Alaizya menghela napasnya dengan sangat kesal akibat tanggapan yang diberikan oleh adik laknatnya itu, ia kira Evander akan ketakutan atau setidaknya mencari tau lebih dalam, namun apa ini?! Adiknya itu justru menatapnya dengan tatapan berbinar penuh pujian dan jujur saja, Alaizya membenci tatapan itu. "Hell! Kau dengar aku Evan? We are a mafia!" tekan Alaizya lagi namun Evander justru tertawa pelan.
"Well, Kak. Aku mendengarmu hanya saja aku cukup terkejut dengan fakta yang kau ucapkan ini," balas Evander dengan menampilkan wajah penuh kebingungan.
Alaizya segera menoyor kepala sang adik dan mencekik leher adiknya dengan lengannya sendiri, ia menjitaki kepala Evander sampai Evander mengadu kesakitan. "Enough, Kak. Aku kesakitan dan apa kau gila melakukan ini pada adikmu yang super baik ini?!" sentak Evander meminta pengampunan dan benar saja sedetik setelah itu Alaizya melepaskan lengannya dan membiarkan Evander mengambil napas untuk memenuhi paru-parunya.
"Sekarang apa yang kau harapkan dari reaksiku?" tanya Evander basa-basi. "Namun setelah itu aku akan mengatakan pada teman-teman ku bahwa aku anak mantan kepala Mafia," ujarnya bangga.
Bugh!
Alaizya melemparkan buku 700 halaman tepat mengenai kepala Evander, pria itu langsung memegangi kepalanya dan mengadu kesakitan seraya meringis. "Apa-apaan kau! Sakit Kak!" sentaknya seraya meringis menahan sakit.
"Kau lakukan itu maka hari itu juga akan menjadi hari terakhir mu!" ancam Alaizya membuat Evander menelan salivanya susah payah.
Evander berdehem pelan ia menganggukkan kepalanya dan menatap Alaizya dengan tatapan sayunya. "I-iya aku tak akan katakan pada siapapun," cicit Evander penuh ketakutan.
Alaizya memundurkan langkah kakinya dan berhenti tepat di hadapan perapian yang membara, gadis itu meraih sebotol vodka dan meminumnya pelan, ia menatap perapian itu seraya memikirkan cara mendapatkan restu dan pelatihan dari sang Daddy, Leonardo.
"Evan?" panggil Alaizya tanpa menoleh ke belakang dimana Evander duduk dengan memainkan ipad miliknya. "Hm?"
"Kau bisa membantuku?"
"Apa yang kau butuhkan?" tanya Evander namun masih setia dengan ipadnya.
"Aku butuh kau untuk membujuk Daddy agar mengizinkan ku menjadi pemimpin Regnarok."
"WHAT?! YOU CRAZY ALA! IT'S IMPOSSIBLE!" teriak Evander yang tentu saja menentang keinginan sang kakak, bagaimana pun juga Evander sangat menyayangi Alaizya dan ia tak akan biarkan satu hal pun menyakiti kakak perempuannya itu.
"You don't know me, Evan. I just want to bring our organization and this is our destiny to bring it back," ucap Alaizya penuh keyakinan.
Evander menggelengkan kepalanya pelan, apa yang diingkan oleh kakaknya tentu saja akan menjadi hal yang mustahil, semua orang tau bagaimana posesifnya seorang Leonardo pada putrinya yang jenius dan gadis itu sendiri yang ingin keluar kandang?! Hell! Its so impossible!
"Kau tak bisa lakukan itu, Kak. Tanpa izin Daddy kau tak akan pernah bisa memimpin organisasi itu, sekarang atau nanti," ucap Evander yang justru semakin menyulur api semangat dalam diri Alaizya.
"Kau hanya perlu katakan pada Daddy bahwa aku mampu lakukan ini semua," ucap Alaizya berusaha menyakinkan Evander. Namun pria itu tetap dalam pendiriannya.
Alaizya meletakkan botol vodka yang ia pegang ke atas meja lalu ia langkahkan kakinya mendekati Evander ia meraih kedua bahu adiknya dan menatap tepat di manik sang adik. "You trust me, Evan?" Alaizya menghela napasnya lalu semakin menatap manik Evander seakan berbicara lewat matanya bahwa ia mampu "Do you trust me?" ulangnya namun kali ini dibalas anggukan dari Evander.
"So you have to do it, this for us!" ucap Alaizya diangguki Evander.
"I always be your side, my sister."
"I know my little brother."
Evander memeluk Alaizya sangat erat, ia percaya pada sang kakak itu kebenaranya namun satu sisi ia takut kakaknya akan kenapa-napa. Setaunya kelompok mafia dikenal tak memandang bulu, dan mereka akan bergerak sesuai rencana tanpa melakukan kesalahan lalu jika Alaizya memasuki kelompok itu, apa ia akan bertahan?
"Thank you because you always in my side, Evan. I promise we still together. Whatever will be happen, we always together, and forever," lirih Alaizya diangguki oleh Evander.
••×••
Baiklah, kini Evander berdiri di dalam ruang kerja sang Daddy, tampak pria yang notabennya adalah ayahnya tengah bergulat dengan berbagai dokumen di atas mejanya, dengan langkah kakinya yang begitu pelan Evander mendekati sang Daddy dan duduk tepat di hadapan Leonardo.
"Apa yang membuatmu bertemu Daddy, Evan?" tanya Leonardo tanpa melihat wajah kaget Evander.
Evander menghela napasnya pelan, percuma saja ia mengendap-endap jika sang Daddy tetap tau kehadirannya. "Aku ingin bicara padamu, Dad," ucap Evander pelan.
"Maka kau sedang lakukan itu," balas Leonardo.
"Inu tentang Kak Ala."
"Apa yang ia minta darimu, Evan? Dukungan untuk membuatnya menjadi pemimpin Regnarok, right?" tanya Leonardo yang sayangnya tepat sasaran.
Evander menelan salivanya susah payah. Ia hidup diantara orang-orang berkemampuan khusus! Sedangkan dirinya hanya dijadikan sebagai pihak ketiga! Bagus sekali Evander!!
"Apa yang Daddy tanyakan benar bukan, Evan? Kau diminta oleh kakakmu untuk membujuk Daddy agar rencananya yang ingin menjadi pemimpin Regnarok dapat terwujud?"
"Dad, kurasa apa yang diingikan oleh Kakak tidak ada salahnya, jika dilihat antara aku dan ia, sudah jelas Kakak lebih dariku, bahkan dia lebih jantan daripada aku," ucap Evander.
"Ini bukan masalah pantas dan tidak pantas, Evan. Kau tidak mengerti, sekali Alaizya tenggelam dalam dunia itu maka sampai kapanpun hidupnya tak akan tenang dan bahaya akan terus mengancamnya, dan Daddy tak bisa biarkan hal itu terjadi pada putra dan putri Daddy," ucap Leonardo dengan menundukkan kepalanya.
"Masalahnya, Alaizya memiliki kemampuan di atas rata-rata Dad, tak bisakah kau lihat ia berbakat dan aku yakin ia bisa melakukan semua ini Dad, baiklah jangan biarkan permanen kita uji coba saja dulu maybe tiga bulan, jika memang dalam tiga bulan itu Alaizya bisa mencapai apa yang ia inginkan maka kau harus mendukungnya tapi jika ia gagal maka aku sendiri yang akan menggagalkan semua rencananya," ucap Evander membuat Leonardo berpikir keras. Pria itu akhirnya mengangguk lalu menatap putranya tanpa memberikan tatapan hangatnya melainkan tatapan penuh intimidasi.
"Come on Dad, jangan menatapku seakan aku adalah musuhmu, ingat aku adalah putramu yang tertampan Evander," ucap pria itu penuh percaya diri sedangkan Leonardo menggelengkan kepalanya menanggapi tingkat kepercayaan diri dari putranya yang sudah di luar logika.
"Baiklah katakan pada kakakmu yang keras kepala itu, aku memberikannya waktu tiga bulan jika dalam tiga bulan ia tidak bisa mewujudkan ucapannya maka katakan bahwa ia harus mengubur mimpinya."
"Alright, aku akan sampaikan pada kakakku."
"Dan ya, katakan padanya juga bahwa besok ia akan mulai berlatih denganku."
"Tentu saja!" Evander mendirikan tubuhnya dan keluar dari dalam ruang kerja milik sang Daddy yang terasa sangat angker dan berhasil membuat bulu kuduk Evander berdiri.
Pria itu menjalankan kakinya menuruni tangga lalu berjalan menuju taman tapi ia membelalakan matanya saat melihat sang kakak tengah bermain-main dengan singa peliharaannya, Aslan.
Evander menggelengkan kepalanya tidak habis pikir ia pun melipat tangannya di depan d**a kemudian berdecak keras agar kakak sintingnya itu menegok kearah dirinya. "Ck! Bagus sekali aku yang berjuang antara hidup dan mati di depan Daddy dan kau yang ku perjuangkan justru bermain layaknya anak kecil dengan hewanmu itu, amazing!" ucap Evander dengan senyum miringnya.
"Apa hasilnya?" tanya Alaizya langsung tanpa ingin menjawab rentetan kalimat yang adiknya itu keluarkan karena menurutnya semua ucapan sang adik itu tidak lebih dari seonggok sampah yang tak harus di lihat.
"Daddy memberimu waktu tiga bulan, jika dalam tiga bulan kau tak bisa mewujudkan mimpimu maka jangan harap kau dapat izinnya," ucap Evander seraya mendudukkan tubuhnya di kursi yang berhadapan dengan taman.
Alaizya terkekeh di tempatnya tapi itu justru menambah kesan sangar di wajahnya yang cantik nan rupawan, Evander yang tengah duduk santai seraya menyesap wine di tangannya seketika berdiri diatas kursinya saat melihat Alaizya tengah membuka kandang Aslan dan mereka keluar menuju area pantry. "APA YANG KAU LAKUKAN?! LETAKKAN KEMBALI HEWANMU ITU ATAU AKU AKAN MEMBAWANYA KE PENANGKARAN! KAKAK JANGAN GILA KAU! BAGAIMANA BISA HEWAN BUASMU ITU BERKELIARAN DI SEKITARKU! BAGAIMANA JIKA AKU DITERKAM OLEHNYA! ASTAGA TOLONG AKU! AKU MASIH INGIN HIDUP DAN MENIKAH LALU MEMILIKI BANYAK ANAK! MOMMY! DADDY! PUTRI KALIAN GILA!!!" teriak Evander histeris ia bahkan tak bisa melakukan banyak hal sebab setiap ia bergerak Aslan selalu menggeram seakan siap menyantap Evander kapan saja.
"Diam Evan, kau berisik! Dan ku pastikan sebelum kau mengirim Aslan ke penangkaran ia terlebih dahulu mengirimkanmu ke neraka!" rutuk Alaizya dengan desisan tajammya tapi itu tak berpengaruh pada Evander. Pria itu semakin kalut saat melihat Alaizya yang mengeluarkan daging dari lemari pendingin dan memberikannya langsung pada Aslan hingga kini Aslan tampak terduduk di atas tubuh Alaizya.
"ASTAGA ADA APA DENGAN KELUARGAKU TUHAN?! BAGAIMANA BISA KAU TEMPATKAN AKU YANG WARAS INI PADA KELUARGA SEPERTI INI!! MOMMY DADDY!!! ASTAGA ANAK KALIAN JADI PSIKOPAT!!" teriak Evander lagi tapi kali ini ia lebih mengencangkan suaranya agar kedua orang tuanya itu mau keluar dan melihat tingkah gila sang kakak.
Benar saja dua detik setelah itu, Florence keluar dari kamarnya sementara Leonardo keluar dari ruang kerjanya. "Apa yang anakmu lakukan hingga berteriak seperti itu!" rutuk Florence menahan kesal.
Leonardo terkekeh di tempatnya berdiri, ia menatap Evander yang berdiri di atas kursi dengan wajah ketakutannya. Manik biru Leonardo menelisik mencari penyebab putranya bertingkah seperti itu hingga ia sedikit membelalakan matanya saat melihat sang putri tengah berbaring dengan Aslan di atas tubuhnya bahkan Aslan saat ini tengah menjilati wajah datar Alaizya. "Sebaiknya kau lihat penyebab putra kita berteriak, Flo," bisik Leonardo membuat Florence menatap Leonardo pria itu pun menunjuk keberadaan Alaizya bersama Aslan yang langsung saja membuat Florence membelalakkan matanya bahkan wanita itu sudah mengepalkan tangannya menahan amarah.
"ALAIZYA LEORANCE DE LAVEGA KEMBALIKAN HEWANMU ITU KE KANDANGNYA JIKA TIDAK AKU AKAN KIRIMKAN IA KE PENANGKARAN DETIK INI JUGA!" teriak Florence lantang membuat Evander berjingkrak semangat.
"Rasakan! Terus Mom! Marahi dia! Kakakku memang sedikit gila! Ralat! Memang gila!" ujar Evander membuat Florence semakin mengepalkan kedua telapak tangannya erat sampai menunjukkan buku-buku jarinya yang putih.
"Alaizya haruskah aku menghubungi pusat penangkaran untuk menangkarkan Aslan?! ALAIZYA!"
"Sst, tenanglah putrimu itu bertindak di luar logika Flo," ucap Leonardo menenangkan sang istri. Florence menatap sang suami lalu menghembuskan napasnya.
"Kita perlu sedikit drama untuk menghentikan anak itu," ujar Leonardo menimpali.
Florence diam saat Leonardo menuruni tangga dan berjalan menuju pantry dimana Alaizya dan Aslan berada. "Jangan dekat-dekat Dad! Bagaimanapun kucing sialan itu hewan buas!"
"Jangan memperingati Daddymu Evan! Dia dan kakakmu adalah jenis yang sama! Bertindak di luar nalar!" sambar Florence memperingati putranya untuk tidak ikut campur.
Sedangkan Leonardo melanjutkan jalannya menuju Alaizya, ia teringat akan Athena sang jaguar yang telah tiada sejak lama karena sakit begitupun dengan George maupun Georgia. Tapi jika dipikir-pikir memang benar apa yang dikatakan oleh istrinya barusan, ia dan Alaizya memang sejenis. Ia dan putrinya itu memang gila tapi jika dilihat sekarang maka putrinya jauh lebih gila. Hell! Sesinting-sintingnya Leonardo ia tak pernah melepaskan hewannya ke luar kandang dan membawanya menuju pantry seperti yang tengah putrinya itu lakukan. Bahkan Alaizya bertingkah seperti tak punya dosa sama sekali, ia menutup matanya rapat seakan tuli atas teriakan dan sentakkan yang diberikan oleh Mommy dan adiknya hingga saat dua jengkal lagi saja jarak antara Leonardo dan Aslan gadis itu membuka suaranya.
"Jangan menyentuhnya, Dad," ucap Alaizya membuat Leonardo menghentikan langkah kakinya.
"Maka kau harus masukkan kucingmu ini ke kandangnya, Honey. Jika tidak Mommy benar-benar akan memasukkannya ke penangkaran," ujar Leonardo seraya mengusap sangat lembut rambut Aslan.
"Kalian berisik sekali, toh Aslan pun tidak mengigit satu diantara kalian," ucap Alaizya dengan desisan tajamnya.
Leonardo terkekeh, persis sifatnya yang tak suka diatur!
"Dengar Ala, Daddy tau kau sangat menyayangi kucingmu ini tapi lihatlah Mommy dan adikmu ketakutan, Principessa. Jangan buat mereka bertindak nekat," saran Leonardo yang membuat Alaizya membuka mata lalu duduk dan memandang Aslan yang tampak menggemaskan di atas tubuhnya.
Gadis itu bangun kemudian meraih tali Aslan dan menuntun hewannya memasuki kandang sepanjang jalannya Alaizya dapat melihat raut ketakutan yang tergambar jelas di wajah Evander pun dengan sang Mommy, Florence.
Setelah dirasa Aslan sudah di dalam kandang ia pun menutup pintunya lalu menguncinya tak lama terdengar helaan napas lega dari Evander. "Mimpi apa aku hingga dapat kakak segila kau," lirih Evander yang sialnya terdengar oleh Alaizya.
"Mimpi apa aku hingga dapat adik pria jadi-jadian seperti mu!" balas Alaizya yang langsung membuat Evander terdiam ditempatnya seraya mengusap dadanya meminta kelebihan sabar. Ucapan kakaknya itu benar-benar membuat Evander geram.
"Ya mungkin aku memang anak tiri hingga dapat kakak seperti kau," ucap Evander tak mau kalah.
Melihat sang putri yang akan mengeluarkan kata-kata pedasnya lagi, Leonardo segera antisipasi dengan meraih tangan Alaizya lalu menatap manik anak gadisnya.
"Bersiaplah besok kau mulai latihan."