Dua

607 Kata
Andika Prasetya, Kapten Infanteri di salah salah Batalyon Jawa Barat tersebut dengan sigap masuk ke dalam apartemen, sudah tidak terhitung berapa kali Andika masuk ke dalam apartemen ini hingga Andika dengan mudah menemukan Shireen. Degup jantung Andika menggila, perempuan yang seringkali membukakan pintu untuknya yang berusaha meluluhkan hati sang pujaan hati tersebut benar-benar terlihat mengenaskan. Shireen, sahabat dari adiknya tersebut memang kurus, namun sekarang terlihat jelas sekali jika bobot tubuhnya berkurang jauh, hidung mancung wanita keturunan timun tengah tersebut semakin menonjol karena pipinya yang tirus dan matanya yang cekung, bibir merah muda yang seringkali melontarkan kalimat tidak penting itu pun kini tampak pucat. Dan saat Andika menyentuh tangan Shireen untuk memeriksanya, wanita yang dimatanya begitu cerewet ini terasa dingin, denyut nadinya pun terasa lemah, perasaan tidak enak seketika menjalar di hati Andika teringat kesalahan yang sudah dia perbuat pada sahabat adiknya ini, tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Andika meraih tubuh kecil Shireen ke dalam gendongannya, pikiran Andika benar-benar kalut. Satu hal yang ada di otak Andika seorang adalah secepatnya membawa Shireen ke rumah sakit atau dia akan menyesal seumur hidup. Namun sebelum mereka sampai di pintu mendadak saja langkah Andika terhenti. "Dill, tolong ambilin kerudungnya Shireen, kita nggak bisa bawa dia tanpa hijabnya." Mendengar apa yang dikatakan oleh Andika membuat Dilla sempat terpaku, ya, berbeda dengan Shireen, Dilla memang tidak mengenakan kerudung. Itu sebabnya Dilla tidak berpikir sejauh itu, jika Shireen sadar dan mendapati Andika melihat rambut panjangnya sekarnag ini sudah pasti Shireen akan misuh-misuh. Baru saat akhirnya Dilla memakaikan kerudungnya untuk menutup rambut Shireen, Andika kembali bergegas keluar. Sekarang bukan hanya Shireen yang terasa dingin, keringat dingin sebesar biji jagung pun menetes dari dahi Andika, banyak orang menatap ke arahnya dan Dilla yang berlarian dengan panik dan gugup saat turun ke lobby membawa Shireen, namun baik Andika maupun Dilla keduanya tidak memiliki waktu untuk memikirkan orang-orang tersebut karena berpacu dengan waktu. "Ya Allah, Ka. Hati-hati. Kalau lo nyetir kayak gini bukan cuma Shireen yang masuk rumah sakit, tapi kita juga." Untuk pertama kalinya bagi Andika, dia sama sekali tidak ingin berbicara dengan Dilla, bahkan Dika berharap sekarnag Dilla diam saja agar dia bisa fokus mengemudi agar cepat sampai di rumah sakit. Jangan tanya bagaimana mengebutnya Andika dalam mengendarai mobilnya menuju rumah sakit sekarang ini, tidak terhitung berapa banyak umpatan dan makian yang Andika dapatkan. "Om Abra, Dika otw ke rumah sakit Medika Ciputra. Tolong kontak orang sana, ada pasien urgent yang Dika bawa. Tolong ya Om." Melalui sambungan telepon Dika menghubungi dokter Abra, sahabat orangtuanya yang memiliki banyak koneksi ke rumah sakit meskipun dokter Abra sendiri memiliki klinik di Jakarta Pusat. Dilla yang mendapati Dika seperti orang kesetanan, hanya bisa terdiam, dengan Shireen yang ada di pangkuannya, dia mencengkeram hand grip kuat-kuat sembari merapal doa. Perjalanan kurang dari 10 menit terasa seperti seabad untuk Dilla. Baru saat akhirnya mobil berhenti di depan UGD, Dilla bisa bernafas lagi dengan normal. "Lo itu ya...." Sebuah makian sudah ada diujung lidah Dilla untuk Dika, namun makian itu menghilang begitu saja saat Dika membuka pintu belakang dan meraih Shireen kembali dalam gendongannya bahkan tanpa peduli dengan Adilla sama sekali. Selama ini Dika adalah pria yang begitu penuh perhatian pada Dilla, bahkan belakangan ini saat Dilla mulai luluh kepadanya Dika semakin ekstra perhatian pada dirinya, namun kali ini mendapati Dika mengacuhkan dirinya, Dilla hanya bisa menatap nanar punggung tegap itu menjauh membawa sepupunya. Dilla tahu sekarnag ini bukan waktunya cemburu pada Shireen yang tengah sakit. Tapi siapa yang bisa mengendalikan hati? Hati Dilla benar-benar cemburu dengan kekhawatiran Dika yang berlebihan terhadap Shireen? Benaknya pun bertanya-tanya, wajarkah kekhawatiran Dika sekarnag ini? Dilla rasa tidak. Dan sebentar lagi Dilla akan tahu alasannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN