BAB 34 Pertaruangan Gin Dan Rei

1095 Kata
Bu Rika dan Bu Tini segera membawa anak mereka kembali ke desa dengan memberikan keduanya hukuman. Gin dan Rei diberi hukuman untuk mencuci pakaian tanpa menggunakan kekuatan. Keduanya harus menggunakan kedua tangan mereka sendiri. Kini Gin dan Rei berada di danau yang ada di desanya. Menatap tumpukan pakaian yang jumlahnya sangat banyak. Gin segera menatap Rei yang ada di sampingnya. “Ini semua karena dirimu. Kita di hukum itu semua karena ulahmu,” geram Gin. “Apa ulahku? Kenapa kau menyalahkanku? Bukankah kita berdua bertarung atas kemauan sendiri?” jawab Rei membela. “Kalian berdua berhenti berkelahi. Jika kalian tidak bisa akur akan aku tambah hukuman kalian!” pekik seorang wanita paruh baya atau Bu Rika yang ternyata sedari tadi mengawasi keduanya di danau. “Iya ... iya aku mengerti ...” lirih Gin dan Rei bersamaan. Keduanya pun segera mencuci pakaian tanpa menggunakan sihir. Sudah hampir dua puluh menit keduanya mencuci. Namun, pakaian kotor mereka masih sangat banyak. Bu Rika yang sedang mengawasi keduanya mulai mengantuk dan akhirnya tertidur di atas bebatuan yang ada di pinggir danau. Wanita paruh baya itu terlihat sangat nyenyak tertidur hingga tak menyadari dua anak yang ia awasi kini saling melemparkan tatapan sengit. “Aku tidak terima dengan hukuman ini. Ini semua karenanya maka dari itu aku harus memberinya hukuman,” batin Gin. Gin mengendap-endap berjalan di belakan Rei yang fokus dengan cuciannya. Saat itulah Gin menyeringai. Kedua tangan lelaki itu bersiap-siap mendorong Rei jatuh di air. Namun, saat itu wajah Gin terpampang jelas di air dan Rei menyadari Gin ada di belakannya. Rei pun menyeringai saat itu juga. “Dia pikir aku tidak tahu apa yang ia lakukan,”batin Rei. Dan dalah hitungan detik Gin segera mendorong Rei dan saat itu juga Rei segera menghindar dan alhasil Gin lah yang terjatuh di air danau itu. “REI ...” Geram Gin menatap Rei sambil mengusap wajahnya yang basah. “Rasakan itu. Kau pikir aku tidak tahu apa yang ingin kau rencanakan padaku ... ,” ejek Rei sambil menjulurkan lidahnya dan sesekali tertawa terbahak-bahak. Tak terima dengan ejekan Rei. Gin pun membalasnya dengan memercitkan air pada tubuh Rei membuat anak lelaki itu memekik kesal. Rei ikut membalas prilaku Gin. Namun, sebelum ia membalas lelaki itu Gin terlebih dahulu menarik kedua kakinya hingga keduanya berada di air. “Rasakan pembalasanku ...” Kedua anak lelaki itu pun saling melemparkan air dan sesekali tertawa terbahak-bahak. Hingga tak menyadari pakaian-pakaian yang ingin ia cuci tadi satu persatu hanyut dibawa air. Suara ribut keduanya membuat Bu Rika yang tidur nyenyak kini terganggu. Secara perlahan kedau mata wanita paruh baya itu terbuka. “Aku tertidur sangat lama,” batinnya dan menguap. Wanita menatap Gin dan Rei yang sedang main perang air di danau. Ia tersenyum keduanya yang terlihat akrab. “Sepertinya keduanya mulai berdamai,” batinnya. Masih sesekali menguap Bu Rika mendekati kedaunya. Setibanya di tempat Gin dan Rei saat itulah kesadarananya kembali sempurna dan saat ini ia tidak melihat pakaian-pakaian yang di cucui Gin dan Rei. “Gin! Rei! Di mana semua pakaian yang kalian cuci?” tanya Bu Rika. Keduanya pun menghentikan permaian perang air dan menatap Bu Rika. “Kami sudah menyelesaikannya dan bajunya ada di_ ...” baru saja Gin ingin menujukkan keberadaan pakaian yang tadi ia cuci saat itulah ia bingung saat tak menemukan satu pakaian pun di sana. “Gawat ... bajunya hilang!” pekik Gin panik. Rei pun ikut mengecek baju yang ia cuci tadi dan hasilnya sama. Semua pakaian menghilang. “Apa jangan-jangan bajunya hanyut terbawa air yah,” batin Rei. Segera Rei memperhatikan sekelilingnya dan kedua matanya pun membulat sempurna melihat semua pakaian terbawa arus air. “Gawat ...” batin Gin dan Rei secara bersamaan menatap pakaian-pakaian mereka yang semakin menjauh. “Gin! Rei .... kalian ....” “AMPUN!” *** Setelah kejadian di danau, hubungan keduanya mulai membaik. Hanya saja Rei yang masih lemah di hadapan Gin mulai berlatih secara diam-diam di hutan yang menjadi perbatasan hutan dan desa. Dan tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini keduanya mulai beranjak dewasa. Gin beumur lima belas tahun dan Rei berumur tujuh belas tahun. Kadang keduanya bertarung untuk melihat kemampuan masing-masing. Saat ini skor keduanya 87 banding 0. Hingga saat ini Rei masih belum bisa mengalahkan Gin. Membuatnya semakin termotivasi untuk terus berlatih. Setidaknya ia bisa mengalahkan Gin satu kali saja maka hubungan keduanya bisa semakin dekat. Karena Gin sudah berjanji akan menjadi sahabat Rei jika ia bisa mengalahkannya walau hanya satu kali saja. Dan di sinilah lelaki itu berada di perbatasan hutan dan desa untuk berlatih seorang diri.“Water Shot.” Sebuah tembakan air meluncur ke arah sebuah pohon besar. Namun, sebelum tembakan air itu mengenai pohon tembakannya menghilang di tengah jalan. “Lagi-lagi seperti ini,” batinnya sedih. Kekuatanya selalu menghilang di tengah-tengah serang hal itu jugalah yang membuatnya tidak bisa mengalahakan Gin. Rei pun beristirahat sejenak memakan cemilan yang ia bawa dari rumahnya. Sesekali ia memandang langit biru yang begitu indah. Burung-burung berterbangan dengan sekawanannya. “Tunggu saja. Suatu saat nanti aku pasti akan mengalahkanmu,” batinnya dan semangatnya pun kembali. Segera lelaki itu berdiri dan kembali melajutkan latihannya. “Water Shot.” Sekali lagi Rei mengeluarkan tembakan air. Tapi lagi-lagi hasilnya tetap sama. Walau begitu ia tak patah semangat ia melakukannya terus menerus. Hingga tak terasa hari mulai gelap. “Water shot.” Lagi-lagi Rei menelan kekecewaan. Tembakannya masih tidak sampai. Lelaki itu memegang kedua lututnya. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Ia sudah sangat lelah hari ini. Persediaan makanannya pun sudah habis bahkan air minumnya juga. “Sekali lagi ... aku mohon sampailah ...” lirihnya. Rei pun kembali bangkit. Menatap pohon yang ada di hadapannya dengan serius. Rei mengulurkan salah satu telapak tangannya ke arah pohon itu. “Water_” Baru saja Rei inginmengucapkan mantra seseorang tiba-tiba memegang tangan dan tubuhnya dari arah belakan. “Pusatkan pikiranmu pada pohon itu dan bayangkan saat tembakanmu itu mengenainya. Jangan hiraukan keadaan sekitarmu fokuslah hanya pada satu sasaran,” ujar lelaki misterius yang ada di belakan Rei. “Watet Shot.” Rei pun mengucap mantara sihir. Mengelurkan tembakan air dari telapak tangannya. Senyum merekah di wajah Rei saat itu juga. Tembakannya mengenai pohon tetap sasaran. Berbalik dan memeluk lelaki misteris yang telah memberikan sedikt arahan padanya. “Terima kasih telah membantuku,” gumam Rei senang. “Sama-sama.” Rei pun melepas pelukannya ingin melihat lelaki yang membantunya. Tapi, baru saja kedua tangannya terlepas di pundak lelaki misteruis itu pandangannya mulai mengabur dan akhirnya lelaki itu pun tak sadarkan diri pada lelaki misteriu yang menangka tubuhnya sambil menyeringai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN