27 :: Masalah Ajeng ::

1091 Kata
Bagi Ajeng keluarga adalah segalanya, sehingga saat dia tahu terjadi sesuatu dengan Tika dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Kecemasan akan kondisi Tika saat ini benar-benar mempengaruhi dirinya. Dimas dan dia sudah tiba di Rumah Sakit bersama dengan Ibra, saat sudah berada tepat di depan ruang UGD dia melihat ada Viza dan juga Banu di sana serta beberapa orang yang memakai seragam polisi. Ajeng benar-benar tidak tenang, kecemasannya di sadari oleh Ibra. Pria itu merangkul bahunya. "Ada apa dengan Tika," tanya Dimas langsung kepada Dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD. "Apa Bapak adalah orang tua-nya ?" "Iya saya ayahnya." "Mari ikut saya Pak," kata Dokter itu dan Dimas mengikuti sang Dokter ke ruangan yang ia maksudkan. Dimas tidak sendiri, ada Banu dan Viza yang menaminya. Sementara Ajeng bersama Ibra melihat kondisi Tika. Ajeng menangis saat melihat wajah lebam Tika dan juga matanya tertutup, ada beberapa tanda merah di lengan Tika dan saat Ajeng ingin menyentuhnya seorang Polisi datang menghentikan apa yang ingin Ajeng lakukan. "Jangan sentuh dia dulu, kita harus membuat laporan tentang apa yang di alami olehnya." Ajeng tidak mengerti, dia menatap polisi itu seolah bertanya apa yang sebenarnya terjadi. "Apa yang terjadi kepada kakak saya Pak ?" tanya Ajeng , Ibra masih merangkul bahu Ajeng. Dia juga sudah menduga ada yang tidak beres setelah melihat keadaan Tika. "Orang suruhan Pak Banu menemukan dia di semak-semak yang menuju ke rumah kalian tanpa menggunakan pakaian dan dugaannya dia sudah di perkosa oleh beberapa orang Pria. Petugas kami sedang melakukan olah TKP di tempat saudara anda di temukan dan kami juga butuh mengambil bukti porensik." Ajeng terjatuh mendengar semua itu untungnya ada Ibra yang menahannya. "Ibra," kata Ajeng dengan suara bergetar. "Kamu tenang ya, kita akan urus ini semua sama-sama dan Tika pasti baik-baik saja." Ibra mengusap lembut bahu Ajeng dan mereka sama-sama masih di sana menatap Tika yang masih belum sadarkan diri. Ketika melihat Dimas datang Ajeng berlari memeluk ayahnya itu, Dimas menangis. Ini kedua kalinya Dimas menangis, pertama saat ibunya meninggal dan kini saat Tika terbaring tidak berdaya. "Ajeng," kata Dimas tanpa mampu melanjutkan kalimat berikutnya. Dimas juga sudah merasakan sakit di bagian dadanya. "Apa kata Dokter ayah ? gimana Tika ?" Dimas masih diam dan tertunduk, Ajeng mengajak ayahnya itu untuk duduk di bangku yang ada disana. Dimas menangis menutup wajahnya dia bahkan tidak mampu menyampaikan apa yang sudah Dokter katakan kepadanya. "Ayah katakan apa yang terjadi kepada Tika ? dia akan baik-baik saja bukan ?" Ajeng sangat ketakutan saat ini. "Tika mengalami pelecehan seksual dan saat Dokter memerikasannya, bukan hanya satu Pria uang kemungkinan melecehkannya. Tika mengalami peradangan pada v****a dan juga pada a**s-nya. Dokter juga mengatakan ada kemungkinan trauma yang akan terjadi kepada Tika." Mendengar semua itu Ajeng terdiam dengan wajah pucat. Kakaknya yang begitu dia cintai mengalami semua ini, bagaimana bisa ? Kesehatan Tika adalah yang paling penting, dan ketika sudah mendengar masalah ini Ajeng rasanya sangat ingin membunuh orang yang sudah menghancurkan Tika. "Uncle sudah kah mendapat informasi pelakunya ?" tanya Ajeng dengan sorot mata oenuh kebencian. "Polisi masih menyelidikinya Ajeng, saya berjanji akan membantu kamu mengurus masalah ini." "Saya mohon uncle, saya ,mohon bantu keluarga saya untuk menghukum pelakunya." Ajeng berlutut di depan Banu juga Viza membuat Ibra dan Viza langsung menarik tubuh Ajeng untuk berdiri. "Kami pasti membantu kamu dan keluarga kamu Ajeng, kamu tenang saja ya. Saya akan minta Ibra mengantarkan kamu ke sekolah. Ini adalah hari ujian pertam kamu, dan kamu harus menyelesaikannya dengan baik." Viza mengingatkan Ajeng akan tugasnya sebagai murid. Ajeng enggan untuk pergi, dia tidak bisa meninggalkan Tika dan juga ayahnya di Rumah Sakit. Ibra mendekati Ajeng, dia menarik lengan Ajeng menggenggamnya, Ajeng menangis dan Ibra memeluknya. Sungguh dia juga merasakan sakit yang di rasakan oleh wanita ini. "Lo harus berjuang dan menyelesaikan ujian lo Jeng, Lo harus kuat. Tika pasti menyalahkan dirinya sendiri kalau dia tahu lo gak menyelesaikan ujian lo." Ajeng masih menangis dalam pelukan Ibra "Gue janji bakal ada di sisi lo, gue gak akan ninggalin lo. Kita semua disini akan ada buat lo. Maka dari itu lo harus kuat, karena kita butuh semangat dari lo juga, Tika juga butuh semangat dari lo buat menguatkan dia melewati semua ini." "Gue takut," kata Ajeng masih terisak. Ibra menjauhkan tubuh Ajeng darinya memegang kedua bahu wanita itu dan menatap matanya dengan sungguh-sungguh. "Lo kuat Jeng, gue tahu lo kuat. Kita semua ada buat lo, lihat Ayah lo. Lo harus kuat buat dia, buat Tika." Ajeng mengangguk lesu, dan Ibra kembali memeluknya. Ibra mengantar Ajeng kembali ke rumahnya untuk bersiap-siap melakukan ujian. Viza mengantarkan Ajeng langsung bersama Ibra ke sekolah dan Banu yang menemani Dimas di Rumah Sakit, Ajeng sudah sangat terlambat. Ibra menelpon Radit untuk menjelaskan masalahnya. ["Halo,"] jawab Radit. "Pak Radit ini saya Ibra." ["Iya Ibra ada apa ?"] "Pak Ajeng hari ini terlambat masuk ke ruang ujian, saya minta tolong bapak menjelaskan kepada guru yang menjaga ruang ujian kalau Ajeng sedang kemalangan." ["Maksud kamu ?"] tanya Radit terdengar cemas. "Kakaknya sedang di Rumah Sakit dan sedang kritis Pak. Untuk lebih jelasnya nanti bapak bisa tanyakan kepada Ajeng saja." ["Baiklah, terima kasih kamu sudah memberitahukan kepada saya."] ["Ibra,"] kata Radit sebelum Ibra menutup telponnya.[ "Terima kasih banyak, karena Ajeng kini bagian yang penting dalam hidup saya."] Ibra tidak menjawab dan langsung mematikan sambungan telpon itu. Dia ingin mengumpat namun menahan emosinya itu, cemburu tentu saja tapi dia juga tahu hanya Ajeng yang berhak menentukan kemana hatinya berlabuh. **** Ajeng mengerjakan soal-soal ujian dalam kecepatan yang luar biasa, dia hanya ingin segera keluar dari ruangan itu dan langsung ke Rumah Sakit. Sesekali dia terisak dan langsung menghapus air matanya, guru yang mengawas juga ikut bingung dengan apa yang terjadi kepada Ajeng. "Ajeng kamu baik-baik saja ?" tanya guru itu dan Ajeng mengangguk lalu kembali melihat kertas soal ujiannya. Wita dan Andini saling tatap satu sama lain dari bangku mereka, entah apa yang terjadi kepada Ajeng tapi Wita tahu jika yang terjadi pastinya bukan masalah sepele. Ajeng sangat jarang menangis, bahkan melihat adegan film mengandung bombay saja dia bisa tidak menangis jadi Wita yakin jika ada sesuatu yang sangat serius sedang terjadi. Setelah selesai dengan soal-soal ujian itu Ajeng langsung menyerahkan ke petugas ujian lalu segera pergi dari ruangan itu. Ajeng berlari menuju pagar sekolah namun langkahnya terhenti ketika Radit memanggilnya. "Ajeng," suara itu menghentikan langkahnya. Dia memutar tubuhnya dan Radit sudah sangat dekat dengannya saat ini. "Pak maaf saya sedang buru-buru," kata Ajeng menunduk ingin pergi. "Ajeng," kata Radit lagi kali ini dia menahan tangan Ajeng. "Ayo saya antar kamu, saya akan menemani kamu." Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN