BAB 32 Menyelamatkan Nao

1342 Kata
“Aku ...” Nao tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tidak tahu bagaimana ia harus mengatakan yang sebenarnya. “Rei ... ini bukan salahnya.” Gin berusaha membujuk temannya untuk menyingkirkan pisau air pada leher Nao yang kini telah menjadi sahabatnya mulai sekarang. “Bagaimana aku bisa melepasnya! Dia telah membuatmu menangis!” bentak Rei yang masih tidak ingin melepaskan pisaunya. “Dia tidak melakukan apa-apa padaku. Aku hanya terlalu emosional mendengar kisahnya yang menyedihkan ...” lirih Gin yang masih di sertai dengan isak tangis. “Apa benar begitu?” tanya Rei dingin pada Nao. Dengan cepat lelaki itu menganggukkan kepalanya. Akhirnya dengan berat hati lelaki bernama Rei itu pun melepaskan Nao. Gin segera menghapus air matanya lalu menatap Nao. “Apa kau tidak apa-apa?” tanya Gin cemas. “Aku tidak apa-apa terima kasih telah membantuku.” “Tidak masalah. Lagian kau kan sudah menjadi teman aku.” “What!” pekik Rei kaget mendegar pembicaraan Gin dan Nao. Kedua lelaki itu hampir saja terjungkal saking kagetnya mendengar pekikan keras Rei yang tiba-tiba. “Sejak kapan dia menjadi temanmu?” tanya Rei. “Itu ...” Nao mengantung ucapannya. Ia bingung mejelaskan apa yang telah terjadi barusan. “Sejak tadi,” ujar Gin tiba-tiba menjawab pertanyaan Rei dengan wajah polosnya. “Apa? kau gila? Dia hanyalah tawanan kita. Jadi dia tidak bisa menjadi temanmu.” Gin mendekati Rei dan memegang tangan lelaki itu manja. “Tapi aku menginginkannya. Boleh yah ...” bujuk Gin sambil memainkan tangan Rei manja. Rei hanya bisa menghela napas dengan tingkah laku sahabatanya yang terlalu baik dan kelewat manja. Kali ini ia hanya bisa pasrah dan menuruti kemauan sahabatnya. “Baiklah terserah kamu saja.” “Benarkah? Horee ...” teriak Gin senang dan segera memeluk Nao. “Akhirnya kita berteman juga.” Rei pun menjauhi kedua lelaki itu menuju api unggun. Gin segera melepas ikatan Nao pada pohon lalu mendekati Rei dan duduk di samping lelaki itu. Ketiga pun menghangatkan diri pada api unggun dan sesekali Gin dan Nao mengombrol. Hanya Rei saja yang diam sedari tadi. Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakan. “Siapa di sana!” pekik Rei cepat lalu berdiri menatap arah asal suara yang ia dengar. “Ada apa Rei?” tanya Gin. “Sepertinya aku mendengar sesuatu dari arah sana.” Sambil menunjuk semak-semak yang tak jauh dari tempat mereka bertiga. “Aku cek dulu yah. Kalian tetap di sini.” Rei mendekati asala suara hati-hati. Langkah kakinya pun terhenti saat seekor kucing keluar dari persembunyiannya. “Ahhh.. ternyata kucing,” batin Rei. Lelaki itu segera mengambil kucing terebut dan membawanya pada Gin. Karena ia tahu sahabatnya itu sangat menyukai hewab berbulu seperti kucing. “Ini untukmu.” “Imut sekali ....” Gin segera mengelus-elus bulu kucing itu dengan manja hingga kucing itu tertidur pulas pada pangkuan Gin. Tanpa ketiga lelaki itu sadari sedari tadi seorang lelaki sedang mengawasi mereka. Lelaki itu adalah Ken yang tengah menunggu waktu yang tepat untuk menyelamatkan sahabatnya. *** Hari semakin gelap. Gin, Rei dan Nao kini tertidur pulas di hadapan api unggun. Gin tertidur dengan seekor kucing berada di pelukannya. Sedangkan Nao tidur berhadapan dengan Rei. “Inilah saatnya,” ujar Ken yang kini mentapa ketiga lelaki itu dengan serius. Setelah seharian memperhatikan ketiga lelaki itu akhirnya ia menemukan kesempatan emas untuk membebaskan Nao. Ken melangkah dengan mengendap-endap. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang dapat membangunkan kedua perampok yang menawan Nao. “Nao ... Nao ... ayo bangung ...” Ken berusaha membangunkan Nao. Tapi lelaki itu tak kunjung bangun dan hanya membalikkan tubuhnya. “Lelaki ini sungguh menyebalkan,” batinnya kesal. “Nao ... nao ayo bangun. Kita harus pergi dari sini.” sekali lagi Ken berusaha membangunkan Nao. “Ada apa sih ...” ujar Nao parau sambil mengucek kedua matanya dan berusaha mengembalikan kesadarannya. “Ke_ ...”baru saja Nao ingin memekik kaget Ken secepat kilat membekap mulut saudaranya. “Jangan ribut. Aku kesini untuk menyelamatkanmu. Ayo cepat kita pergi dari sini sebelum mereka bangun,” bisik Ken, sengaja ia berbisik agar Rei dan Gin tak bangun karena suaranya. Perkataan Ken membuat hati Nao senang bukan main. Ken datang untuk menyelamatkannya. Itu artinya Ken tidak pernah membencinya. “Kenapa bengong. Ayo cepat kita pergi dari sini.” tegur Ken melihat Nao yang hanya diam sambil tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. “Baik_” “Jangan bergerak atau pisau ini menangcap di lehermu.” Baru saja Nao dan Ken berdiri untuk melarikan diri. Sebuah pisau es tiba-tiba tertindis di leher Ken. “Rei ...” lirih Nao kaget. Secara perlahan Ken pun berdiri walau pasau itu masih berada di lehernya. “Sesuai dugaanku. Kau tidak akan pernah meninggalkan temanmu sendiri,” ujar Rei dingin sambil menyeringai. Saat ia menemukan kucing beberapa jam yang lalu. Ia sudah menduga bahawa seseorang sedang mengawasi mereka bertiga dari kejauhan dan ternyata dugaannya benar. “Rei lepaskan dia. Aku mohon jangat bunuh dia ...” Nao berusaha membujuk dan memohon. “Serahkan peta itu sekarang juga. Atau pisau ini akan menangcap di lehermu.” Sekali lagi Rei mengancam Ken tanpa perduli dengan bujukan Nao di hadapan mereka. Ancaman Rei tak membuat Ken takut. Lelaki itu malahan tersenyum menyeringai seketika. “Kau pikir aku takut,” ujar Ken tiba-tiba lalu dengan gerakan yang sangat cepat. Ken memegang tangan Rei yang memegang pisau es lalu memelintirnya hingga pisau itu terlepas dari genggamannya. Setelah itu Ken melompat menjauh. Menatap Rei remeh dan mengejek. “Kau tidak akan bisa mengalahkanku. Kali ini aku tidak akan kalah.” “Kau ...” geram Rei marah masih dengan memegang tangannya yang sudah dipelintir Ken sebelumnya. “Ice arrow ...” Rei pun segera melepaskan anak panah esnya di hadapan Ken. tapi untungnya lelaki itu berhasil menghindar sehingga panah itu hanya mengenai tanah dan menimbulkan dentuman yang sangat keras. Tak tinggal diam. Ken pun melayangkan serangan yang sama. namun, sama halnya dengannya tadi. Rei berhasil menghindar. Keduanya pun saling melemparkan tatapan membunuh dan penuh kebencian. Dan dalam hitungan detik keduanya kembali bertarung dengan serius tidak ada yang ingin mengalah. “Kalian berdua berhentilah bertarung. Aku mohon berhenti!” pekik Nao. Namun teriakan Nao tak di perdulikan oleh kedua lelaki itu. keduanya malah terliht menikmati pertarungan mereka. “Tak kusangka kau sangat hebat,” puji Rei. “Kau juga sangat hebat,” jawab Ken. Pertarungan kedua lelaki itu menimbulkan suara yang sangat keras. Sehingga membuat tidur nyenyak Gin mulai terusik. “Ada apa sihhh. Ribut sekali,” ujar Gin polos sambil mengucek-ucek kedua matanya dan sesekali menguap lelaki itu masih dalam keadaan setengah sadar. Nao segera menghampiri Gin. “Cepat bangun. Rei dan Ken sedang bertarung kita harus menghentikan mereka berdua.” “Rei sedang bertarung .... tidak usah perduli ... Rei memang suka bertarung ...” ujar Gin yang masih ngelantur. Lelaki itu hanya duduk diam memeperhatikan pertarungan yang tejadi dihadapnnya. Sesekali kedua matanya tertutup rapat lalu kembali membukanya. “Bagaimana ini ... aku tidak ingin dia antara mereka berdua ada yang terluka.” Nao melangkah mondar mandir memikirkan cara untuk memisahkan kedua lelaki itu. “Ken berhenti ... Rei kau juga berhenti. Jangan bertarung lagi!” teriak Nao membujuk. “Nao! Kau tidak usah ikut campur dengan urusan kami. Aku ingin menuntaskan urusan kami yang tertunda kemarin!” pekik Ken pada Nao. “Iya betul. Aku tidak ingin mengakhir pertarungan ini dengan cepat,” ujar Rei yang terlihat bersemangat bertarung dengan Ken. Nao pun menatap Gin yang ada di sampingnya lalu menatap Ken dan Rei bergantian. Tidak ada yang bisa menghentikan pertarungan keduanya selain dia. “Aiis ... s**l ... mau tidak mau aku harus melakukannya,” batinnya. Nao pun memantapkan hatinya sebelum akhirnya lelaki itu berlari di tengah-tengah pertarungan keduanya sambil menutup kedua matanya karena sedikit takut. Pada saat itu. Ken dan Rei sedang melemparkan serangan panah es. Kedua panah itu melayang dengan sangat cepat ke arah Nao yang kini berdiri di tengah-tengah mereka. “Nao!”pekik Ken kaget melihat saudaranya. Kedua panah itu mengarah pada Nao. Saat itu Rei ikut panik melihat Nao berlari di tengah pertarungannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN