BAB 44 Lelaki Yang Dikucilkan

1157 Kata
Esok harinya, Ken, Nao, Gin dan Rei sarapat pagi bersama di sebuah toko makanan yang tak jauh dari Green House. Di tokoh itu begitu ramai pengunjung, bebebrapa pengunjung mengobrol dan ada juga yang hanya fokus dengan makanan mereka. Di sebuah meja, Gin dan Nao begitu bersemangat mengobrol. Hanya Ken dan Rei yang masih saja diam dan hanya fokus pada makanan mereka. Rei masih sibuk memikirkan cara untuk mendapatkan peta yang ada di tangan Nao dan Ken. Sedangkan Ken lelaki itu masih kepikirkan tentang p*********n yang tejadi kemarin. Di saat mereka sedang makan. Tiba-tiba saja seorang lelaki yang seumuran dengan mereka pun berjalan masuk ke dalam toko makanan dan duduk di sebuah kursi seorang diri. beberapa penunjung yang melihat kedatangan anak remaja tersebut sektika berubah kesal. “Kenapa dia kemari sih, ganggu makan aja. Kita keluar sekarang. Aku tidak ingin melihatnya,” ucap salah seorang lelaki paruh baya tepat di sebelah meja Nao dan teman-temannya. Tak hanya satu orang yang begitu kesal melihat kedatangan lelaki itu, tapi hampir seluruh pengunjung tokoh segera keluar. “Kenapa semua pergi?” tanya Nao pada Gin. “Aku juga tidak tahu, saat dia masuk semua orang mulai keluar satu persatu,” jawab Gin sambil melirik anak remaja yang hanya duduk seorang diri di sebuah kursi. Salah seorang wanita paruh baya segera menghampir anak lelaki tersebut. “Kau lagi, sudah aku bilang jangan datangi tokoh ku. Kau membuat semua pelanggangku kabur. Tidak bisakah kau pergi dari sini? ataukan kalau bisa kau datangi saja toko lain. Jangan datangi tokoku!” pekik wanita paruh baya tersebut dengan wajah murka yang di yakini sebagai pemilik tokoh. “Bu, aku kan hanya ingin makan. apa salahnya aku kemari? Aku kan juga bayar, aku tidak makan secara gratis di sini,” ucap lelaki tersebut protes. “Tapi kau membuat pelanggangku kabur. Jika terus seperti ini, aku bisa bangkrut.” Anak lelaki itu menghela napas kasar. “Baiklah aku akan pergi,” ucap anak ramaja tersebut segera berdiri. Sebelum keluar dari tokoh lelaki itu menyembatkan diri untuk menatap ke arah Nao dan teman-temannya. Lelaki itu seketika tersenyum menyeringai pada Ken yang juga menatapnya sebelum akhirnya itu keluar. “Apa kau melihatnya? Sepertinya tadi dia tersenyum jahat pada kita,” bisik Gin pada teman-temannya. “Masa sih. Mungkin kau salah lihat. Bisa jadi dia tersenyum bukan tersenyum jahat,” jawab Nao. “Sudah-sudah jangan memikirkan lelaki itu, sebiaknya kalian segera menghabiskan makanan kalian sebelum dingin. Tak hanya itu, kita juga harus mencari pekerjaan untuk sementara waktu sekaligus mencari informasi mengenai buku sihir,” ucap Rei. “Rei, benar. Sebaiknya kalian segera makan,” balas Ken menyetujuai ucapan Rei. Nao dan Gin pun mengangguk dan segera menyeralesaikan makan mereka dengan cepat. Selesai membayar makanan mereka, keempat pemuda itu segera keluar dari toko makanan. “Wahh, makanan di sini lumayan mahal. Uangku sisa segini,” ucap Rei sambil memperlihatkan kantong uangnya dengan rasa sedih. “Sama, aku juga sisa segini.” Kali ini Nao yang memperlihatkan kantong uangnya. “Sepertinya kita harus cari perkerjaan sampingan selain mencari informasi tentang buku sihir,” ucap Ken dan disetujui oleh ketiga temannya. “Bagimana kalau kita berpencar? Akan sulit jika kita kerja di tempat yang sama. Nao dan Ken mencari pekerjaan dan informasi di bagian barat desa. Sedangkan aku dan Gin akan berada ke arah timur desa. “ penjelasan Rei barusan mendapatkan persetujuan dari Ken, Nao dan Gin. Setelah itu mereka pun segera berpencar sesuai dengan apa yang Rei katakan tadi. Bersama dengan Ken, Nao menyusuri tiap-tiap rumah dan toko-toko yang ada di desa tersebut. mencari toko yang sedang mencari pekerja. “Sepertinya mencari pekerjaan sangat susah,” desah Nao yang saat ini sedang duduk di sebuah kursi yang ada di pinggir jalan bersama Ken. Mereka berdua telah mencari pekerjaan lebih dari satu jam. Dan tak ada satupun toko yang ingin memperkerjakan mereka berdua. Sesekali Nao memakan sebuah roti yang telah ia beli beberapa saat yang lalu sambil memerhatikan pejalan kaki yang berlalu-lalang di hadapan mereka. “SUDAH AKU BILANG JANGAN KEMARI!” sebuah teriakan yang menggelegar pun mengalihkan perhatian Nao dan Ken. Kedua lelaki itu segera menatap ke asal suara tersebut. “Bukankah dia pemuda yang ada di toko makanan tadi pagi yah?” tanya Nao saat melihat pemuda yang sangat familiar yang sedang berhadapan dengan seorang wanita paruh baya. “Aku hanya ingin membeli makanan, apakah tidak boleh? Aku kan membayarnya, aku tidak minta secara geratis,” ucap pemuda tersebut memelas. “Sepertinya dia sedang kelaparan,” batin Nao saat mendengar suara melas dari pemuda tersebut. “Aku tidak mau tahu. Aku tidak ingin kau ada di toko aku. Kau itu hanya akan membawa kesialan pada tokoku. Pergi kau dari sini,” pekik sang pemilik toko dan segera mendorong pemuda tersebut agar keluar dari tokonya. Melihat pemandangan tak menyenangkan itu membuat Nao kesal. Lelaki itu segera berdiri menuju toko. “Hei, Nao. Apa yang kau lakukan,” panggil Ken. Namun, Nao tak peduli dan tetap menghampiri pemilik toko dan pemuda yang tak dikenal tersebut. “Ibu, kasar amat sih! Diakan hanya ingin membeli makanan!” pekik Nao yang seketika mendapatkan tatapan tak menyenangkan dari si pemilik toko. “Emangnya kau siapa? Kau sepertinya pendatang baru di desa ini. Jika kau tidak tahu apa-apa mending kau pergi dari sini. PERGI KALIAN DARI TOKO KU!” ucap si pemilik toko dengan menekankan kalimat terakhirnya. Nao pun menarik pemuda tersebut menuju kursi tempat Ken berada. “Ini, aku punya roti. Kau ambillah, sepertinya dari tadi pagi kau belum makan.” Nao segera memberikan roti yang baru saja ia beli pada pemuda yang ada di hadapannya. “Terima kasih, telah membantuku. Kebetulan aku sangat kelaparan,” lirih pemuda tersebut dan segera meninggalkan Nao dan Ken setelah mengambil roti pemberian Nao. Nao tersenyum ramah saat melihat pemuda itu telah pergi. “Nao apa yang kau lakukan? kau memberikan roti terakhir kita pada pemuda yang tidak kau kenal?” “Maafkan aku. Aku kasihan padanya.” “Tapi, kita tidak punya banyak uang untuk membeli roti lagi. Roti itu adalah persediaan kita nanti malam.” “Iya, iya. Maafkan aku.” “Sudahlah, sebaiknya kita kembali mencari pekerjaan sebelum malam tiba.” Nao mengangguk dan keduanya pun kembali mencari pekerjaan. Di saat matahari akan terbenam, saat itulah Nao dan Ken menemukan sebuah pekerjaan. Sebuah bar tempat para petualang desa nongkrong di saat tak ada kerjaan. Nao tersenyum riang di perjalanan pulang menuju penginapannya. Besok adalah hari pertamanya dan Ken kerja. Ia sudah tak sabar dengan pekerjaannya besok. Ia ingin segera memberitahukan bertia bahagia ini pada Gin dan Rei. “Kau gembira sekali,” ucap Ken di sela-sela perjalanan pulang mereka. “Tentu saja aku senang. Kita sudah mendapatkan pekerjaan dan menurutkan bar itu adalah tempat yang paling bagus untuk mencari informasi.” “Benar juga, aku tidak sempat kepikiran hal itu!” ucap Ken yang baru saja menyadari hal tersebut. Tanpa kedua pemuda itu sadari sedari tadi seseorang mengawasi mereka dari kejauhan dan tersenyum menyeringai menatap Nao dan Ken.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN