Hellena berusaha bangkit, menyadari ada laki-laki asing yang tengah menatapnya.
Meski wajahnya dingin , tapi Hellena bisa menangkap kalau laki-laki itu khawatir. Matanya yang dalam terus menatap Hellena.
"Anda, siapa? "
Hellena kembali bertanya, berusaha bangkit meski rasanya susah, badannya terasa lunglai dan ngilu.
"Tiduran saja dulu, kalau pusing."
Gerakan tangannya mencegah Hellena bangun. Membuat Hellena mengurungkan niat dan hanya menatap tangan kukuh di depannya.
"Kalau pusing jangan banyak bicara."
Bukannya menjawab.
Hellena mengernyitkan kening. Ada rasa khawatir yang perlahan menjalari hatinya.
"Anak saya dimana? Kok saya ada disini? "
Mulai tersendat.
"Anak kamu aman, dia tidur bersama Bibi di kamar sebelah."
Oh. Hellena memijit keningnya, masih sangat pusing.
"Baiklah, istirahat dulu kalau sudah sadar. Nanti ada pelayan yang akan mengantarkan obat dan makanan untukmu."
"Sebentar, Emmh... Saya dimana? "
Hellena kembali bertanya sekarang nada suaranya terdengar sedikit menghiba. Dia harus meyakinkan kalau dia tidak terjebak di tempat orang jahat.
"Cerewet."
Hellena menggigit bibir. Rasanya luka atas perlakuan Aksara belum sembuh, tiba-tiba kini dia mendapati dirinya terbaring di hadapan laki-laki aneh yang bahkan di tanya berkali-kali tentang identitasnya gak juga menjawab. Gak jelas.
"Maaf, saya harus pergi. Terimakasih anda telah menolong saya."
Akhirnya Hellena memaksakan bangkit.
Tak menghiraukan kepala dan tubuhnya yang terasa gak karuan.
Dia ingin sendiri.
"Saya antar pulang ke rumahmu. Malam ini juga. Keluargamu pasti menunggumu dengan cemas."
Suaranya dingin. Meski menyimpan niat baik dan ketulusan.
Tawaran yang manis. Sayang aku tidak punya rumah dan keluarga yang menungguku dengan cemas. Hellena mendesah sendu.
"Saya menemukanmu pingsan dipinggir jalan dengan anakmu yang terus menangis. Untung, ban mobilku kempes dan kutinggal di kantor sehingga aku harus berjalan kaki menuju halteu bus dan menemukanmu," jelas laki-laki di depan Hellena, panjang lebar. Sebetulnya dia tidak suka berbicara banyak, tapi melihat ekspresi perempuan di depannya yang tampak kebingungan dan tertekan, dia tidak tega.
" Anda sudah menolong saya, terimakasih."
Suara Hellena tersendat penuh syukur. Menyadari Allah begitu penyayang, mengirim seseorang yang membawanya di pinggir jalan ke tempat yang lebih aman dan layak.
"Ok. Mau aku antar pulang sekarang? Keluargamu pasti cemas menunggu."
Hellena terdiam. Bayangan Aksara yang mengusirnya tadi malam menari lagi dibenaknya. Laki-laki yang biasanya penuh cinta dan kelembutan itu, tiba-tiba murka dan mencampakannya begitu saja. Tragis.
"Antarkan saja saya ke penginapan."
" Lho?"
Hellena menghela nafas berat.
"Anda minggat? "
Laki-laki di depannya menebak-nebak.
" Aku di usir. Aku tidak lagi memiliki tempat untuk kembali," jawab Hellena pelan hampir tidak terdengar.
Hening. Laki-laki bermata coklat dengan tatapan dingin itu tampak kaget dan sedikit tidak percaya. Atau menduga-duga kalau Hellena bukan perempuan baik-baik.
"Dengan seorang anak perempuan yang masih sangat kecil?"
Laki-laki itu membetulkan posisi duduknya. Menggeser kursi agar lebih dekat ke arah Hellena.
" Mereka, siapapun yang menyuruh kamu pergi pasti punya alasan tersendiri."
Hellena membelalak. Membetulkan posisi duduknya, punggungnya mendadak terasa pegal. Sok tahu.
" Adakalanya kita harus pergi meski tanpa alasan."
Hellena berusaha meluruskan.
"Hmm.. "
" Tidak semua orang yang terlempar dan tercampak, karena mereka telah melakukan kesalahan besar atau seorang penghianat."
Hellena menyapu matanya yang tiba-tiba merasa berat.
Hellena, menyapu wajahnya. Bayangan Aksara kembali menari di kepalanya.
Sedang apa Mas? Mengapa aku tak sanggup berpaling dari bayanganmu?
"Oh ya, nama saya Abizar."
Hellena mengerjap. Wajah dingin di depannya sedikit mencair. Ada seulas senyum di bibirnya, dan ada tatapan... Kasihan.
Perempuan yang dengan mata sembab dan seorang anak perempuan kecil yang malam-malam pingsan di pinggir jalan, di bawah rintik hujan yang mulai membesar. menyedihkan.
Entah mengapa hati Hellena terasa sakit, meski dia sudah terbiasa dengan kesedihan dan kesendirian sejak kecil, sejak dia memahami tidak memiliki siapapun di dunia ini selain Ibu panti dan saudara-saudara pantinya yang menjadi penyemangat hidup, tapi mendapati seseorang yang baru bertemu menatapnya dengan iba, hati Hellena tercabik.
Sekuat tenaga Hellena menahan sesak yang menggumpal di hatinya. Dia tidak ingin menangis di depan laki-laki tidak dikenal itu.
"Menangislah, kalau memang itu bisa sedikit membuat kau bahagia."
Laki-laki yang mengaku bernama Abizar, mengulurkan tissue yang diambilnya di atas nakas.
"Kadang air mata dibutuhkan, saat kita runtuh dan terluka."
Lanjutnya. Hellena hanya tersenyum samar, menelan getirnya dalam-dalam.
Perlahan menepis tangan kukuh yang akan menyentuh ujung matanya.
"Maaf, saya tidak terbiasa melihat perempuan menangis."
Abizar menarik kembali tangannya.
Hellena hanya tersenyum.
Seharusnya Aksara yang menguatkannya di saat seperti ini.
"kalau anda tidak akan pulang ke rumah, sebaiknya bermalamlah di sini."
Suara Abizar terdengar dingin, meski terselip ketulusan di dalamnya.
"Tidak baik perempuan pergi ke penginapan malam-malam."
Hellena hanya mengangguk dan tersenyum pahit.
Laki-laki berwajah dingin itu, ternyata lebih ramah dari wajahnya.
"Terimakasih anda sudah hadir di tengah kesedihan saya. Semoga Allah membalasnya."
" Jangan panggil anda, panggil saja saya Abizar. "
" Terimakasih, Mas."
"Sama-sama..eemmh siapa namamu? "
Abizar, menggaruk kepalanya. Baru menyadari dia belum tahu nama perempuan yang ditolongnya.
"Saya Hellena. Anak saya Cellia.Panggil saja, yang sekiranya gampang."
"Elle."
"Aku akan memanggilmu, Elle."
Suaranya terdengar jenaka, tidak singkron dengan tatapannya yamg dalam.
"Sebetulnya, aku ingin sekali bertanya banyak hal tentang dirimu. Tapi, kamu pasti lelah, sebentar lagi Bibi di rumah ini akan mebawa makanan dan anakmu kemari."
Abizar bangkit, menatap kembali ke wajah Hellena.
Lagi-lagi Hellena hanya mengangguk, mencoba menyungging senyum. Mengangguk hormat sat laki-laki itu pamit untuk keluar kamar.
" Panggil aku, kalau kau butuh bahu dan d**a untuk menangis."
Tawarnya tiba-tiba. Manis tapi terasa dingin di hati Hellena.
Mas, sedang apakah dirimu saat ini?
Bahkan belum genap dua puluh empat jam, aku berlalu dari hidupmu, aku sudah merasa jadi perempuan yang rendah dan hina.
Tak terasa, ada air mata yang luruh di sudut hati Hellena yang terdalam. Saat menyadari, kalau luka yang menganga di sudut hatinya, tidak juga sanggup menghapus nama seorang Aksara di hatinya.