Sah Menikah

1287 Kata
Waktu memang terlalu cepat berlalu dan hari ini adalah hari pernikahan yang sudah ditetapkan oleh Hamdan dan Suhendar untuk putra putri mereka. Di kediaman Hamdan, seorang pria yang memakai tuxedo mewah lengkap dengan masker bergambar kartun sedang berlarian di sepanjang ruangan. Ada tiga orang pengasuhnya yang selalu mengikuti dan juga mengawasi si ahli waris satu-satunya itu. Mereka tidak dibolehkan lengah ataupun lalai mengawasi pria itu. “Di mana mereka? Kenapa belum datang juga, Pi?” tanya Emira pada suaminya. “Sabar sebentar lagi, Mi. Mungkin mereka masih di jalan dan memang waktu yang kita katakan pda mereka adalah pukul sepuluh pagi. Sekarang masih jam sembilan kurang,” jawab Hamdan panjang lebar kepada istrinya. “Mami takut kalau gadis itu berubah pikiran dan membatalkan pernikahan secara sepihak,” ungkap Emira dengan wajah gusar. “Tenanglah, Mi. Papi yakin Suhendar tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia sudah terlanjur tergiur dengan apa yang Papi tawarkan.” “Dia sungguh tega menjual putrinya demi perusahaan dan juga harta, Pi.” “Iya, Mi. Tapi, kita nggak bisa berbuat apa-apa karena ini permintaan Bintang. Liat dia, Mi. Sejak tadi sudah sangat bahagia karena akan menikah.” Hamdan melirik ke arah putranya yang masih bermain seperti layaknya anak berusia lima tahunan. Padahal, usianya saat ini sudah menginjak kepala tiga. Emira dan Hamdan adalah orang tua yang sangat menyayangi anak mereka sepenuh hati. Namun, mereka juga tidak mengerti kenapa Reza tiba-tiba saja meminta untuk menikahi gadis bernama Nadin itu. Awalnya, mereka mengira Reza hanya bercanda saja dan tidak menggubrisnya. Setelah beberapa hari, Reza memperlihatkan penolakannya terhadap segala hal termasuk makan dan terus menunjukkan foto gadis di ponselnya. Hal itu membuat Hamdan harus mencari tahu siapa gadis itu dan ternyata dia adalah Nadin – putri dari seorang pengusaha menengah ke bawah. Dengan kekuasaannya, Hamdan membuat perusahaan Suhendar di ambang kebangkrutan dan menawarkan bantuan dengan pertukaran itu. “Pi, itu mereka datang.” Emira menunjuk ke arah sekelompok orang yang baru saja memasuki rumah. “Ayo kita sambut mereka. Bagaimanapun juga, mereka akan menjadi besan dan di sana ada calon menantu kita, Mi.” Hamdan mengajak Emira berdiri untuk menyambut kedatangan keluarga Suhendar. Nadin hanya menggunakan kebaya berwarna gold yang mencetak lekuk tubuhnya dan sebuah mahkota indah di bagian kepala. Kebaya itu tentu saja pemberian dari Hamdan karena dia tetap ingin yang terbaik untuk calon istri putranya. “Silakan masuk dan bergabung di sini. Kami udah nungguin dari tadi,” sapa Emira dengan ramah dan lembut seraya tersenyum. “Terima kasih, Bu Emira. Anda ramah sekali, sesuai dengan gosip yang beredar,” sahut Tamara berusaha untuk mengambil muka di depan Emira dan Hamdan. “Ayo silakan duduk, Suhendar. Bawa istri dan anak-anakmu ke tengah ruangan dan kita bisa segera menikahkan mereka sekarang,” ajak Hamdan tanpa basa basi lagi karena sudah tidak sabar. “Baik, Pak Hamdan.” Suhendar menjawab dengan wajah tegang. D ia takut tiba-tiba saja Nadin memberontak dan menolak pernikahan yang sudah di depan mata ini. Akan tetapi, sepertinya Nadin justru tidak peduli lagi dengan semuanya. Putrinya itu justru terpelongo melihat seorang pria yang berlarian memegang pistol balon di tangannya. Pakaiannya sudah pas seperti calon pengantin pria. Tapi kelakuannya sungguh membuat Nadin ingin pingsan, apalagi melihat masker bergambar kartun di wajahnya saat ini. “Ma ... itu dia calon suami Nadin. Wah, pas banget tuh mereka berdua, ya Ma. Nadin kan juga ada rada-rada erornya, soalnya suka marah dan ngamuk nggak jelas kalau di rumah,” bisik Vivian pada Tamara saat mereka berjalan menuju tengah rumah yang sudah didekor untuk pernikahan. “Ssstt ... jangan bahas itu sekarang. Nanti ada yang mendengar, kita bisa dalam masalah besar,” tegur Tamara kepada Vivian dengan wajah kesal. “Sorry, Moms.” Sementara Nadin tak bisa berhenti memperhatikan Reza dari kejauhan. “Ya ampun! Serius aku akan menikah dengan pria itu? Kelakuannya ngalahin anak umur lima tahun. Apa aku bisa sabar menghadapi dia nanti? Ah, bodo amatlah! Yang penting, nikah dulu aja. Aku udah muak tinggal di rumah papa yang ada dua mak lampir itu,” batin Nadin berkata dengan geramnya. “Ehem ... sepertinya dimulai aja, Pak. Nadin dari tadi nggak berhenti memandangi calon suaminya. Sepertinya, Nadin langsung terharu dan nggak sabar,” ungkap Tamara berusaha mempercepat proses pernikahan itu. “Gila banget nih mak lampir! Pandai banget menjilat! Liat aja nanti, setelah aku jadi menantu di keluarga ini pasti mereka akan terus datang untuk minta bantuan sama aku. Kalian akan berada di bawah kakiku setelah ini, tunggu aja!” gumam Nadin sambil memandang Tamara dengan wajah kesalnya. “Pidoy, cepat bawa Bintang ke sini. Calon istrinya sudah datang,” titah Hamdan pada salah satu pengawal sekaligus pengasuh Reza. “Baik, Pak.” Pria yang dipanggil Pidoy itu menyahut dengan patuh. Setelah perjuangan yang tidak mudah, Pidoy berhasil membawa Reza ke dekat Nadin. Saat tatapan mereka bertemu, Nadin merasa darahnya berdesir dan jantungnya berdebar tidak karuan. Dia merasa tatapan pria itu sangat dalam hingga mampu membuat hatinya tidak bisa tenang saat ini. “Nadin ... Nadin datang ... hore ... Nadin datang ke sini. Bintang suka Nadin,” sorak pria bernama Reza itu dengan girang dan langsung saja memeluk Nadin hingga membuat semua orang terperangah. “Bintang, tenang dulu, Nak. Duduk yang tenang di samping Nadin, ya. Bintang mau kan nikah sama Nadin?” tanya Hamdan lembut dan membujuk putranya. “Nikah? Apa itu nikah? Aku mau sama Nadin? Nadin cantik, Nadin baik, aku mau bobok sama Nadin,” jawab Reza yang justru tidak mengerti dengan kata menikah. Tamara dan Vivian berusaha kerasa menahan tawanya saat ini. Mereka tentu saja merasa bahagia dan senang melihat penderitaan yang dialami Nadin saat ini. Sudah lama ibu dan anak itu ingin mengusir Nadin dari rumah, tapi mereka tidak punya cara yang tepat. Sekarang, seakan dewi fortuna berpihak pada mereka, bagaimana mereka tidak merasa senang. “Hem ... Sayang ... nikah itu biar kamu sama Nadin bisa sama-sama terus. Kamu bisa ngikutin yang nanti pendeta katakan?” tanya Emira dengan lembut berusaha tetap tenang. “Nadin boleh tinggal di sini? Dia sama aku dan bobok sama aku, Ma?” tanya Reza dengan gaya orang tidak warasnya itu. “Nah, benar. Tapi, kamu harus ikutin semua kata pak pendeta dulu, baru nanti Nadin bisa tinggal di sini.” “Oke. Aku bisa, Ma. Ayo cepat nikah sama Nadin. Ayo ....” Nadin menarik napas panjang dan mengehembuskannya perlahan. Dia mencoba untuk tetap tenang, meski sebenarnya dia ingin sekali lari dari tempat ini sekarang. Namun, Nadin tahu jika pun dia lari sekarang, semuanya akan hanya bertambah buruk untuknya. Jadi, dia tidak punya pilihan lain selain tetap duduk dan pasrah dengan semua yang akan terjadi dalam hidupnya. Hanya dalam tiga hari, hidupnya berubah total dan hancurlah harapan Nadin untuk bisa hidup dengan kekasih yang dicintainya selama tiga tahun belakangan ini. Pria itu justru tidak tahu jika Nadin menikah dengan pria gila hari ini. Tanpa diduga dan di luar akal sehat semua orang, saat mengucapkan janji suci di hadapan pendeta dan tentu saja sesuai dengan arahan pendeta, Reza sangat lancar dan tegas mengucapkannya. Tidak terdengar seperti bermain-main ataupun ekspresi gilanya tidak ada juga. Persis seperti seorang pria normal dan itu membuat perasaan Nadin semakin tidak tenang. “Mulai saat ini, kalian berdua sah menjadi suami dan istri. Kalian sudah berjanji sehidup semati, dan jadilah suami istri yang berbahagia sampai anak cucu,” ucap pendeta dengan suara lantang dan diberikan hadiah tepuk tangan oleh kedua belah pihak keluarga pengantin. “Terima kasih, Nadin. Akhirnya kamu menjadi istriku,” bisik Reza dengan suara bas yang terdengar sangat menggetarkan hati Nadin ketika mereka harus berciuman setelah mengucap janji suci. “Apa benar pria ini gila?” tanya Nadin dalam hatinya dan tubuhnya menegang saat Reza membuka masker kartun itu untuk bersiap memberikannya sebuah ciuman pernikahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN