Pertemuan

805 Kata
Buat Reader tersayang, terimakasih sudah mampir dan memberikan komen dan lovenya. Berhubung belum signed, cerbung ini akan up dua kali seminggu. Sekali lagi, terimakasih semuanya. love... love. Angin malam yang dingin dan hujan gerimis, mengiringi langkah kaki Hellena. Setelah selesai sholat isa berjamaah dan bermunajat kepada Allah dalam cucuran air mata dan doa, Hellena memutuskan pergi dari mesjid tempatnya bersinggah sejak sore. Perlahan Hellena membuka mukena dan melipatnya, disimpannya di tempat yang di sediakan. Cellia yang nampak lusuh dan kelelahan, tertidur meringkuk di sisinya. Angin dingin yang masuk lewat pintu masjid yang sebagiannya terbuka, membuat Cellia nampak kedinginan dan gelisah. Perlahan dibelainya putri mungilnya. Perasaan sakit dan hancur terasa makin menelisik hati, melihat wajah tanpa dosa yang tampak tertidur lelap. Ada wajah Aksara yang terlukis sempurna di wajah cantik Cellia. Seandainya takdir tidak memisahkannya dari lelaki yang paling dicintainya, mungkin Cellia sedang berbahagia saat ini. Menanti Papanya keluar kota untuk urusan bisnis di kamar yang luas dan hangat. Sesekali dia akan merengek minta video Call sama Papa tersayangnya, minta ini-itu. Senyum Aksara yang mempesona, dan wajah tampannya yang menghiasi layar gawai, membuat Cellia begitu bahagia, dan sukses membuat Hellena semakin rindu. Ternyata, tidak ada yang abadi di dunia ini. Keabadian hanya milik Allah, Penguasa Semesta Alam. Mahligai rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan ketulusan, ternyata tak cukup kokoh saat datang badai prahara dari orang pertama dan mulia bagi seorang laki-laki. Ibu. Ibu Aksara, hanyalah secuil cerita tentang ibu yang rela melihat anaknya sengsara demi gaya hidup dan nikmat dunia yang penuh fatamorgana. Hanya secuil kisah dan segelintir orang, dari jutaan Ibu yang tulus dan ikhlas. Ibu yang menitikkan air mata dan doa buat anak tercinta. Ibu yang memberikan separuh nyawa dan kehidupannya hanya untuk memberi nafas kehidupan buat buah hati tercinta. Hellena mencium wajah Cellia sendu. Mencium sosok Aksara yang terpatri sempurna di wajah Cellia yang terlelap. Masih menyimpan cinta. Cinta yang hanya penuh dalam mimpi. Cinta yang hanya tinggal kenangan. Ah. Hellena perlahan bangkit, dengan sedikit kelelahan dia kembali menggendong tubuh Cellia yang terlelap. Berharap, menemukan penginapan terdekat. Hellena, lelah. Tersaruk kakinya memilih jalanan dibawah trotoar toko, berharap Cellia yang dalam gendongan, tidak kehujanan. Hellena berusaha menepis setiap rintik yang menerpa tubuh Cellia. Seandainya tak ada gadis ciliknya dalam gendongan, Hellena lebih suka berjalan dibawah gerimis hujan. Karena air hujan bisa menyembunyikan air matanya. Agar tidak ada orang yang menatapnya kasihan atau hanya bertanya-tanya. Setidaknya air hujan bisa menyembunyikan luka. Hellena sejenak berdiri menyaksikan situasi sekitarnya. Lampu penerang jalan dan hilir mudiknya kendaraan yang mulai padat di malam hari menciptakan seribu kunang-kunang di matanya yang penuh air mata. Terminal Cicaheum, selintas ia melirik plang yang berdiri kokoh tak jauh di depannya. Mata helena berlabuh ke kejauhan, menyaksikan deretan toko dan bangunan yang berderet rapat bermandikan lampu. Hellena tidak begitu mengenal tempat ini, meski beberapa waktu yang lalu dia pernah menghabiskan hari bersama Aksara, menikmati indahnya panorama alam kota bandung di daerah Lembang dan pangalengan, dua daerah berhawa sejuk dengan panorama alam yang asri. Hellena masih ingat saat di Pangalengan, daerah yang terkenal dengan sentra pengolahan s**u dan hamparan perkebunan sayuran dan teh yang indah, saking dinginnya Hellena bahkan tidak bisa tidur kalau tidak dipeluk Aksara. Manis. Hellena, sejenak memutar kepala, mengingat-ngingat mobil yang tumpanginya tadi. Hellena tersenyum getir, dia bahkan tidak ingat nama mobil yang ditumpanginya. Bahkan saat abang kernet mengembalikan uangnya, Hellena tidak perduli, dengan enteng menyuruh abang kernet mengambil kembalian uangnya. Hatinya entah berada di mana. Sekali lagi dipandanginya suasana disekelilingnya yang begitu ramai. Semakin lama Hellena merasa lampu yang berpendar dimatanya, semakin ramai dan berkunang. Dunia makin terasa berputar, sekuat tenaga Hellena menghimpun kekuatan menepi ke pinggiran jalan, mendekap tubuh Cellia erat-erat. Sampai segalanya terasa begitu gelap. Dalam dunia yang terasa makin dalam dan sunyi, Hellena masih tersenyum getir, membayangkan kalau dirinya telah berjalan begitu jauh. Luka, membawanya ke Kota Kembang. **** Hellena tersentak. Tidak ada lampu jalanan yang berkunang, dan membuatnya pusing, tidak ada suara mobil dan motor yang membuatnya merasa berputar. Dia, mendapati dirinya tertidur di ruangan yang luas dan sepi. Samar, matanya menangkap warna biru muda yang begitu soft mendominasi ruangan ini. Ada jendela besar dengan tirai bunga kecil bernuansa senada. Hellena memutarkan pandangannya dengan lemah.Tak begitu banyak furniture di kamar ini, tapi semuanya menunjukan kualitasnya yang mewah. Bahkan kasur yang ditidurinya terasa begitu adem dan nyaman. Tapi aku di mana? Dimana Cellia? Hellena memijit keningnya yang terasa masih sakit. Sekelumit bayangan Aksara dan rumah tangganya yang hancur, masih merajai hati dan kepalamya. Membuat kepala Hellena terasa berat dan berputar. Hellena merasakan seluruh tulangnya sakit, mulutpun terasa begitu pahit, masih pusing dan sedikit mual. Tuhan, dimana Cellia? Tanyanya kembali dalam hati. Hellena tersentak kaget, menyadari dirinya tidak lagi memeluk putri kecilnya. " Hm, Sudah sadar? " Suara bariton membuyarkan kesunyian. Hellena, tergagap saat diliriknya seraut wajah dingin dengan konstruksi wajah yang sempurna tengah menatapnya. "Si-siapa, Anda?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN