24 :: Surat Pak Radit ::

1158 Kata
Satu orang yang tidak akan pernah Ajeng bohongi adalah Dimas_ayah yang sudah sedari kecil selalu menemani dan menjaganya. Ajeng yang selalu diam sedari malam hingga pagi hari membuat Dimas tahu ada yang tidak beres dengan putri bungsunya itu. Dimas mendekati sang putri yang sedang memakai sepatu, mengusap rambut Ajeng lembut dan tersenyum kepadanya. "Kamu kenapa ? kok wajahnya tidak bersemangat gitu." Ajeng hanya menggelengkan kepalanya lalu tersenyum manis. "Tidak ada apa-apa ayah, ayo kita pergi." Ajeng berdiri lalu mengambil barang bawannya yang tidak lain adalah pesanan sarapan dan juga kue yang akan dia titipkan ke kantin sekolah. "Tika gue pergi," ujar Ajeng dari depan rumah kepada Tika yang sedang menjemur pakaian mereka semua di halaman samping rumah. "Iya, hati-hati ya. Ayah jangan terlalu malam lagi pulangnya, hari ini aku gajian." Tika tersenyum mengatakan hal itu begitu juga dengan Dimas dan Ajeng, dia bakan menyempatkan diri berlari untuk memeluk kakaknya itu. Dimas tersenyum bahagia melihat kedua putrinya itu "Ajeng ayo, nanti kamu terlambat." Melmabaikan tangan Ajeng berlari kecil menyusul Dimas. **** Ajeng semakin lama semakin berbeda, suarnya yang nyaring dan tawa lebar tanpa perduli dengan sekitar kini, sudah hilang begitu saja. Saat membagikan makanan yang ia jual kepada teman-temannya Ajeng terlihat sangat kalem. Tak sedikit yang heran dengan hal itu termasuk juga Andini dan Wita. Pada saat jam istirahat Ajeng juga tidak mau mereka ajak untuk duduk di taman belakang sekolah, Ajeng memilih ke perpustakaan seorang diri.Tekadnya untuk mendapatkan nilai yang baik benar-benar mengerikan di lihat oleh dua sahabatnya itu, duduk diam dan hanya berfokus pada buku serta catatan kecil yang selalu Ajeng bawa ke mana-mana. Kebiasaan yang tidak pernah di lupakan oleh Ajeng hanya satu, yaitu membawakan bekal untuk Pak Radit. Sebelum dia ke perpustakaan Ajeng menyempatkan diri mengunjungi ruang guru, namun salah satu guru di sana memberitahukan jika Radit tidak masuk hari ini. Ajeng yang keluar dari ruang guru dengan membawa kotak bekal makanan terlihat oleh Ibra dan Alya yang sedang ingin masuk ke dalam ruang guru membawa banyak buku di tangan mereka. Ajeng ingin pergi begitu saja mengabaikan Ibra, karena masalah mereka semalam. Ajeng juga sudah berniat untuk mengembalikan ponsel yang Ibra berikan kepadanya. Tapi sepertinya Ibra tidak melakukan hal yang sama dengan Ajeng, dia yang tahu dia salah semalam memanggil nama Ajeng dan meminta Ajeng menunggunya sebentar di depan ruang guru. "Ada apa ?" kata Ajeng ketika Ibra sudah kembali dan menemuinya. "Maaf, gue semalam hanya terlalu kesal dan juga cemburu." Mata Ajeng membulat sempurna "Gue cemburu karena lo bisa secepat itu bergerak dan melupakan gue hanya karena Pak Radit, padahal kita sudah berteman sangat dekat tapi lo lebih perduli dia. Maaf Jeng," ujar Ibra membuat Ajeng akhirnya mengangguk dan dia kini tersenyum. "Maafin gue juga yang suka lupa kalau udah berurusan dengan Pak Radit," gumam Ajeng membuat Ibra tersenyum tipis. Lagi, Ibra lagi dan lagi kalah dari Pak Radit. Inginnya dia melupakan rasa yang ia miliki, tapi meski sudah mencoba tetap saja di hatinya masih ada rasa yang begitu besar perduli dengan setiap apapun yang Ajeng lakukan. "Ibra lo masih mau kan bantu gue buat toko online ? kalau lo gak mau ponsel lo gue balikin nih," ujar Ajeng kemudian. "Iya gue ajarin, nanti malam gue ke rumah lo." Ibra lalu pergi mendahului Ajeng ketika Alya sudah datang, Ajeng pun berlalu ke perpustakaan. Dia sekarang yakin jika Ibra dan Alya memang sedang pendekatan, sedikit dari diri Ajeng tidak rela tapi itu hanya sedikit. Dia hanya takut setelahnya dia tidak lagi memiliki tempat di samping Ibra jika sampai Ibra dan Alya berpacaran. Kembali kepada buku-buku yang sedang di baca oleh Ajeng dan saat ini di sebelahnya sudah terlihat beberapa judul buku yang akan di pinjam Ajeng dan akan dia bawa pulang. Dia keluar dari perpustakaan itu menuju ke kelasnya, saat di dalam kelas Wita langsung memberikan secarik kertas, dia membukanya begitu terkejut ketika yang dia lihat adalah nama Radit yang ada di kertas itu. "Tadi Pak Radit ke kelas, tapi lo gak ada dan dia buru-buru pergi terus nitipin ini." Senyuman Ajeng jelas terlihat dia segera memasukkan kertas itu ke dalam saku karena guru pelajaran sudah masuk ke kelas mereka. Wita tidak bisa menahan keingin tahuannya, dengan nada suara yang sanga pelan dia bertanya akan hubungan Ajeng dan juga Pak Radit. "Lo udah pacaran sama Pak Radit ya ?" "Belum kok, tenang aja kalau gue udah resmi pacaran gue pasti bakal kasih tahu sama lo." "Pokoknya gue gak mau tau, lo harus kasih tahu gue ya Jeng." "Iya pasti kok ! tapi gue dapat syarat berat banget dari Pak Radit," ujar Ajeng lagi dan dia keceplosan kali ini. Menutup mulutnya rapat-rapat jelas Wita sudah mendengar apa yang Ajeng katakan tadi. "Apa memangnya ?" "Hehehe, gak ada kok. Dia cuma minta gue belajar dengan giat aja." Wita ingin percaya namun tetap saja dia curiga, jika hal itu tidak mungkin berat karena semua murid pasti akan melakukannya tanpa diminta. Terlebih mereka akan segera ujian tidak mungkin Ajeng tidak belajar pikir Wita. Tatapan menyelidik dari Wita dapat Ajeng ketahui namun dia memilih untuk tidak menanggapi daripada akan banyak pertanyaan lagi dari Wita. "Jangan bilang lo berubah dari penampilan sampe ketawa lo yang nyaring itu lo ubah karena Pak Radit," celetuk Wita tapi Ajeng tidak menanggapi. Diam adalah cara terbaiknya saat ini. *** Jam pelajaran sudah usai begitu juga dengan jadwal tambahan les mereka. Ajeng diantar pulang oleh Wita, wanita itu juga menyempatkan diri untuk singgah ke rumah Ajeng untuk melepaskan penatnya. Ajeng yang sudah tidak sabaran membaca surat dari Radit akhirnya membaca surat itu di ruang tamu, di sebelahnya ada Wita yang juga ikut melihat isi surat itu dan isinya adalah. Ajeng saya tahu pasti tidak akan bisa mengatakan ini langsung kepada kamu, tapi karena tidak memiliki nomor kamu jadi saya rasa harus menulis surat ini, jangan tersenyum dulu hanya karena saya menuliskan surat. Saya hanya ingin mengatakan selama satu minggu ini berhenti membawakan saya bekal karena saya tidak akan masuk ke sekolah beberapa hari ini. Ada hal yang harus saya urus. Belajarnya semangat ya, jaga kesehatan juga. Ingat perjanjian kita, oke ? Ini adalah nomor saya, jika kamu sudah membaca ini segera hubungi saya. Ajeng menutup surat itu dengan rona di wajahnya, Wita mencubit gemas pipi Ajeng. "Masak gih Jeng, gue lapar tau." "Ih lo rese banget, gue baru juga bahagia." "Lo serius enggak jadian sama Pak Radit ?" "Belum Wit, sumpah deh." "Tapi kalau dia sampai nulis surat begini buat lo itu artinya dia juga menganggap lo spesial dong Jeng." Ajeng tidak menjawab melainkan hanya menunduk dengan senyuman yang tida hilang dari wajah manisnya. Wita menyadarkan Ajeng jika ada yang mengetuk pintu, dia membukanya dan terlihatlah Tika sudah pulang dengan banyak sekali makanan di tangannya. "Wah, gue datang tepat waktu nih." Ajeng mendelik mendengarnya dan Wita tertawa, dia berinisiatif memesan makanan online untuk menambah asupan berbagai makanan. "Kalau lo mau pesan makanan yang banyak ya, Ibra juga mau datang katanya malam ini." "Ih tau aja lo," ujar Wita namun tetap melakukan apa yang Ajeng minta. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN