"Aku mau gugurin anak ini."
Mendengar kalimat yang diungkapkan oleh wanita yang duduk menatap televisi dengan pandangan kosong tersebut membuat Andika yang sebelumnya menunduk lesu langsung mendongak dan menatapnya dengan pandangan tidak percaya.
Percayalah, sekarnag ini Andika pun sama kalutnya seperti Shireen tapi tidak terbersit sedikit pun dibenak Andika untuk membuang nyawa yang kini tumbuh di dalam rahim wanita yang tidak lain adalah sahabat dari Maisara ini.
"Lo sinting? Udah gila ya lo ini? Kita udah berbuat dosa sebagai seorang pezina dan lo mau nambah-nambahin dosa sebagai pembunuh juga? Nggak waras emang lo ini!"
Tes....... Air mata Shireen menetes perlahan, begitu lambat namun tidak bisa Shireen hentikan. Dibalik ketenangan yang Shireen perlihatkan sekarang dalam menghadapi masalah pelik ini tanpa isakan dan tangis maupun kemarahan, hati dan kewarasannya benar-benar terguncang. Sulit rasanya untuk Shireen hidup setelah semuanya hancur tidak bersisa. Saat Shireen menatap ke arah Andika, wajah tirus wanita yang tertutup sebagian hijab yang hanya dipakainya asal tersebut adalah pemandangan paling menyedihkan yang pernah Andika lihat seumur hidupnya.
"Lantas apa maumu, Kak? Kamu ngatain aku gila karena aku mau gugurin bayi ini sementara kamu sendiri pun nggak bisa nerima dia! Kamu kurung aku disini apa maksudnya? Apa matamu buta sampai nggak bisa lihat gimana hancurnya hidupku sekarang?"
Untuk pertama kalinya setelah satu bulan Shireen terus terdiam apartemen milik Andika usai dia diusir dari rumah, Shireen meluapkan kemarahannya pada Kakak kandung Maisara ini, seorang yang awalnya Shireen kira sebagai sosok sempurna laki-laki penyayang karena melihat betapa indahnya Andika menjaga Maisa dan Ibunya tanpa pernah tahu betapa brengseknya Kapten di Batalyon Kota Bogor ini di sisi lain hidupnya.
"Lebih baik kita akhiri saja semuanya, Kak. Aku nggak bisa menerima bentuk pertanggungjawabanmu ini. Aku nggak sanggup hidup di masyarakat sebagai Ibu tunggal, aku nggak mau anakku di caci anak haram tanpa seorang Ayah. Disini hanya aku yang dirugikan sementara kamu dengan bebasnya melenggang tanpa noda dan dapat menjalani kehidupanmu dengan normal."
Shireen mengusap air matanya dengan kasar, sungguh di sangat membenci Andika. Bertemu dengannya adalah penyesalan terbesar Shireen dalam hidupnya yang membuatnya merasa mati lebih baik daripada hidup menanggung beban seperti ini.
"Bersamamu, aku terluka, Kak!"
........................
Save dulu, lanjut setelah Maisa selesai ya