Malam ini hujan turun cukup deras, aku dan Al sampai di rumah kami jam setengah sepuluh malam. Dan saat ini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, sudah setengah jam lamanya aku membaca buku di sofa sudut kamar. Sedangkan Al, ia tengah berada di ruang kerjanya karena Ragil menelponnya dan memintanya untuk melakukan video call karena Ragil ingin menunjukkan salah satu laporan.
Drrt... Drrt...
Ponselku bergetar. "Sesil..." Gumamku.
From: Sesil
Minta Pdf yang TOEFL dong,
To: Sesil
Okay.
Aku pun langsung mengirimkan Pdf sesuai permintaannya. Selang beberapa menit Al pun kembali ke dalam kamar.
"Lagi ngapain yaang?" Tanyanya.
Aku menyimpan buku dan ponselku. "Abis kirim file Pdf ke Sesil,"
"Teman kelas kamu?" Aku mengangguk sebagai jawaban.
Al berjalan menghampiriku, kemudian duduk tepat di samping kananku.
"Sibuk yah?"
Aku mengernyitkan keningku. "Sibuk apaan sih,"
Al meraih tubuhku dan memelukku cukup erat. "I love you..." Ucapnya.
Sampai sini aku paham.
"Al..."
Al melepaskan pelukanku dan menatapku dalam. Ia mengusap wajahku dengan lembut, ibu jarinya mengusap permukaan bibirku dengan pelan.
Wajahnya mendekat dengan perlahan.
Lembut. Aku merasakan sesuatu yang lembut menyapu permukaan bibirku. Bersamaan dengan itu mataku terpejam. Tubuhku menegang ketika Al mengangkat tubuhku ke atas pangkuannya.
"Al..." Lirihku saat Al menelusupkan lengannya dan mengusap punggungku.
"Aduh!" Pekik kami saat tak sengaja kening kami beradu. Dan kami tertawa karenanya.
Al kembali mencium bibirku, tangannya menekan punggungku. Tubuhku semakin rapat dengannya.
"Al..." Lirihku kembali saat Al mulai membuka kancing piyamaku satu persatu.
Al menatapku. "Trust me..."
Aku terpaku. Dan dengan mudahnya Al berdiri dengan aku yang berada dalam gendongannya. Dengan refleks aku melingkarkan kakiku pada pinggangnya dan mengalungkan tanganku pada lehernya.
Al kembali bermain dengan bibirku. Aku tahu kemana Al membawaku. Tempat tidur.
Dengan perlahan Al membaringkanku di atas tempat tidur kami.
Aku menatap Al yang tengah membuka kaos yang di pakainya. Tanpa menindih tubuhku, Al kembali mencium bibirku. Tanganku mengusap perut six packnya.
"Hey!" Ucap Al menahan lenganku.
"Why? I love it,"
Al tersenyum dan kembali menciumiku serta mengabaikan lenganku yang kini mengusap punggung Al secara abstrak.
"Mey..." Lirih Al dengan suara yang terdengar berat.
Aku mengusap wajah Al dengan lembut. "Slowly..."
"I promise..." Bisik Al.
Dan kami pun melakukan hal yang seharusnya kami lakukan sejak hari pertama setelah kami menikah. Sekarang kami sudah menyatu, aku senang karena suamiku adalah yang pertama dan satu-satunya yang berhak atas diriku, kapanpun.
***
Aku tersenyum mengingat hal yang sudah terjadi tadi malam. Aku menatap wajah tampan Al yang tengah tertidur di sampingku.
"Al..." Panggilku.
"Hm... Apa yaang?"
"Bangun, udah pagi."
Al membuka matanya dengan perlahan dan tersenyum padaku yang masih terduduk di atas tempat tidur seraya memeluk selimut untuk menutupi tubuh polosku.
"Katanya mau ada meeting,"
Al mendudukkan tubuhnya. "Pengen lagi..."
Wajahku memerah dengan sendirinya, entahlah, aku hanya merasa malu.
"Masih sakit tahu..."
Al memeluk tubuhku dan membawaku kembali berbaring.
"Maaf yah..."
"Udah cepetan mandi, awas Al..." Protesku seraya melepaskan pelukannya dan kembali duduk bersandar pada punggung tempat tidur.
Al beringsut dari atas tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.
Dan kini aku masih terduduk di tepi tempat tidur dengan bermodalkan selimut.
"Perih ya ampun, kenapa setelah selesai makin kerasa sih sakitnya... Ck. Mana paha aku jadi pegel banget," gumamku.
Setalah Al selesai mandi, ia berjalan ke arahku.
"Aku gendong, ayo..."
Dengan sekali angkat, Al membawaku ke dalam kamar mandi. "Nanti juga biasa lagi, yaang..." Ucapnya seraya menutup pintu kamar mandi.
Setelah aku selesai, ternyata Al sudah memakai stelan kerjanya. Dengan perlahan aku berjalan menuju lemari. Dan mengambil pakaianku.
"Masih sakit?" Tanya Al seraya memelukku dari arah belakang.
"Gak terlalu kok," jawabku tersenyum seraya mengusap lengannya yang melingkari perutku.
Al melepaskan pelukannya. "Ya udah, pake bajunya, nanti masuk angin. Kalau angin masuk, nanti aku gak bisa masukin kam--"
PLAK!
"Pikirannya, masih pagi Pak!"
Al tertawa ringan mendengar protesanku.
"Aku tunggu di bawah yah, aku juga harus telpon Ragil dulu."
Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban. Dan Al pun berlalu dari kamar. Kini hanya aku dengan pantulan bayanganku di dalam cermin.
"Lah, merah dong ini..." Keluhku saat melihat tanda merah pada leher bagian bawahku.
"Gak pa-palah gak keliatan ini,"
Aku pun langsung memakai pakaianku. Setelah itu aku menyusul Al ke bawah untuk melakukan sarapan, kasihan jika Al harus sarapan sendiri.
Dengan perlahan dan menahan rasa ngilu pada bagian bawahku, aku berjalan menuruni anak tangga satu persatu.
"Yaang, udah selesai?" Tanya Al yang terlihat berjalan dari arah depan.
"Kamu dari mana?" Tanyaku yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Aku abis nelpon Ragil, buat ngasih tahu kalau tamunya udah dateng dan aku belum ada, langsung mulai aja presentasinya." Jawab Al seraya merangkul pinggangku dan kami pun berjalan menuju ruang makan.
Aku melirik Al sekilas. "Kamu ganteng juga yah,"
"Makasih pujiannya sayang,"
Aku tersenyum begitu saja.
"Kamu kuliah jam berapa?" Tanya Al seraya menarik salah satu kursi untukku.
"Jam 10," jawabku.
"Kita pake jasa supir pribadi aja kali yah, kalau aku lagi gak bisa nganter kamu, kamu ada yang anter, sayang juga mobil yang satu kalau gak di pake."
"Aku pake aja sendiri, aku bisa nyetir kali..."
Al terlihat berpikir. "Nanti aku cari driver deh, sekarang naik taksi aja dulu."
Aku hanya bisa memutar bola mata sebal. Sejauh ini aku memang sudah terlatih, walaupun kadang suka lepas kontrol juga, wajar kan namanya juga manusia mhehe...
"Terserah kamu deh,"
Dan kami pun mulai memakan sarapan yang sudah Bu Ema siapkan. Bu Ema merupakan asisten yang dulu bekerja di rumah mertuaku, sekaligus yang menemani Al saat kecil jika orang tuanya sedang tidak ada di rumah.