BAB 6 Lorien Academic of Magic

1133 Kata
Nao membuka kedua matanya saat menjelang malam. Gelap gulita. Itulah kedua matanya tangkap saat ia membuka kedua mata. Nao memekik kesakitan saat ia berusaha untuk mendudukkan tubuhnya. Ia merasa sangat kesakitan pada seluruh tubuhnya. Nao pun segera menyalakan lampu yang terletak pada meja yang ada di samping ranjangnya. Sekilas ia menatap betisnya saat lampu telah menyala dan meringis menatap betisnya yang kini sangat mengerikan. Darahnya masih menetes-netas dan mengotori ranjangnya. Ia kepikiran untuk mencuci masudnya, namun kembali ia urunkan. “Nanti saja deh. Besihkan kasur ini ...” lirihnya. Dengan langkah tertatih Nao pun keluar dari kamarnya. Untuk mencari ibu dan ayahnya. Saat ia membuka pintu tersebut. Ia di sambut oleh pekikan keras dari seorang wanita paruh baya yang menatapnya cemas dan berlari menghampirinya. “Nao ... Kau sudah bangun, Nak ...” lirihnya. Nao tersenyum menanggapi ibunya yang terlihat sangat cemas. “Nao tidak apa-apa, Ma,” gumam Nao pelan saat sang ibu memapahnya menuju ruang makan. Di sana ia melihat Ken dan sang ayah yang sedang menunggunya untuk makan malam bersama. “Hati-hati, Nak ...” ujar sang ibu saat membantu anaknya untuk duduk di sebuah kursi. “Bagaimana keadaanmu, Nao?” tanya sang ayah. “Aku baik-baik saja, Pa ...” gumam Nao pelan lalu beralih menatap Ken yang juga sedang menatanya. Nao menunggu apa yang akan Ken katakan padanya, ia berharap Ken mangatakan hal yang sama seperti yang di katakan ibu dan ayahnya. Yaitu, kata-kata manis penuh kecemasan. Tapi, ia hanya bisa menghela napas saat Ken tak mengucapkan apa-apa dan kembali menatap makanannya. Hari demi hari telah beralu. Hingga sekarang Nao sudah sembuh dan masih tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi padanya beberapa hari yang lalu. Berkali-kali ia ditanya oleh kedua orang tuanya mau pun penduduk desa mengenai kejadian itu. Tapi, jawabannya tetap sama yaitu ia tidak tahu. Hingga hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Orang tua dan penduduk desa mulai melupakan kejadian tersebut dan tak ada lagi yang mempertanyakan siapa yang telah menghancurkan ruang tes tersebut. Kejadian tersebut telah di anggap kasus misteri yang belum atau tak akan pernah terpecahkan. *** Tak terasa bulan telah berganti tahun. Kini Nao dan Ken berumur sepuluh tahun. Saat di mana kedua anak lelaki tersebut mulai di tuntut untuk sekolah untuk meningkatkan kekuatan mereka. Dan di sinilah Ken dan Nao berada. Ia berada di depan sebuah gerbang sekolah yang ada di desanya. Sekolah sihir yang bernama Lorien Academic of Magic. Sekolah yang mengajarkan anak-anak yang berumur sepuluh tahun tentang sihir dan mana. Kedua anak itu di antar oleh sang ibu yang kini memegang kedua tangan mereka berudua. “Ma, apa aku benar-benar bisa sekolah di sini? aku dengar dari anak-anak yang lain katanya yang tidak punya mana tidak bisa belajar di sekolah ini?” Tanya Nao cemas. Sudah beberapa tahun berlalu sejak pengecekan mana yang di lakukan desanya. Tapi, ia masih sama seperti dulu. Ia belum bisa mengeluarkan mana dan menguasai satu elemen pun pada dirinya. “Bagaimana kalau Ken saja yang Mama daftarkan,” lanjutnya. Di banding dia. Ken sangat jago dan pintar. Membuatnya semakin minder. Sang ibu tersenyum. “Nao tenang saja. percayalah pada Mama aku yakin kau pasti bisa sekolah di sini.” “Tapi ...” “Tidak usah cemas. Ayo kita masuk saja.” wanita paruh baya itu pun mengandeng kedua anaknya masuk ke dalam sekolah tersebut. Saat tiba di pekarangan sekolah. Beberapa siswa berbisik-bisik dan membuat Nao semakin cemas. “Lihat bukankah dia anak lelaki yang di kabarkan tak punya kekuatan sihir? Kenapa dia ada di sini? bukankah yang masuk di sekolah ini anak-anak yang punya kekuatan?” “Iya, kau benar. Kenapa anak itu datang kemari ...” Bisikan-bisikan itu menghentikan langkah Nao sedangkan Ken hanya tersenyum senang. Itu artinya Nao tak akan sekolah di tempatnya. Jadi ia bisa bebas. “Ada apa, Sayang?” tanya sang ibu saat Nao hanya diam dan tak ingin melanjutkan jalannya menemui kepala sekolah. “Aku tidak mau sekolah, Ma...” lirih Nao. “Kenapa? Apa karena pembicaraan anak-anak itu?” sang ibu menunjuk dua anak yang tadi bergosip. Sedangkan dua anak yang ditunjuk itu segera melarikan diri. Nao menunduk. “Aku tak akan di terima di sekolah ini, Ma...” lirih Nao. “Tenang Nao. Jangan pesimis seperti itu. Ayo kita mencobanya dulu ...” sang ibu kembali menrik tangan kedua anaknya menuju ruang kepala sekolah untuk mendaftarkan Nao dan Ken. **** Setibanya di ruang kepala sekolah. Di sana ia melihat banyak ibu-ibu yang telah membawa anaknya untuk mendaftar masuk ke sekolah tersebut. Sekali lagi Nao dan ibunya mendengar gosip-gosip yang membuat Nao semakin pesimis. “Dengar yah! Di sekolah ini tak ada persyaratan yang mengatakan anak yang tak punya mana tidak di bolehkan untuk sekolah di sini. Jadi, berhentilah untuk berbicara buruk tentang anakku.” Akhirnya para ibu-ibu pun berhenti berbicara dan terdiam. Satu persatu ibu-ibu itu pun pulang setelah menemui kepala sekolah. Dan kini tibalah giliran ibu Rika untuk masuk ke ruangan kepala sekolah. Ketiganya pun duduk dan berhadapan langsung dengan kepala sekolah. Melihat Nao masuk ke keruangannya membuat wajah kepala sekolah itu berubah seketika. “Sepertinaya kepala sekolah juga tak ingin menerimaku,” batin Nao dan menundukkan kepala sejak ia melangkah masuk. “Maaf, Pak. Saya kesini untuk mendaftarkan Ken dan Nao di sekolah ini.” "Sebenarnya kalau Ken bisa saya terima. Tapi, Nao sepertinya sangat sulit untuk di terima. “ mendengar kalimat yang di ucapkan lelaki paruh baya di hadapannya membuat kedua mata Nao berkaca-kaca. Ia sudah menduga jika ia tidak akan di terima di sekolah ini. Hanya anak-anak yang punya mana yang di bolehkan untuk mendaftar. “Tapi, Pak. Di sekolah ini tak ada syarat yang menatakan bahawa anak yang tak mempunyai mana tak bisa sekolah di sini. bukankah itu artinya Nao masih punya kesempatan untuk sekolah di sini?” Kepala sekolah tersebut tersenyum. “Saya tidak mengatakan Nao tidak bisa di terima. Saya hanya mengatakan bahwa Nao akan sulit untuk di terima.” “Apa itu artinya Nao masih punya kesempatan untuk sekolah di sini?” tanya sang ibu. “Iya, Nao masih punya kesempatan untuk mendaftar di sekolah ini. Tapi, Dengan satu syarat. Nao segera mengangkat kepalanya. Menunggu syarat apa yang akan lelaki itu ucapkan. “Apa syaratnya?” “Nao harus bisa menguasai beberapa teknik pedang. Hanya itu satu-satunya cara untuk bisa masuk ke sekolah ini. Karena saat tes masuk akan ada yang namanya tes pedang. Jika Nao lolos di tes tersebut dia bisa ke sekolah ini. “Teknik pedang?” tanya sang ibu sekali lagi. “Iya. pelajaran di mulai tiga bulan lagi. Masih ada kesempatan untuk Nao belajar beberapa teknik pedang.” “Bagaimana Nao? Apa kau mau belajar teknik pedang?” tanya kepala sekolah pada Nao. Nao tersenyum. "Tentu saja aku setuju. Aku pastikan akan lolos di tes pendaftaran tiga bulan yang akan datang.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN