Bab 44

1836 Kata
Revan mengeluarkan ponselnya dan berselancar di media sosial karena dia merasa bosan mendengarkan sepupunya yang terus bertengkar karena masih bingung dalam memilih warna pakaian yang akan mereka gunakan saat pernikahan Nessa. Sebenarnya Revan sama sekali tidak ingin terlibat dalam hal menyebalkan ini. Revan akan menggunakan pakaian apapun yang telah dipilih oleh sepupunya. “Revan, gue mau ngomong sama lo” Kata Sania secara tiba-tiba. Kalimat yang dikatakan oleh Sania tentu saja membuat semu sepupunya jadi terdiam. Mereka pasti merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi antara Sania dan Revan. Ya, sejak dulu semua orang memang sangat tertarik dengan kisah Revan dan Sania. Sayangnya, kisah mereka sudah selesai jauh sebelum dimulai. Ah, Revan sama sekali tidak ingin membuat masalah kali ini. Apalagi di rumahnya sedang ada Kalila. Ketika ada di depan Kalila, Revan secara tidak sadar selalu berusaha untuk menjaga perasaan Kalila. Entahlah, sepertinya ini adalah insting yang dimiliki manusia ketika sedang menyukai lawan jenisnya. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Revan mengenal Sania dengan baik, dia tidak akan terima jika Revan tidak mengikuti permintaannya. Revan menatap ke sekeliling sepupunya yang tampak berusaha untuk menyibukkan diri mereka masing-masing. Ya, padahal Revan tahu dengan jelas jika mereka merasa penasaran saat ini. “Ada apa, San?” Tanya Revan sesantai mungkin. “Bisa nggak kita ke taman belakang aja? Gue butuh privasi” Kata Sania dengan tegas. Revan mengernyitkan dahinya. Astaga, kenapa harus seperti itu? Revan tahu jika tidak pantas bila mereka berbicara di depan semua orang, tapi saat ini Revan sedang menunggu Kalila turun dari lantai atas. Revan tidak ingin membuat Kalila merasa tidak nyaman jika dia turun dan tidak menemukan Revan di sini. Apalagi jika Kalila tahu jika Revan sedang melakukan pembicaraan pribadi dengan Sania. Entahlah, Revan tidak ingin Kalila merasa tidak nyaman. “Gue nungguin Kalila sekarang. Kasihan kalo nanti dia nyari gue” Kata Revan sambil tersenyum. Terlihat dengan jelas jika sekarang Sania kesal dengan jawaban yang diberikan oleh Revan. Sejak dulu Sania tidak bisa menerima sebuah penolakan. “Nggak akan lama kok. Gue cuma mau bicara bentar aja” Kata Sania. Revan menatap ke arah lantai atas. Kenapa Kalila tidak segera turun? Jika di sini ada Kalila, maka Revan bisa menggunakan perempuan itu sebagai alasan. Entah Revan mengatakan jika dia ingin mengantar Kalila pulang atau sebagainya. “Ngomong di sini ada, San. Nggak pa-pa kok” Kata Revan sambil tetap tersenyum. Revan selalu berusaha untuk bersikap ramah pada Sania karena sesungguhnya Revan memang sangat menyayangi Sania. Iya, Sania sudah Revan anggap seperti adiknya sendiri. Mana mungkin seorang kakak menghilangkan kasih sayangnya kepada adiknya? “Van, nggak akan lama kok. Emang Kalila bakal marah kalo gue ngajak sepupu gue ngobrol? Dia orang baru, kok lo nggak mentingin gue, sih?” Tanya Sania. Revan mengusap wajahnya dengan pelan. Benar, Sania memang tidak pernah bisa menerima penolakan dari siapapun. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Baiklah, semoga saja Kalila masih lama, Revan akan mengirimkan pesan singkat kepada kakaknya agar Nessa menahan Kalila lebih lama lagi. Ya, semoga saja kali ini kakaknya bisa diajak bekerja sama. “Ada apa, San?” Tanya Revan setelah mereka berdua sampai di halaman belakang rumah Revan. Revan menatap Sania dengan santai karena sebenarnya Revan sudah tahu apa saja yang akan Sania katakan. Entahlah, sekarang Revan jadi merasa sangat terganggu dengan keberadaan Sania. Dulu mereka memang sedekat nadi, tapi sekarang ada jarak yang luas diantara keduanya. Memang tidak sejauh bumi dan matahari, tapi Revan tetap berusaha untuk menjaga jarak dari Sania. Rasanya tidak pantas jika mereka kembali dekat seperti dulu setelah semua hal yang terjadi. “Kenapa lo biarin Kalila masuk ke keluarga kita, sih? Baju yang mau kita rancang itu khusus sepupu dan saudara aja, kenapa Kalila malah masuk?” Tanya Sania. Revan tertawa pelan. Apa-apaan Sania ini? Kenapa dia berani mengatakan semua itu kepada Revan? Jujur saja ini adalah pernikahan kakaknya Revan, di sini Revan yang memiliki hak untuk memilih siapa saja yang akan menggunakan pakaian keluarga. Lagipula, ini hanya pakaian, kenapa Sania mengurus hal yang sangat tidak penting seperti ini? “San? Lo ngomong apa, sih? Tolong San, jangan bikin gue emosi” Kata Revan dengan santai. “Gue nggak pengen lo emosi, Van. Gue ngomong hal yang seharusnya kita bicarain dari kemaren. Lo berubah.. Gue nggak kenal sama lo yang sekarang” Kata Sania. Revan mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang sedang Sania katakan? Astaga, Sania memang sangat menyebalkan. Revan selalu berusaha sadar dalam menghadapi perempuan itu, Revan sama sekali tidak ingin melukai hati Sania dengan kalimat kasar yang mungkin saja akan Revan kataka secara tidak sengaja karena dia emosi. Iya, Sania masih menjadi keluarganya, Revan tidak akan melupakan hal itu. Revan sama sekali tidak ingin memulai keributan tapi tampaknya Sania memang sulit untuk diatur. Memangnya apa yang salah dengan Revan? Sania yang mengubah segalanya, kenapa dia malah menyalahkan Revan untuk sebuah hal yang sama sekali tidak Revan lakukan. Hubungan mereka, sifat Revan kepada Sania, cara pandang Revan kepada Sania, semua itu sudah berubah dan Sania adalah penyebab utama dalam perubahan itu. Sania sudah lama menyadari jika dia membuat kesalahan besar, tapi dia sering kali berpura-pura menjadi korban. Selama Sania ada di Belanda, Revan pikir Sania sudah berubah, tapi ternyata tidak. Sania tetap menjadi pribadi yang sama. “Iya, San. Gue emang berubah, semua orang berubah, jadi apa masalah lo? Ini semua bukan urusan lo. Gue lihat sendiri gimana sifat lo sama Kalila, tolong jangan lo ulang lagi. Gue nggak suka kalo ada orang yang sinis sama Kalila. Dia itu baik banget, San” Kata Revan dengan pelan. Revan memang tidak bisa membuat semua orang menyukai Kalila karena mungkin setiap orang memiliki pandangan yang berbeda. Tapi Kalila adalah perempuan yang sangat baik, kenapa ada yang tega bersikap sini kepadanya? Kalila bukan perempuan menyebalkan seperti Kyra sehingga dia pantas untuk mendapatkan perlakuan buruk. Oh astaga, kenapa Revan malah mengingat tentang Kyra? “Revan! Lo kok malah bela Kalila, sih? Gue ngajak lo bicara biar lo tahu kalo gue nggak suka sama Kalila!” Kata Sania. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. “San, lo apaan sih? Nggak jelas banget, sumpah!” Kata Revan dengan kesal. “Gue balik buat lo, Van..” Kata Sania. Revan mengernyitkan dahinya. Kenapa Sania mengatakan hal itu? Apa maksudnya? Sania dan Revan sudah sangat lama berakhir. Sekalipun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa menyembuhkan sakit hatinya, Revan akhirnya bisa bangkit. Revan melewati semua hal yang tidak menyenangkan karena kesalahan yang Sania lakukan, lalu sekarang Sania dengan santai datang kembali dan mengatakan pada Revan jika dia ingin mengulang kisah mereka? Mengulang? Ah, Revan juga sudah tahu bagaimana akhirnya. Sampai kapanpun Revan tidak akan pernah mau mengulang kesalahan yang sama. Lagipula mereka berdua sudah memiliki jalan masing-masing. Saat ini Revan memang masih sendiri, tapi Revan sudah memiliki niat untuk melanjutkan hidupnya dengan cara yang lain. Revan bahkan mulai mendekati Kalila dalam artian yang lebih dari sekedar pertemanan. Iya, Revan sedang berusaha memulai hubungan yang baru setelah kekecewaan yang dia terima bertahun-tahun yang lalu. Revan tidak ingin merendahkan Sania. Sungguh, Revan masih memiliki rasa sayang kepada Sania karena Sania adalah saudaranya, tapi untuk menjalin hubungan asmara, Revan tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi. Manusia memang pantas untuk mendapatkan kesempatan kedua, tapi bagaimana jika Revan tidak ingin mengulang kisah lamanya dan memilih untuk membangun cerita yang baru? Bukankah Revan memiliki hak untuk memilih? “Gue sama sekali nggak berminat, San. Gue udah mulai hidup gue yang baru, gue harap lo mengerti akan hal itu” Kata Revan dengan pelan. “Kenapa? Karena gue bekas orang?” Tanya Sania. Apa lagi ini? Kenapa Sania tetap tidak mau mengerti? Revan sudah berusaha keras untuk menjelaskan semuanya kepada Sania, tapi Sania tetap tidak mau mengerti. “Itu bukan hal yang penting sebenernya, tapi karena lo bahas hal itu.. maka, oke! Gue bukan nggak mau karena lo bekas orang lain, gue nggak mau balik sama seseorang yang gagal gue jaga. Lo sendiri yang nggak mau gue jaga, San.. jadi sekarang lo bebas. Tolong selama ini gue terima banyak ejekan dan cacian, bahkan lo sendiri kadang mojokin gue. Please, semuanya udah selesai, jangan berharap untuk balik ke sana” Kata Revan. Revan menjelaskan segala hal yang selama beberapa tahun ini hanya dia simpan sendiri. Ya, saat kejadian itu Sania memang masih terlalu muda untuk mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saat itu Revan hanya diam saja ketika semua orang mulai mencaci dirinya dan menganggap Revan sebagai orang yang telah membuat Sania hampir mati. Mereka tidak tahu saja apa yang sebenarnya terjadi. “Revan..” “Tolong, tinggalin gue. Jangan kayak gini, San. Coba lo cari dunia lo sendiri” Kata Revan dengan pelan. Sania mendekatkan dirinya lalu memeluk Revan dengan erat. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan, jujur saja Revan sama sekali tidak menyukai hal ini. Revan tidak ingin ada orang yang akan salah paham ketika melihat dirinya dengan Sania apalagi orang itu tahu bagaimana masa lalu Sania dan Revan. Iya, banyak hal yang bisa menimbulkan salah paham, Revan tidak ingin hal itu sampai menimpa dirinya. Tapi tentu saja Revan tidak juga tidak bisa melarang Sania untuk memeluknya. Sania bahkan sedang menangis sekarang. Revan sampai merasa bersalah. Apakah perkataan Revan membuat Sania merasa terluka? Dengan semua keadaan buruk yang harus Sania lewati seorang diri, Revan selalu merasa kasihan dengan Sania. Dia benar-benar sendirian selama ini. Jadi, ketika mendengar suara tangis Sania, Revan hanya bisa diam lalu memilih untuk membalas pelukan Sania. Ya, Revan tetap merasa tidak tega dengan Sania. Mereka pernah sangat dekat di masa lalu, hanya karena Sania melakukan satu kesalahan, Revan tidak ingin mengasingkan Sania. Mereka akan tetap menjadi saudara. Selama Sania tidak mengganggu kehidupan Revan di masa depan, Revan akan tetap berusaha untuk dekat dengan Sania. “Revan, aku— oh, maafkan aku!” Revan mengangkat kepalanya dan menatap Kalila yang sedang berdiri mematung di depannya. Hanya dalam hitungan detik Kalila langsung membalikkan tubuhnya dan berlari menjauhi taman belakang. Revan langsung melepaskan pelukannya dari Sania dan mencoba untuk mengejar Kalila. Revan bahkan menghiraukan panggilan Sania. Entahlah, sekarang pikiran Revan hanya dipenuhi dengan Kalila saja. “La! Tolong dengarkan aku dulu!” Kata Revan ketika dia sampai di ruang tamu dimana semua sepupunya berkumpul. Kalila tampak membereskan tas miliknya tanpa mendengarkan Revan. “Maafkan aku, aku akan pulang sekarang. Sampai jumpa semuanya..” Kata Kalila sambil tersenyum. Kalila bahkan menghiraukan Revan, dia hanya berpamitan dengan saudara-saudara Revan yang tampak kebingungan dengan apa yang terjadi. Ya ampun, kenapa malah jadi kacau begini? “Ada apa, Kalila? Kenapa buru-buru?” Tanya Nessa yang tampaknya juga kebingungan dengan apa yang terjadi. “Maafkan aku, Kak.. aku harus pulang sekarang..” Kata Kalila sambil tetap tersenyum. Sial! Revan terus berjalan di samping Kalila sambil mencoba untuk menjelaskan pada Kalila. Situasi ini sungguh tidak menyenangkan. “Revan, apakah kamu akan mengantarku pulang?” Tanya Kalila sambil tetap tersenyum. Sekalipun Kalila tersenyum, perempuan itu tidak bisa menghilangkan kesedihan yang tergambar dengan jelas di matanya. “Bukankah kamu tadi mengatakan jika kamu akan mengantarkan aku pulang? Aku tidak tahu jalan pulang ke rumahku” Kata Kalila. Revan menghembuskan napasnya. Baiklah, Revan bisa menjelaskan semua ini ketika mereka ada di mobil.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN