BAB 43 Desa Renndolstra

1170 Kata
Dua hari telah berlalu sejak Nao dan teman-temannya meninggalkan Desa Trogil. Mereka melanjutkan perjalanan menuju arah barat dan desa tujuan mereka saat ini adalah desa Renndolstra. Desa itu adalah desa yang paling dekat dari desa Trigil, di sana mereka akan menetap untuk sementara waktu untuk menggali informasi mengenai buku sihir yang mereka cari selama ini. Gin mulai ngos-ngosan di sertai peluh membanjiri tubuh dalam perjalanan mereka. Di depannya ada Nao, Ken dan Rei yang terlihat masih kuat untuk berjalan. Tidak seperti dirinya yang sudah sangat kelelahan padahal mereka baru saja beristirahat beberapa jam yang lalu. “Aku sudah capek. Sepertinya kita istirahat dulu,” lirih Gin pada teman-temannya. Nao, Ken dan Rei pun menghentikan langkah mereka dan berbalik menatap Gin yang kini membungkuk sambil berpegangan pada salah satu pohon. Rei pun mendekati Gin. “Apa kau baik-baik saja?” tanya lelaki itu cemas. “Aku baik-baik saja. Aku hanya kelelahan,” lirih Gin. Rei pun menatap Nao dan Ken. “Kita istirahat sekarang,” ucap lelaki itu. “Istirahat lagi? Kita baru saja istirahat satu jam yang lalu,” ucap Ken keberatan. “Kau tidak lihat, Gin sudah sangat kelelahan. Dia butuh istirahat.” “Tapi_” “Ken, kita istirahat saja, yah. Kasihan Gin dia butuh istirahat.” Kali ini Nao yang membujuk. Mau tidak mau Ken akhirnya setuju dan mereka berempat pun segera beristirahat. “Maafkan aku,, karena tubuhku yang sangat lemah membuat perjalanan kita terhambat,” lirih Gin meresa bersalah. Rei tersenyum dan mengatakan bahwa tidak apa-apa. “Jangan terlalu dipikirkan.” “Ngomong-ngomong, apakah desa Renndolstra sudah dekat?” tanya Gin disela-sela peristirahatan mereka. “Kalau menurut peta sih, sepertinya sudah dekat. Hanya membutuhkan sekitar dua kilo meter lagi untuk tiba di desa itu,” jawab Nao sambil memerhatikan peta yang ada di tangannya. “Tak jauh lagi. Kalau begitu kita lanjutkan sekaran,” ucap Gin dan segera berdiri. “Apa kau yakin? Apa kau sudah tidak capek lagi?” tanya Rei cemas. Gin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Kita tidak mungkin beristirahat lama di sini. kita harus tiba di desa itu sebelum malam tiba.” “Kau betul. Kita harus berangkat secepatnya sebelum malam tiba.” Keempat s*****n itu pun kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju desa Renndolstra. Di saat keempat itu tengah menyusuri hutan menuju tujuan. Tiba-tiba saja, langkah salah satu dari mereka terhenti saat merasakan hawa yang sangat berbahaya tak jauh dari tempat mereka berada. “Tunggu! Sepertinya aku merasakan ada aura yang sangat berbahaya di dekat sini!” pekik Ken cepat dan menghentikan ketiga sahabatnya yang tak menyadar aura mencekam tersbeut. “Aura apa? aku tak merasakan apa-apa,” ucap Nao yang tidak merasakan apapun lalu di susul anggukan dari Rei dan Gin yang juga tak merasakan apapun. “Mungkin hanya perasaanmu. Kau menakuti kami saja. ayo kita kembali jalan sebelum matahari tenggelam,” ucap Rei. Nao dan yang lainnya pun mengangguk dan kembali melanjutkan perjalanan mereka. Namun, sebuah cahaya hitam tiba-tiba mengarah pada mereka bereempat dengan kecepatan yang luar biasa. Ken yang menyadari hal itu segera berteriak, “MENGHINDAR!” Ken segera menarik tubuh Nao. Sedangka Rei segera menarik tubuh Gin yang hampir saja terkena cahaya hitam tersebut. “APA KAU TIDAK APA-APA?” “Emmm, terima kasih telah menolongku.” Ken pun menatap ke arah cahaya hitam itu berasal. “SIAPA KAU DAN TUNJUKKAN WAJAHMU SEKARANG JUGA!” Pekik Ken marah. Namun, tak ada jawaban. “CEPAT KELUAR!” Pekik Ken sekali lagi. Namun, masih tak ada jawaban. Rei juga sedang waspada takut jika serangan kembali mengarah pada mereka. Seorang lelaki tengah bersembunyi di sebuah pohon. Menatap Nao, Ken, Gin dan Rei, lelaki itu tiba-tiba tersenyum menyeringai. “Pendatang baru,” batingnya. Tak jauh dari tempatnya, Ken melihat ada siluet bayangan orang yang ada di balik pohon. “Hei, kau yang ada di sana! Kau pikir aku tidak menyadari keberadaanmu!” pekik Ken membuat lelaki yang sedari tadi bersembunyi jadi panik. “Gawat! Aku harus pergi.” Tanpa mengucapkan sepatah kata lelaki itu segera pergi sebelum Ken dan teman-temannnya menyerangnya. “HEI, JANGAN KABUR KAU!” Pekik Ken marah melihat lelaki yang menyerangnya tadi telah kabur. Ken ingin mengejar lelaki itu, tapi Nao dengan cepat menghentikan saudaranya. “Sudah, jangan dikejar. Sebaiknya kita lanjutkan perjalan kita menuju desa Renndolstra.” Mau tidak mau Ken pun menurut dan perjalan mereka pun dilanjutkan. *** “Lihat desa ini sangat indah!” pekik Nao senang. Menadang hamparan indah di depannya. Mereka sudah tiba di perbatasan desa. Dari atas gunung mereka melihat indahnya desa Renndolstra begitu indah. Sebuah desa yang memiliki pemandangan indah di mana desa tersebut dikelilingi oleh pengunungan yang sangat cantik dengan warna hijau yang mendominasi. Perumahan penduduk pun dipenuhi oleh lumut berwarna hijau dan sulur-sulur tanaman indah. “Iya, indah sekali,” balas Gin di samping Nao. “Aku sudah tidak sabar untuk tiba di desa itu. Ayo kita jalan,” lanjut Gin yang sangat bersemangat. Tak membutuhkan banyak waktu, keempat lelaki itu pun tiba di desa. Beberapa orang menatap mereka dan sesekali menyapa mereka dengan hangat. Mereka segera menyinggahi sebuat toko makanan sebelum mencari penginapan untuk menginap beberapa hari kedepatnnya. “Apakah bapak tahu di mana kami bisa menyewa penginapan?” tanya Ken pada salah satu pelayan toko. “Kalau kalian mau, kalian bisa menyewa kamar di Green Hous. Letak Green haus tak jauh dari tokoh ini. Hanya berjarak lima rumah dari sini,” jelas sang pelanyan ramah. “Ohh, terima kasih.” Setelah makan bersama, mereka segera mengunjungi Geen Hause yang pelayan katakan tadi. Untungnya, sewanya tak memerlukan banyak uang. Hanya berkisar lima puluh uang perak dan satu koin emas untuk dua kamar. *** Di kamar Nao dan Ken. “Wah, lelahnya. Sudah lama kita tidak merasakan ranjang empuk,” ucap Nao sambil berguling-guling di atas ranjang yang beru saja mereka sewa. Di sisi lain, Ken tak menjawab perkataan Nao. Lelaki itu masih sibuk memikirkan kejadian beberapa saat yang lalu di mana mereka tiba-tiba saja di serang. “Ada apa, Ken? Apa yang kau pikirkan seserius itu?” “Tidak ada apa-apa, kok. Sebaiknya kita tidur sekarang. Besok kita harus mencari informasi mengenai buku sihir.” Nao mengangguk dan segera memperbaiki posisi tidurnya. Menggeser tubuhnya sedikit agar Ken bisa tidur di sampingnya. Di sis lain, di kamar sebelah kamar Gin dan Rei. Rei duduk bersandar pada dinding kamar. Melamun sambil menatap Gin yang telah tertidur pulas di atas ranjang. “Aku harus mengambil peta itu secepatnya dari mereka. Aku tak bisa berlama-lama bersama mereka. Aku tidak bisa memercayai Nao atau pun Ken. Suatu saat nanti mereka pasti akan menghianatiku ataupun Gin.” “Rei? Kau belum tidur?” tanya Gin tiba-tiba membuyarkan lamunan Rei. “Ahh, aku akan tidur sebentar lagi. Kembalilah tidur,” jawab Rei cepat. Gin mengangk dan kembali membaringkan tubuhnya. Rei menatap Gin yang sudah tertidur. “Tapi, bagaimana caranya aku melepaskan diri dari mereka? Gin telah menganggap Nao dan Ken sebagai sahabat.” Pusing memikirkan rencana untuk mengambil peta dari Nao dan Ken. Lelaki itu pun memutuskan untuk segera tidur. Ia akan memikirkan rencana baru besok.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN