Bab 62

2129 Kata
Raka menatap Aira yang baru saja tiba di tempat ini. Sudah Raka duga jika Aira akan kembali datang ke sini dan berlaku seakan semuanya baik-baik saja. Mereka akan terus kembali di dalam lingkaran yang sama, Raka tahu akan hal itu karena mereka sudah sangat sering menjalani hal seperti ini. “Apakah kamu sudah makan, Aira?” Tanya Raka dengan pelan. Seperti biasanya, seakan tidak ingin melakukan perubahan apapun, Aira juga kembali datang lalu duduk dan mulai sibuk dengan ponselnya. Kenapa mereka selalu terjebak di dalam masalah seperti ini? Raka tidak sanggup jika dia harus melihat Aira sibuk dengan dunianya sendiri sementara di sini Raka sedang sangat membutuhkan dukungan darinya. Selama ini Raka mencoba untuk mengerti dengan kesibukan Aira sebagai seorang model yang namanya mulai naik, tapi jika terus seperti ini, apa yang akan terjadi dengan hubungan mereka. “Aku baru saja makan bersama dengan Arnando. Dia rekanku di pemotretan tadi pagi..” Kata Aira dengan santai. Begitulah pekerjaan Aira. Raka mengerti jika Aira memiliki banyak sekali teman laki-laki, dulu Raka merasa biasa saja dengan mereka semua, tapi sekarang Raka mulai merasa tidak nyaman. Dulu Raka bisa mengikuti kemanapun Aira pergi, tapi sekarang Raka sama sekali tidak bisa melakukan apapun. Raka bukan merasa curiga jika Aira berselingkuh darinya, tapi Raka hanya khawatir saja. Raka hanya bisa duduk di rumah sakit tanpa tahu apa saja yang Aira lakukan. Bagaimana jika akhirnya Aira meninggalkan Raka untuk orang lain? Untuk orang yang bisa selalu ada di saat Aira membutuhkannya, bukan seperti Raka yang sama sekali tidak bisa melakukan apapun untuk kekasihnya. Ya, jangankan kekasihnya, menjaga dirinya sendiri saja Raka tidak bisa. Raka hampir mengakhiri hidupnya hanya karena masalah dengan orang tuanya, lalu Raka juga sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya ketika dia bertengkar dengan Aira. “Minggu depan aku akan melakukan pemotretan ke luar kota. Aku tidak akan meminta izin darimu, aku hanya mengatakan jika aku akan ke luar kota bersama dengan Arnando dan juga beberapa orang lainnya” Kata Aira dengan santai. Raka menghembuskan napasnya dengan pelan. Siapa Arnando? Kenapa Aira terdengar sanagt akrab dengan pria itu? Apakah mereka dekat? “Apa hubunganmu dengan Arnando?” Tanya Raka. Aira mengangkat pandangannya dari ponsel yang ada di tangannya lalu menatap Raka dengan kernyitan di dahinya. “Dia rekan kerjaku, apakah kamu tidak tahu?” Tanya Aira balik. Raka tidak pernah menuduh Aira berselingkuh, tapi Raka hanya merasa khawatir saja. Aira bekerja sendiri tanpa pernah Raka temani. Sebagai seorang kekasih, Raka sama sekali tidak bisa melakukan apapun karena dia sedang tidak berdaya di rumah sakit. Tentu saja Raka sering merasa khawatir. Hubungan Raka dan Aira sangat buruk. Biasa saja Aira merasa bosan dengan semua ini dan memilih untuk mengakhiri segalanya karena dia menemukan orang yang lebiih baik dari Raka. Ya, Raka hanya tidak siap dengan semua kemungkinan buruk itu. Raka sama sekali tidak siap. Bagaimana bisa hidup jika tanpa Aira? “Bisakah kamu tidak terlalu dekat dengannya?” Tanya Raka dengan pelan. Aira menatap Raka dengan pandangan tidak suka. Apa yang salah? Raka hanya merasa tidak nyaman karena kekasihnya dekat dengan orang lain yang tidak Raka kenali. Jika Raka tidak berada di rumah sakit, setidaknya Raka bisa melihat sendiri bagaimana lingkungan kerja Aira sehingga Raka bisa merasa jauh lebih tenang. Entahlah, sekarang hubungan mereka jadi terasa hambar. Raka merasa kehilangan kepercayaannya kepada Aira sehingga Raka jadi sangat sering merasa curiga dengan kekasihnya tersebut. “Raka, dia temanku. Aku tidak mungkin menjauhi temanku. Sudahlah, jangan ikut campur dengan hidupku, kamu hanya kekasihku. Lagipula kamu juga tidak pernah ada di sampingku..” Kata Aira. Raka mengusap wajahnya dengan pelan. Bagaimana caranya memberi tahu Aira jika Raka juga sedang berusaha untuk sembuh agar semuanya jadi membaik. Raka ingin kembali seperti dulu, Raka juga tidak suka jika dia memiliki penyakit mental seperti sekarang. Ya, Raka memang membutuhkan sedikit waktu agar dia bisa kembali sembuh. Kata dokter Harmono, Raka akan bisa kembali pulang setelah Raka mampu mengendalikan emosinya ketika dia sedang marah. Raka sering berpikir untuk mengakhiri hidupnya seperti apa yang dikatakan oleh orang lain kepadanya. Nanti jika rasa ingin bunuh diri itu telah hilang, Raka akan diizinkan pulang. Raka benar-benar tidak sabar menunggu saat itu untuk tiba. “Aku sedang dalam tahap pemulihan Aira. Saat aku sembuh kita akan kembali seperti dulu lagi..” Kata Raka dengan pelan. “Raka, aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Yang penting saat ini aku sedang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatku. Kamu tahu bagaimana keadaan keluargaku, mereka sama sekali tidak berguna. Aku memiliki dirimu, tapi kamu sama saja dengan keluargaku. Aku hanya punya teman-temanku sekarang” Kata Aira. Raka sama sekali tidak menyangka jika jarak di antara mereka sudah sejauh ini. Lewat kalimat yang dikatakan oleh Aira, Raka tahu jika Aira menganggapnya tidak berguna. Apakah Raka memang tidak berguna? Apa yang harus Raka lakukan agar pemikiran Aira berubah? Raka memang tidak bisa memberikan apapun kepada Aira saat ini, Raka sendiri membutuhkan dukungan untuk kesembuhannya, tapi nanti ketika Raka telah sembuh, Raka akan memberikan segala hal yang dia miliki untuk membuat Aira bahagia. Mereka berdua saling membutuhkan, tapi semuanya mulai terasa pudar. “Apakah aku memang tidak berguna?” Tanya Raka dengan pelan. “Raka, jangan memulai semua ini lagi. Aku akan mengatakan hal yang kasar ketika aku marah. Kamu tidak bisa mengerti arti kalimatku sehingga nanti kamu akan salah paham seperti waktu itu. Kamu akan melakukan percobaan bunuh diri lalu teman-temanmu akan menyalahkan aku lagi. Sungguh, aku sama sekali tidak tahu dengan jalan pikiranmu, Raka!” Raka menatap Aira dengan pandangan tidak percaya. Astaga, apa yang terjadi dengan Aira? Kenapa Aira bisa mengucapkan kalimat yang menyakitkan seperti itu? “Aku sangat bosan dengan semua ini, Raka. Aku tidak sanggup lagi hidup seperti ini. Kamu membuat aku hampir gila. Kita akan selalu bertengkar setiap kali bertemu. Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Aku sering kelelahan ketika bekerja, tapi aku masih berusaha meluangkan waktuku untuk datang ke sini. Aku melakukan banyak sekali pengorbanan untuk hubungan kita, bagaimana denganmu?” Tanya Aira sambil menatap Raka. Raka kehilangan setiap kata yang ingin dia katakan. Aira benar-benar berbeda. Dulu Raka tidak mengencani perempuan seperti ini, Aira yang dulu tidak pernah mengatakan kalimat yang sangat menyakitkan seperti ini. Apa yang harus Raka katakan agar Aira mengerti jika sekarang Raka juga sedang berada di dalam keadaan yang sangat tidak baik. Raka juga sedang berusaha untuk keluar dari lingkaran menyakitkan ini. Raka ingin kembali seperti dulu, baik-baik saja dan melakukan apapun yang dia inginkan. Sungguh, Raka sama sekali tidak menyangka jika perempuan yang sangat berharga di hatinya bisa mengatakan kalimat yang sangat menyakitkan seperti itu. Apakah Aira tidak melihat perjuangan Raka untuk kembali sembuh? Mereka saling membutuhkan sehingga tidak pernah sanggup untuk melepaskan. Selama ini Aira tahu apa saja yang menjadi kelemahan Raka, begitu juga sebaliknya. Mereka saling bergantung sama lain karena sudah terbiasa bersama. Raka tidak bisa melepaskan Aira sekalipun dia tahu jika sekarang Aira juga menjadi salah satu orang yang membuat hatinya semakin hancur. Raka menghembuskan napasnya dengan pelan. Apakah mereka sanggup bertahan? Apakah memang Raka harus mengakhiri segalanya? “Katakan padaku, Aira.. apakah kamu ingin kita berakhir?” Tanya Raka dengan suara yang nyaris hilang. Raka tidak akan sanggup kehilangan Aira, tapi mempertahankan Aira juga hal yang sia-sia. Raka akan semakin terluka, begitu juga dengan Aira. Hubungan mereka terlalu rumit. Hubungan tidak sehat yang terus dipaksa untuk bertahan karena Raka dan Aira tidak sanggup saling melepaskan. Raka memang akan hancur ketika melihat Aira pergi, tapi Raka juga akan tetap hancur jika dia memaksa Aira tinggal di sisinya. Cinta ternyata tidak cukup kuat untuk membuat Aira tetap bertahan. Ah, lagipula Raka juga mulai tidak yakin dengan cinta yang dia miliki. Apakah mereka memang masih saling mencintai atau hanya takut saling kehilangan? “Raka.. apa yang kamu katakan?” Tanya Aira dengan tatapan terluka. Benar, mereka memang pasangan yang sangat serasi. Baik Raka maupun Aira sama-sama saling menyakiti tapi juga tidak bisa hidup sendiri. Raka menghembuskan napasnya sekali lagi. Mungkin kali ini Raka memang terlalu berlebihan. Mereka hanya akan bertengkar jika sedang bertemu, mungkin mereka memang membutuhkan waktu untuk saling sendiri. “Aku takut jika kamu tidak bahagia dengan semua ini, Aira. Hubungan kita tidak berjalan dengan benar..” Kata Raka dengan pelan. Raka melihat jika air mata Aira mulai mengalir. Raka tidak sanggup melakukan ini. Aira tidak boleh menangis di depannya. “Aira, jangan menangis..” Kata Raka sambil memeluk Aira. Mereka adalah dua orang yang saling kehilangan lalu dipertemukan untuk saling memiliki. Raka tidak pernah tahu jika akhirnya mereka akan saling melukai seperti ini. “Apa yang kamu katakan, Raka? Kamu ingin berpisah dariku? Apakah itu yang kamu inginkan?” Tanya Aira. Raka tidak memiliki jawaban yang bisa dia berikan kepada Aira. Entahlah, hati Raka terasa hambar. Dia hanya takut kehilangan sosok yang selama ini berada di sampingnya. Sudah lama Raka mencoba bertahan dengan hubungannya yang tidak sehat ini. Tapi sampai kapan? Sampai kapan mereka terus berusaha membohongi perasaan masing-masing? Apakah Aira bahagia dengan keadaan ini? Tentu saja tidak. Mereka berdua sama sekali tidak bahagia. Aira membutuhkan seorang kekasih yang bisa menemani dirinya, tapi Raka sama sekali tidak bisa menjadi kekasih seperti yang Aira butuhkan. Sementara itu Raka juga membutuhkan sosok kekasih yang bisa memberikan dukungan atas apa yang dia alami. Aira sering kali marah ketika dia melihat keadaan Raka. Iya, Aira hanya akan marah tanpa mau tahu bagaimana keadaan hati Raka yang semakin hancur saja. Aira sering kali mengatakan berbagai kalimat menyakitkan yang pada akhirnya hanya membuat Raka jadi semakin tidak baik. Aira sangat sibuk sehingga dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk mengerti bagaimana keadaan Raka. Saat mereka bertemu seperti ini, Aira akan tetap sibuk dengan ponselnya tanpa mau berbicara dengan Raka. Hubungan apa yang sebenarnya sedang mereka jalani? “Kamu akan meninggalkanku setelah apa yang kita lalui?” Tanya Aira sekali lagi. Raka tidak mengatakan apapun. Sungguh, Raka rindu memeluk Aira seperti ini. Raka rindu pembicaraan mereka berdua, bukan hanya pertengkaran yang akan selalu terjadi setiap kali mereka bertemu. Sampai kapan semua ini bisa bertahan? Raka tidak tahu apa yang harus dia lakukan jika hidup tanpa Aira. “Aku mengorbankan segalanya, Raka. Jangan lupa pada hal itu. Aku melakukan banyak hal untukmu. Tidak sedikit pria yang mendekatiku dan aku tetap memilihmu.. lalu kamu akan meninggalkanku?” Tanya Aira. Raka meggelengkan kepalanya dengan pelan. Raka tidak sanggup kehilangan Aira, harus berapa kali Raka mengatakan itu? “Jangan meninggalkan aku, Aira..” Kata Raka dengan pelan. “Kamu pikir selama ini aku tidak berjuang? Aku berusaha keras agar kita tetap baik-baik saja. Kamu pikir aku tidak sedih dengan hubungan kita yang rusak ini? Apa yang harus aku lakukan ketika setiap kali bertemu denganmu, kamu akan selalu membuat aku emosi. Apakah aku yang salah?” Tanya Aira. Raka kembali menghembuskan napasnya dengan pelan. Bukankah selama ini mereka berdua yang bersalah? Mereka terus membiarkan masalah datang dan menumpuk begitu saja tanpa pernah berusaha menyelesaikan satu demi satu. Iya, Raka dan Aira memang tidak siap untuk menghadapi masalah sehingga mereka memilih untuk menjauh satu sama lain ketika masalah datang. “Aku tidak akan membiarkan kamu lepas dariku, Raka. Itu adalah sumpahku!” Kata Aira. Entahlah, Raka merasa jika sekarang keadaan hatinya sedang tidak baik-baik saja dan Raka membutuhkan lelucon Khansa yang bisa menghibur hatinya. Apakah salah jika Raka menganggap Khansa sebagai temannya? Dengan begitu, apakah Raka sedang menghianati Aira? Lalu bagaimana dengan Aira yang bisa bepergian dengan teman-temannya tanpa sepengetahuan Raka? Tidak, selain Dipta dan Revan, Raka juga membutuhkan teman yang lain. Oh Tuhan, dimana Khansa berada? Raka ingin menemuinya dan menceritakan segalanya kepada perempuan itu. Khansa pasti akan mengatakan kalimat yang sedikit kasar tapi dengan mendengarkan suara Khansa, Raka merasa jauh lebih baik. Apakah Khansa akan datang malam ini? “Hubungan kita terlalu rumit, Aira.. tidakkah kamu tahu akan hal itu?” Tanya Raka dengan pelan. Aira melepaskan pelukan mereka. Aira tertawa lalu memukul d**a Raka dengan kepalan tangannya. “Kamu pikir aku sanggup menjalani semua ini? Kita tidak memiliki pilihan lain, Raka. Apa yang akan kamu lakukan jika hubungan kita berakhir? Kamu akan menemukan perempuan lain? Ya, dan tentu saja hubunganmu akan kembali memburuk seperti hubungan kita” Kata Aira sambil tetap tertawa. Apakah memang begitu? Apakah Raka tidak memiliki kesempatan untuk memiliki hubungan yang baik-baik saja? Yang akan memberikan dukungan kepada dirinya ketika dia sedang jatuh seperti sekarang? Apakah tidak akan ada hubungan seperti itu? “Kita harus tetap bertahan, Raka. Tidak akan ada orang yang mau menerima dirimu seperti aku menerimamu. Jangan meninggalkan aku karena kita sama-sama saling membutuhkan.” Kata Aira sekali lagi. Seperti seorang robot yang hanya akan mengikuti perintah, Raka hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan pelan. Benar, mungkin Aira memang benar. Siapa yang mau menerima manusia seperti Raka? Apakah ada yang mau menerima orang gila seperti Raka? Raka mungkin bisa menemukan beberapa orang baru, tapi Raka tidak akan pernah bisa menemukan pasangan yang baru. Raka tidak akan bisa.. tidak akan pernah bisa.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN