“Kenapa kamu justru melamun, Pidoy? Kamu takut menyerahkan semua file dan berkas itu ke aku? Atau mungkin ... semua itu memang bukan laporan dan juga file yang sebenarnya?”
Nadin mencecar Pidoy dengan pertanyaan yang jelas saja menyudutkan posisinya saat ini. Dia tidak bisa menolak permintaan Nadin jika Emira juga setuju dengan hal itu. Namun, dia juga takut akan murka Reza saat tahu bahwa semua hasil kerja keras pria itu sejak subuh sudah berpindah ke tangan Nadin.
Pekerjaan Reza akan dicek atau diperiksa oleh seorang wanita yang kini menjadi istrinya. Yang dari penampilannya saja, Pidoy merasa tidak yakin jika dia benar-benar paham dengan semua yang ada di dalam berkas penting perusahaan keluarga Hamdan itu.
“Pidoy! Berikan semuanya sama Nadin, biar dia periksa dulu. Saya percaya menantu saya ini juga mengerti tentang management bisnis. Jadi, biar dia membantu pekerjaanmu.” Emira berkata kepada Pidoy dan musnahlah sudah harapan ajudan kepercayaan Reza itu untuk pergi dengan tenang.
“Ba-baik, Nyonya. Ini semua berkasnya dan juga proposal penting untuk besok.” Pidoy menyerahkan semuanya dengan gugup dan gemetar.
“Ini laptopnya, pakai pasword nggak?” tanya Nadin saat menerima semua itu dari Pidoy.
“Maaf, Nona. Sepertinya, Anda tidak perlu memeriksa yang ada di laptop juga. Semuanya sudah diprint dan dijadikan dokumen dan file di berkas ini.”
“Oh begitu!” ucap Nadin dengan nada kecewa.
“Terima kasih, ya Pidoy. Nanti pasti Nadin akan memeriksanya lagi dan menyerahkan semuanya sama kamu kalau udah selesai. Kamu tunggu aja panggilan dari Nadin.”
“Baik, Nyonya.”
“Jadi, di mana Bintang? Kamu nggak sama dia dari tadi?” tanya Emira yang melirik dan memeriksa sekitar taman bunga itu.
Menyadari bahwa Emira baru saja berbicara tentang Reza, tentu saja Nadin juga merasa heran. Sejak pagi dia tidak melihat pria tidak waras itu. Biasanya, Pidoy selalu bersamanya dan hanya saat dengan Pidoy saja tampaknya Reza lebih mudah dikendalikan. Namun, pada saat ini Pidoy hanya sendirian dan tidak ada Reza di mana pun sejauh mata mereka memandang.
Pidoy bisa bersikap tenang dan tidak tampak gugup sama sekali jika soal pertanyaan yang satu ini. Hal itu sudah biasa dia alami dan selalu saja ada alasan yang bisa dia pakai untuk membuat Emira atau orang lain dalam rumah ini percaya tentang keberadaan Reza.
“Tuan Muda sedang ada di kamar bermain yang lama, Nyonya. Tadi, saat subuh dia terbangun dan langsung pindah ke sana. Sepertinya sekarang masih tidur dengan lelap, saya akan memeriksa ke sana,” ungkap Pidoy berusaha menjelaskan dengan cukup tenang.
“Oh begitu. Okelah, Pidoy. Kamu tolong periksa Bintang dulu, dan setelah itu nanti Nadin akan datang untuk membantunya bersiap.” Emira berkata dengan sendirinya dan membuat Nadin terkejut. Dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh ibu mertuanya itu, tapi dia merasa bahwa itu bukanlah hal yang biasa dan sudah bisa ditebak, kalau semua itu berhubungan dengan statusnya.
Pidoy berpamitan pada Emira dan Nadin untuk segera menemui Reza yang menurutnya sejak subuh ada di ruang bermain yang lama. Hanya penghuni rumah ini saja yang tahu kenapa di sini ada ruang bermain yang lama dan memang Reza terlalu sering di sana seolah dia merasa nyaman berada di ruang bermainnya yang lama. Padahal, ruang bermain yang baru lebih luas dan lebih lengkap segala permainannya.
“Mi, apa maksudnya tadi?” tanya Nadin penasaran sambil mendekap erat semua dokumen dan file tadi ke dadanya.
“Yang mana, Nak?” tanya Emira pula seolah tidak mengerti dengan pertanyaan Nadin.
“Mami bilang, aku akan membantu Reza bersiap. Apa yang bisa aku bantu untuk dia? Aku nggak ngerti cara ngurus dia dan dia juga belum tentu mau aku bantuin mengurus dirinya,” terang Nadin menjawab pertanyaan Emira dan berusaha merendahkan dirinya agar tidak terlibat dalam hal apapun tentang Reza.
Emira tersenyum manis mendengar ucapan Nadin itu dan langsung membelai rambut panjang menantunya dengan lembut. Dia menyadari bahwa semua ini memang masih terlalu cepat untuk Nadin dan semuanya juga butuh waktu. Namun, Emira tidak bisa menunda terlalu lama untuk semua yang sudah mereka rencanakan dan inginkan sejak dulu.
Memang terkesan kejam, tapi Emira dan Hamdan menginginkan seorang cucu dari keturunan Reza. Itulah sebabnya, mereka berharap banyak pada Nadin yang saat ini sudah resmi menjadi istri Reza. Emira akan membawa Nadin untuk menjalani serangkaian tes kesehatan untuk memastikan bahwa dia siap untuk mengandung dan tidak ada masalah serius yang bisa membahayakan dirinya jika nanti dia berhasil mengandung dan melahirkan anak kandung Reza.
“Sayang ... kamu sekarang kan udah jadi istri Bintang. Jadi, kamu yang harus mengurus dia mulai hari ini.”
“Misalnya apa, Mi?”
“Misalnya seperti ... mandi, ganti baju, sarapannya, dan semua yang dia butuhkan dan inginkan, kamu yang akan bertanggung jawab membantunya. Tapi, kamu tenang aja karena kami tetap akan mendampingi kamu, Sayang.”
“What? Mandi? Maksud Mami, aku mandiin Reza gitu? Ya ampun, Mami! Dia udah dewasa dan dia bisa mandi sendiri. Aku nggak mungkin lah mandiin dia, Mi!” bantah Nadin seolah dia sedang berbicara pada ibu kandungnya sendiri.
Hal itu tidak membuat Emira merasa tersinggung sama sekali, dia justru merasa senang. Menurutnya, dengan sikap Nadin yang seperti itu, tandanya sang menantu tidak lagi menganggapnya sebagai orang asing. Dia bicara dengan sangat lepas dan mengutarakan keberatannya dengan terbuka, hal yang paling disukai oleh Emira adalah kepura-puraan yang saat ini sama sekali tidak terlihat di wajah dan cara bicara Nadin.
“Mami kok malah ketawa sih? Mami senang, ya kalau aku harus mandiin Reza?” tanya Nadin cemberut.
“Nggak perlu dimandiin, Sayang. Temenin aja dia mandi, dia bisa mandi dan membersihkan dirinya sendiri. Biasanya, dia cuma minta tolong Pidoy buat gosok punggungnya aja.”
Air ludah Nadin terasa sangat keras dan tidak bisa ditelan saat mendengar ucapan mertuanya itu. Bagaimana dia bisa berada di dalam satu kamar mandi yang sama dengan seorang pria tidak waras, meski dia adalah suami sahnya. Nadin tidak sanggup membayangkan hal itu terjadi.
“Nanti, setelah dia selesai mandi, kamu bantu pakaikan baju. Dia nggak mengamuk saat bertemu kamu pertama kali, itu artinya kamu bisa mengurus dia dan dia nggak akan memberontak,” ungkap Emira dan semakin membuat jantung Nadin melemah mendengar semuanya itu.