15. HUBUNGAN PURA-PURA

1355 Kata
Suara gemericik air yang mengaliri kolam di kediaman Cakrawangsa, terasa begitu menenangkan telinga. Ditambah udara pagi yang segar dan cahaya matahari yang hangat, membuat siapa saja akan merasa mendapatkan energi baru sebelum melakukan aktivitas. Begitu juga dengan Noa. Kaki yang jenjang melangkah menuju tempat santai yang berada di pinggir kolam. Membawa buku dan jus untuk menemani bersantai di lounge chair. Keadaan Noa saat ini nampak sangat baik, seakan kejadian semalam tidak ada artinya bagi gadis itu. Berbaring santai sambil membaca buku yang sudah lama belum bisa diselesaikan akibat jadwal padat. Menikmati waktu, tanpa beban pikiran. Tidak berselang lama, Noa menangkap bayangan melalui sudut matanya. Pergerakan yang semakin mendekati tempatnya. Ia menghela napas panjang, ketika tubuh Shaga masuk ke dalam air sehingga menimbulkan suara dan juga cipratan air. “Sorry kalau aku ganggu!” teriak Shaga yang kini sudah basah kuyup. Salah satu alis Noa terangkat sambil menatap tajam ke arah Shaga. Bibirnya bergeming, tidak ada niat untuk menanggapi. Lantas, tangannya bergerak untuk mengambil gelas berisi jus untuk diteguk pelan. Sementara itu, melihat Noa nampak cuek dan seakan tidak pernah mengalami hal menyakitkan seperti semalam, justru mamancing rasa penasaran Shaga. Apalagi tiba-tiba Noa membatalkan jadwalnya hari ini, jelas tidak bisa ia abaikan. Niatnya untuk berenang sebelum nanti pergi ke sanggar judo, sepertinya harus ditunda beberapa saat. Shaga berjalan pelan di dalam air, untuk mendekati gadis itu. “Kamu baik-baik saja?” tanya Shaga tepat di bibir kolam, di hadapan Noa. Noa menyampingkan bukunya, lalu mengangguk pelan. “Kenapa? Ada masalah?” Shaga mengusap tengkuknya karena sepertinya ia salah paham mengenai kondisi gadis di hadapannya. “Semua jadwal hari ini kamu batalin. Jadi aku pikir, ini ada hubungannya mengenai kejadian semalam.” “Memang,” sahut Noa santai. Kembali mengambil buku yang lagi-lagi sulit untuk diselesaikan. “Aku butuh waktu untuk berpikir.” “Berpikir?” “NOA?” Noa dan Shaga menoleh bersamaan karena suara Asmitha. Wanita itu berjalan mendekati Noa dengan wajah sedikit khawatir. “Ma? Ada apa?” “Kamu nggak sarapan?” tanya Asmitha. “Aku bawa jus ke sini. Memang kenapa?” “Ada yang mau Mama tanyakan,” ucapnya. Lalu pandangan mata wanita itu tertuju kepada Shaga. “Kamu sendiri nggak sarapan dulu?” Shaga mengulas senyum canggung. “Nanti Tante, setelah berenang. Sebelum pergi ke sanggar.” Asmitha mengangguk pelan, kemudian kembali fokus kepada putrinya. “Noa, Mama dapat kabar dari Mas Ridwan kalau kamu batalin pemotretan hari ini karena sakit. Dan Mama konfirmasi ke Anjani, kamu batalin semua jadwal hari ini. Memangnya kamu sakit apa? Kenapa Mama nggak tahu padahal serumah sama kamu?” Dicecar pertanyaan oleh sang ibu, membuat Noa menghela napas pelan. “Aku memang lagi nggak enak badan, Ma. Jadi aku minta Anjani batalin dan atur ulang lagi nanti karena aku mau istirahat.” “Kamu sakit apa? Jawab dong!” “Aku Cuma capek.” “Kalau kamu capek, terus kenapa masih mau pergi liburan? Ke luar negeri yang justru bikin kamu makin capek. Apalagi nggak ada izin dulu ke Mama.” Kening Noa langsung mengkerut mendengar ucapan penuh penekanan dari Asmitha. Lantas Noa beranjak dari tempatnya duduk. “Liburan? Ke luar negeri? Maksud Mama apa?” Asmitha menghela napas panjang. Kedua tangannya terlipat di depan d**a. “Kamu sama Keano. Barusan dia telpon, katanya mau ajak kamu liburan ke Hongkong. Ya Mama kaget dong karena kamu nggak ada bilang sama Mama. Tapi dia bilang semua sudah diatur, jadi Mama nggak perlu khawatir.” Seketika Noa tersenyum kaget karena tidak percaya sama apa yang Kaeno lakukan. “Enggak, aku nggak pernah ada rencana pergi liburan sama dia. Yang ada, aku mau hubungan kami selesai.” “Maksud kamu apa, Noa?” tanya Asmitha terkejut sekaligus bingung. “Aku mau putus dengan Keano. Makusdnya, hubungan kami berdua harus selesai, aku nggak mau berurusan lagi dengan dia kecuali soal pekerjaan,” ucap Noa tegas. “Dan rencana liburan itu, pasti Cuma untuk menutupi kesalahannya,” sambungnya. “Apa?” Asmitha mendelik. Lalu pandangan matanya menangkap keberadaan Shaga yang masih berada di tempat semula. Ia benar-benar lupa akan keberadaan keponakan dari suaminya itu. Asmitha berdeham demi bisa kembali tenang. “Jangan main-main, Noa. Kamu nggak bisa mengambil keputusan sepihak. Kamu tahu konsekuensinya!” “Aku tahu dan aku akan bertanggung jawab. Tolong akhiri kontraknya, Ma. Aku akan baik-baik saja walaupun tanpa Keano. Justru dia yang akan mendapat akibatnya karena main-main denganku.” “Main-main?” Noa mengangguk dengan tegas dan menatap mata Asmitha. “Keano selingkuh dengan Recca. Mereka tidur bareng di apartemen. Mama bisa tanya Shaga, dia lihat semuanya tadi malam.” Shaga yang sejak tadi diam dan berusaha untuk tidak ikut campur, merasa kaget saat Noa menyebut namanya. Sepasang mata dari Asmitha mengarah kepadanya, seakan menuntut penjelasan. “Benar, Tante. Mereka memang tidur bersama.” Asmita memejamkan mata sejenak, lalu membuang napas kasar. Setelah itu, memegan kedua pundak putrinya. “Lupakan semuanya, Noa. Kamu nggak bisa putus dari Keano. Akan muncul masalah besar kalau publik tahu kalau kalian pisah.” Noa melepaskan kedua tangan Asmitha dari pundaknya. “Enggak, Ma. Aku nggak mau Keano bersikap seenaknya. Aku nggak mau nerusin hubungan pura-pura ini.” “Justru karena hubungan kalian Cuma pura-pura dan sebatas kontrak, kamu nggak perlu mendramatisir hubungan Keano dengan Recca.” “Ma!” Noa meninggikan nada bicaranya. Raut wajahnya nampak tidak percaya dengan apa yang Asmitha katakan. Ia pikir, ibunya akan marah atas sikap Keano. Sayang, justru Asmitha tidak peduli akan perasaannya. “Mama lupa kalau di kontrak tertulis aku dan Keano nggak boleh menjalin hubungan sama orang lain. Sudah jelas dia melanggar isi kontraknya.” “Mama tahu tapi kontrak film kalian belum selesai. Bayangkan kekacauan yang timbul dari keputusan egois kamu, Noa. Karir kamu lagi bagus-bagusnya, ditambah publik sangat senang kalau kamu pacaran dengan Keano, jadi ayolah, jangan bod0h!” Kedua mata Noa terlihat berkaca-kaca dengan napas yang nampak berat. Kedua tangannya bahkan mengepal dengan tubuh sedikit bergetar. “Mama bilang aku egois? Bod0h?” tanya Noa penuh penekanan. “Apa Mama nggak punya hati sampai ngorbanin harga diriku di hadapan Keano?” “Ini demi kamu!” balas Asmitha. Noa menggelengkan kepalanya. “Enggak, ini bukan demi aku tapi demi Mama. Maaf Ma, kali ini aku nyerah. Aku tetap akan putus dengan Keano dan mengurus semuanya. Kontrak pacaran pura-pura ini harus berakhir, karena aku masih tetap bisa berdiri sebagai Noara Laurance walapun tanpa laki-laki b******k seperti Keano,” ucap Noa tegas lalu pergi dari hadapan ibunya. “Noara! Joy! Kamu mau ke mana? Mama belum selesai ngomong!” Teriakan Asmitha tidak dipedulikan oleh Noa. Gadis itu pergi dengan perasaan kacau. Susah payah mengambil keputusan yang cukup sulit, berpikir akan mendapatkan dukungan dari Asmitha. Nyatanya sang ibu tidak mengerti perasaannya dan justru terus menjerumuskannya. “Sejak awal aku nggak pernah setuju sama rencana Mama. Membohongi penggemarku demi kesuksesan karir yang bisa aku dapatkan tanpa pura-pura pacaran dengan Keano,” gumam Noa kesal sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh. Sementara itu, Asmitha mengerang kesal karena diabaikan oleh Noa. Suara riak air menyadarkannya akan keberadaan Shaga di sana. Wanita itu menoleh dan mendapat tatapan heran dari Shaga. Hal ini semakin membuat Asmitha pusing. “Kamu dengar semuanya?” tanya Asmitha kepada Shaga. Shaga mengangguk. “Iya Tante.” Asmitha menghela napas panjang. “Anggap saja kamu nggak dengar apa-apa. Tolong jangan sebar apa pun yang kamu tahu, Shaga. Jangan ikut campur urusan Tante dan Noa. Kamu ngerti kan maksud Tante?” “Iya, aku ngerti kok.” Tidak lama, Asmitha pergi dari area kolam renang. Meninggalkan Shaga dengan peringatan yang cukup tegas. Menambah kebingungan di diri laki-laki itu atas perdebatan antara anak dan ibu. Shaga membenamkan tubuhnya di dalam air untuk beberapa saat, setelahnya kembali muncul di permukaan. “Jadi Noa dan Keano hanya pacar settingan? Selama ini mereka Cuma pura-pura?” Membayangkan itu semua, Shaga hanya tersenyum hambar. Tidak percaya jika apa yang dijalani Noa, hanya sebuah kebohongan demi popularitas di dunia hiburan. Namun sekilas ia ingat tentang keputusan yang Noa ambil. Muncul perasaan iba terhadap gadis itu yang mungkin memendam kepedihan mendalam. “Dia pasti mengalami kesulitan karena keegoisan Tante Asmitha. Noa sendirian, tanpa ada dukungan,” gumam Shaga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN