Andra hanya melongo, tak pernah menyangka salah satu siswinya benar-benar usil, persis seperti yang dikatakan oleh guru yang lain. Sebenarnya dia agak kesal karena sering dikerjain sama anak didiknya tapi entah kenapa, hatinya yang dulu dingin bagai es batu, lama-lama mencair karena selorohan Ardina. Sering tersenyum mendengar ocehannya.
"Apa pertanyaannya?"
"Kulo badhe emah-emah kalih panjenengan, artinya apa, Pak?" tanya Ardina dengan pedenya. Ia tak peduli, kalaupun gurunya marah itu urusan belakangan. Anak-anak yang lain sudah saling berbisik.
"Aku ingin menikah denganmu."
"Oh ya ampun pak, saya gak menyangka bapak secinta itu sama saya. Tapi ... Maaf Pak Andra, saya masih sekolah. Nanti saja kalo mau nikahin saya pas saya udah lulus, hahaha." tukas Ardina dengan pede.
Mendadak susana di kelas menjadi riuh kembali, ada yang sampai menggebrak meja saking tak bisa menahan tawa. Mereka tertawa terpingkal-pingkal mendengar keusilan si Dindin.
"Hahahah ... Kocak lu Din!"
"Gokiiil"
"Wkwkwk Miss dindiiiiin"
"Aseeeekk jadian nih"
"Yuhuuuu, traktir traktiiiir. Ada yang jadian nih!"
Tiba-tiba Pak Andra datang mendekat ke bangku Ardina. Membuat suasana kelas menjadi hening, teman-teman yang lain menatap ke arah Ardina. Bukan jantung Ardina saja yang berdegup kencang, mereka pun ikut deg-degan, apa yang akan dilakukan Pak Andra pada Dindin.
'Apakah Pak Andra akan marah?"
"Ya sudah. Siap-siap ya Dina, besok malam saya akan datang ke rumah kamu," ujar Pak Andra. Ia mengambil pulpen Ardina lalu memasukkannya ke dalam saku kemeja.
"Ehh ngapain?"
"Menurutmu ngapain? Tiap hari kamu sudah gombalin saya, jadi kamu harus bertanggung jawab dengan perasaan saya ini, boleh kan kalau langsung datang melamar?"
"Pak tapi 'kan saya cuma ber--"
"Apa, hmmm? Tidak boleh bercanda terus mengenai perasaan," ujar Pak Andra menggoda sembari mengedipkan matanya.
Seketika wajah Ardina memerah, ia merasa malu, rasanya seperti kehabisan nafas.
'Astaga pak guru pasti bercanda ye kannn? Gak mungkin lah dia serius.'
"Saya juga punya pertanyaan untuk kamu, Din," ujar Pak Andra kemudian.
"Aseeek, uwwwuuu uwwuu uwwuuu," tepuk tangan riuh para murid yang lain mewarnai kelas siang ini. Bahkan ada yang membentuk paduan suara. "Jadian! Jadian! Jadian!"
"Tahu nggak bedanya kamu sama jaringan internet?" tanya Pak Andra.
"Apa itu, pak?" celetuk yang lain mewakili Ardina yang sedari tadi menjadi diam.
"Kalau jaringan internet itu 4G, kalau kamu for me." Gombalan itu pun keluar dari mulut pak guru yang disambut kekehan tawa para murid yang lain.
"Hahahaha gokiiil ..."
"Pak guru ternyata bisa ngebanyol juga hahaha"
"Kocccaaakk kocaaaak, lanjutkan Pak, aku padamuuuu!"
"Kami dukuuung Pak Guruuuuuu!"
Pak Andra berlalu dari bangku Ardina sembari mengulum senyum. Sementara Ardina, wajahnya memerah seperti tomat. Ia tidak menyangka akan digombali balik seperti ini. Dan jantungnya berasa mau copot ... Duh tolooong kondisikan!
Pak Andra mulai melangkah, tapi mendadak berhenti.
"Ah iya Ardina, jangan lupa besok malam!" seru Pak Andra lagi dengan senyuman menggoda. Ia pun berlalu meninggalkan kelas.
Seketika mata Ardina membulat. Pak guru pasti cuma bercanda!
"Hahahaha mampus lu Dindiiiiin!"
"Aassseeeeekkk ada yang mau dilamaaar."
"Iiihhhiiiiyy icikiwiiiirrr, Dindiiiiiin"
"Hahahaha"
"Oh ya ampun please deh, Pak Andra cuma bercanda doang kali! Dia cuma balik ngerjain gue!" teriak Dindin tak percaya, meskipun salah satu sudut hatinya menginginkan itu.
"Hahaha, siapa tahu beneran ye kan? Pokoknya kita dukung Miss Dindin sama Pak Andra uwuuuw ..." celetuk yang lain. Mereka saling senggol sikut menyikut, melihat perubahan wajah Ardina yang malu-malu.
"Ayooo kawaaal sampe beneran jadi, hahahaha."
"Pinter banget sih lu Dindin, ngerayu Pak Andra sampe meleleh begitu, ouuu."
"Ish, ish."
"Hahaha bakalan nikah mudah nih!"
***
Novia berlari-lari kecil menghampiri Dindin yang masih termangu di bangkunya. Jam istirahat kedua teman-temannya pada pergi ke kantin, tinggal Ardina yang berdiam diri di kelas karena masih termangu mengingat kejadian memalukan tadi. Otaknya tak berhenti berpikir atas sikap Pak Guru.
Pak Andra gak benar-benar serius kan? Haha, iya! Dia pasti hanya bercanda. Tapi kenapa aku malah kepikiran gini sih!
"Din, Din, gawat Din!" tukas Novia dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Kenapa? Ada apa?"
"Ada yang ngelaporin kamu sama Guru BK."
"Ngelaporin apa? Siapa?"
"Gak tahu Din, tapi yang jelas sekarang kamu disuruh ke ruangan BK," ujar Novia lagi teman sebangkunya.
"Apa sih, emangnya aku ngelakuin kesalahan?" tanya Ardina mengerutkan kening.
"Katanya sih kamu sudah mengganggu ketenangan salah satu guru di sekolah ini."
"Maksudmu, Pak Andra?" tanya Ardina lagi tak percaya. Apa Pak Andra sendiri yang melaporkannya? Atau ...
"Udah sana dulu ke ruangan BK, Pak Jhoni dah nungguin tuh!"
Ardina menghela nafas berat bisa-bisanya ada yang melaporkan ini. Tapi kenapa? Ia berlari-lari kecil menuju ruangan BK. Ia sempat melihat Pak Andra berdiri di depan kantor guru sembari menerima panggilan telepon.
"Permisi Pak, bapak panggil saya?" tanya Ardina saat membuka pintu ruangan berukuran 4x4 meter itu.
Lelaki berkumis tebal dan berbadan gempal itu tengah serius duduk di kursi dan menatap tajam ke arahnya.
"Duduk dulu, Din!" perintah Pak Jhoni.
"Kamu lagi, kamu lagi yang bikin onar, gak bosen apa dipanggil terus ke ruang BK?" tanya Pak Jhoni mengawali pembicaraan sambil menggelengkan kepalanya.
Ardina hanya cengengesan. "Pak, saya malah gak tahu alasan bapak memanggil saya kesini itu untuk apa?"
"Kamu pura-pura gak tahu atau bener-bener gak tahu?"
"Beneran gak tahu pak, sumpah gak pake bo'ong," timpal Ardina sembari mengacungkan dua jarinya sebagai tanda berdamai.
Pak Jhoni selaku guru BK, menghela nafas dalam-dalam.
"Sebenarnya bapak udah bosen hukum kamu. Tapi demi menegakkan kenyamanan dalam sekolah, aturan harus tetap ditegakkan."
"Teruuus?"
"Seperti biasa, hukumanmu membersihkan kaca dan lantai di ruang guru, tambah lagi sama ruang perpustakaan juga."
"Hah?"
"Gak usah banyak protes atau mau ditambah hukumanmu?"
"Tidak pak, tidak."
"Hukumanmu dikerjakan setelah jam pelajaran sekolah selesai. Bapak akan temani kamu dari jauh, di ruang BK."
"Yee si bapak ada-ada saja. Kalo nemenin tuh disamping saya pak, bukannya di ruang BK," cebik Ardina kesal, sebenarnya gadis itu sudah terbiasa menerima hukuman seperti ini. Bahkan Pak Jhoni pun sudah akrab dengannya, karena saking seringnya Ardina bolak-balik dipanggil ruang BK. Entahlah tidak ada yang bisa membuatnya kapok.
"Interupsi pak, saya mau nanya dulu, salah saya apa kenapa hukumannya tambah berat, tidak seperti kalau terlambat sekolah?" tanya Ardina sebelum keluar ruangan yang kecil dan sejuk itu.
"Mau tau apa mau tau bangeeeet?" ledek Pak Jhoni.
"Ish bapak, saya serius pak."
"Ada yang melaporkanmu karena mengganggu ketenangan kelas saat jam pelajaran fisika berlangsung."
"Hah, siapa? Apa Pak Andra merasa terganggu?"
"Bukan, tapi teman sekelasmu sendiri. Katanya kamu sering godain Pak Andra, benar?"
"Cuma bercanda pak ..."