. “Gue mau ke Jepang. Liatin salju, terus juga main-main ama salju keknya seru.”
Barton mengangguk.
“Lo mau ke mana?” tanya Geisha. Ia menopang kepalanya dengan satu tangan, mata indahnya menatap Barton, telinganya juga dipasang agar bisa dengan jelas mendengarkan jawaban Barton di tengah keributan orang-orang sekitar.
“Gue mau ke Jepang nemenin lo. Nikah di Jepang mau nggak?” tanya cowok itu.
“Ngaco lo ... masih sekolah kita, ngomongnya ketinggian.”
Geisha menengadahkan tangannya, ia menunggu Barton merespons dirinya.
“Lo kenapa?” tanya Barton dengan wajah aneh.
“Minta duit ... gue mau beli jajan di luar,” balas Geisha.
Barton merogoh saku hoodienya, ia kemudian memberikan blackcard miliknya kepada Geisha.
Geisha yang melihat itu segera meraih benda tipis dengan warna hitam itu, ia menatap Barton yang malah tersenyum tanpa dosa.
“Beb, lo gila?” bisik Geisha.
“Gue nggak gila, gue tau lo bakalan jajan banyak.”
“Jangan bilang lo nggak bawa duit kes!”
“Ha? gue gak ada tunai, masih di ATM semua.”
Geisha yang mendengar jawaban Barton menepuk dahi cowok itu.
“Kenapa, Beb?”
Geisha kehilangan kata.
“Lo kagum gue jadi cowok pengertian?”
“PENGERTIAN PALA LO PEANG!” Geisha menarik napas, ia merasa gusar. “TERUS SIAPA YANG BAYAR MAKANAN KITA BEBEB? DUIT GUE TINGGAL DI ASRAMA!”
Barton menutup kedua telinganya, ia sama sekali tak merasa risi saat banyak orang yang mengalihkan fokus kepadanya dan juga sang pacar.
Sedangkan Geisha yang melihat orang-orang memerhatikan mereka hanya bisa menutup mulut. Ia menatap Barton yang masih tersenyum.
Oh Tuhan ... kenapa cowok itu teramat sangat menyebalkan sekarang ini? kenapa ia ingin sekali menendang b****g Barton? Melemparkan cowok itu hingga ke antartika? Kenapa ... kenapa ia harus berpacaran dengan cowok gila, m***m, dan bloon seperti itu.
“Bayar pakek transfer aja, mintain nomor rekening, entar gue pake Mbanking” Barton mengatakan hal itu dengan begitu santai.
Geisha yang mendengarnya bertambah kesal.
“Beb ... lo terharu?” tanya Barton dengan nada menyebalkan.
“Terharu gue ama kebloonan lo. Tau ah ... gelap!” Geisha tak menyangka jika Barton benar-benar bisa sebodoh itu.
Ketika keduanya sedang terdiam, tiba-tiba saja Oris dan Rhea datang. Mereka langsung duduk, memerhatikan pasangan yang sedang tidak baik-baik saja itu.
“Muka lo kenapa, Ges?” tanya Rhea.
“Noh ... si o***g mau bayar makan pakek blackcard.”
Oris langsung mengeluarkan uang tunai dari sakunya, sekitar dua juta, dan dengan pecahan seratus ribuan semua. “Nih, gue kasi pinjem. Tapi berbunga, hehehe.”
“Tau ah ... nyebelin!” Geisha kemudian berdiri.
Barton yang merasa aneh menatap Oris, dan Oris yang mendapatkan tatapan itu tertawa kecil.
“Mana bisa warung nerima blackcard sama transfer.” Oris dengan sengaja memberikan penjelasan kepada Barton.
Sedangkan Geisha yang sadar jika dulu Barton dan Natasha sering menghabiskan waktu di tempat yang berkelas menarik dan mengembuskan napas dengan kasar. “Lo tuh yah ... makanya jangan kebiasaan bawa anak orang miskin main ke tempat mahal.”
Barton menatap Geisha, ia sedikit tak mengerti dengan ucapan pacarnya.
“Lo ama Nat dulu ngedatenya ke tempat mahal. Jelas beda ama gue. Lo harus sediain duit kes, kalo gue tau gini mending gue bawa duit sendiri. Lo yang ngajakin makan, malah lo nggak tau sistem di tiap tempat!”
Bukannya marah, Barton malah mengulum senyuman. Sedangkan Oris dan Rhea yang merasa bingung hanya bisa menyimak.
“Cieee ... Kutilang ku tersayang cembikur.”
“Gue mau balik! lo ... tidur di luar!” ujar Geisha.
“Ges, laki lu mending dituker tambah,” saran Rhea.
Geisha menatap. “Mau gue jual ginjalnya, Rhe.”
Barton yang mendengar perintah Geisha yang menyuruhnya tidur di luar menatap Oris. “Ris, gue tidur kamar lo ya.”
“Sebelum lo jual ginjal Rhea, gue jual jantung lo!” Oris yang salah paham dengan ucapan Geisha segera maju, ia merentangkan tangan, membuat jarak antara Rhea dan Geisha.
Pletak ...
Geisha yang menjadi kesal dengan sikap cowok-cowok malam ini langsung melayangkan jitakannya di kepala Oris. “Lo ngemeng paan sih? Yang mau gue jual ginjalnya Beton, bukan ginjal Rhea lo!”
Oris menggaruk kepalanya. “Eh ... iya ... telinga gue typo tadi, makanya bisa salah denger.”
“Sa ae lo kutu aer,” balas Geisha.
“Ris, gue tidur di kamar lo ya.” Barton kembali mengucapkan kata, dengan wajah sedikit memelas. Semua barang-barangnya ada di kamar Geisha, di tambah ia merasa nyaman jika harus tidur di tempat asing.
Rhea yang mendengar ucapan Barton segera menjawab, “Malam ini gue tidur kamar Oris.”
“Wah nih anak minta ditinggalin. Lo gak mau bayar makanan semua ini? yaudah, gue balik duluan.” Oris yang merasa kesal segera bersiap pergi, ia juga melirik Barton yang sejak tadi tak memedulikan bantuan yang ingin ia berikan.
“Ris ... gue balik ama lo, ama Rhea juga.” Geisha segera menarik tangan Rhea. Ia sudah kesal dengan Barton yang seakan menyamakan dirinya dan Natasha saat bepergian. Cowok itu seharusnya bisa membaca situasi, bukan seperti orang bodoh yang malah menyama-ratakan semua tempat yang dikunjunginya.
“Beb ... lo tega ninggalin gue?” tanya Barton.
Geisha berhenti, ia menatap ke arah Barton dan menjulurkan lidahnya. Sedangkan Barton yang sudah sangat gemas dengan tingkah pacarnya segera beranjak, ia kemudian mengangkat tubuh Geisha, seperti membawa karung beras.
“Barton! Lo ngapain! Turunin gue!” Geisha panik.
“Nggak akan!” balas Barton.
“Sialan lo! giliran gue tinggal, minta dibayarin,” omel Oris.
Barton yang kini sudah membawa Geisha keluar dari rumah makan segera menuju ke arah mobil. Di pukulnya bagian b****g Geisha, seperti seorang ayah yang sedang memarahi anaknya yang nakal.
“Sakit begok!”
“Bodo amat, gue gemes ama lo!”
“Barton turunin gue!”
“Nggak mau!”
“Hueee ... lo jahat!”
“Lo lebih jahat, calon suami mau lo suruh tidur di luar!”
“Ihhh turunin gue!”
“Nggak mau!”
“Barton jahat!”
“Iya gue emang jahat!”
“Barton kejam!”
“Iya gue emang kejam!”
“Hueee ... gue nangis nih!”
“Nggak usah sok manja!”
“Lo nyebelin!”
“Gue tau, gue gantengnya nyampe DNA!”
“Mati aja lo!”
“Kita mati sama-sama, terus satu peti!”
Keduanya terus saja berdebat, mereka tak sadar jika berpapasan dengan Natasha yang baru saja ingin menuju ke rumah makan padang tempatnya membuat janji dengan teman sekelas.
“Barton!”
“Apa sayang? Lo nggak sabar mau gue masukin?”
“Lo m***m!”
“Bodo amat!”
Setelah berjalan beberapa saat mereka akhirnya sampai di mobil, Barton membuka pintu dan memasukkan tubuh Geisha.
Duk ...
Kepala Geisha tanpa sengaja terantuk.
“Hueee ... Barton KDRT!”
“Uluh tayang ... maafin yah, nggak sengaja tadi.”
Geisha yang mendengar hal itu merengut. Barton segera mendekatkan wajahnya, dan tanpa ragu mencium bibir Geisha sekilas.
Geisha yang kaget diam, ia menatap Barton dan menyelam pada iris mata cowok itu.
“Nggak usah ngambek lagi, lo tambah jelek kalo ngambek.”
Geisha masih diam, dan Barton segera menutup pintu. Cowok itu juga segera masuk, lalu mobil Barton meninggalkan parkiran.
“Beb ... lo masih ngambek?” tanya Barton.
Geisha tak menjawab, dan Barton segera menatap ke samping. Ia malah melihat Geisha yang masih memegangi bibirnya sendiri, sepertinya cewek itu benar-benar kaget dengan caranya tadi.
“Sayang, kamu baik-baik aja, kan?” tanya Barton sangat lembut.
Geisha yang mendengar hal itu langsung menatap. “Mimpi gue lo pakek kata ‘kamu’ tumben amat.”
“Abisnya calon bini gue bengong.”
“Tau ah ... gue mau tidur, ntar bangunin yah.”
Barton mengangguk, ia masih berkonsentrasi dengan jalanan. Sedangkan Geisha segera tidur, tak berapa lama ia segera terlelap.
“Punya pacar doyan makan, doyan tidur, fiksss ... kebo betina.” Barton yang sudah selesai mengatakan itu tersenyum, ia juga tak menyangka bisa berpacaran dengan cewek seunik Geisha.
Cowok itu juga sampai lupa membelikan sate pesanan Pak Mulyo, ia langsung menuju ke sekolah karena merasa kasihan dengan Geisha yang sudah terlihat begitu lelah.