Bab 61

2072 Kata
Kalila tertawa pelan ketika melihat Revan dan Dipta yang menceburkan diri mereka ke dalam air begitu mereka sampai di danau. Benar, danau ini memang sangat indah. Kata Dipta danau ini tidak terlalu dalam sehingga mereka bisa berenang di tepian. Tentu saja Dipta dan Raka langsung masuk ke dalam air. Kalila menyentuh air yang ada di bawah kakinya. Di danau ini ada sebuah pohon tumbang yang berukuran raksasa sehingga Kalila bisa duduk di atasnya. Kalila bahkan menceburkan kakinya ke dalam air danau. Kalila menolehkan kepalanya dan menatap Sania yang tampak duduk di atas tikar yang sengaja mereka bawa dari rumah. Kalila sebenarnya ingin mengajak Sania untuk bergabung bersamanya, tapi Kalila tidak berani. Sepertinya Sania lebih nyaman jika berjauhan dengan Kalila. “Apakah dingin?” Tanya Kalila ketika Revan mulai berenang ke arahnya. Revan bahkan menyentuh kaki Kalila dan berhenti di depan Kalila. “Dingin, apakah kamu tidak ingin masuk ke sini? Airnya sangat jernih Kalila, jangan khawatir..” Kata Revan sambil tersenyum. Kalila menggelengkan kepalanya dengan pelan. Tidak, Kalila memang ingin melihat danau tapi Kalila sama sekali tidak ingin berenang. Ya, Kalila tidak bisa berenang. “Aku tidak bisa berenang..” Kata Kalila dengan pelan. Revan menatap Kalila dengan pandangan tidak percaya. Ya begitulah, Kalila memang tidak bisa berenang. Apakah Kalila terlihat sangat menyedihkan? Ada banyak sekali hal yang tidak bisa Kalila lakukan. Salah satunya adalah berenang. Ada sebuah kejadian di masa lalu yang membuat Kalila merasa trauma. Begitulah, Kalila memang sangat menyedihkan. “Benarkah?” Tanya Revan sambil tetap melayangkan tatapan tidak percaya. Kalila menganggukkan kepalanya. Kalila sudah merasa senang dengan melihat bagaimana bentuk danau dan bagaimana indahnya hutan. Kalila tidak akan memaksakan dirinya untuk ikut berenang bersama dengan Revan dan Dipta. “Aku pernah hampir meninggal karena tidak tenggelam. Aku tidak berani belajar berenang. Mungkin suatu saat aku akan mencoba, tapi tidak sekarang” Kata Kalila dengan pelan. “Baiklah jika begitu. Mungkin lain kali kita harus datang ke tempat dimana kamu bisa menikmati semuanya. Kita tidak mungkin ke pantai karena kamu tidak bisa berenang, menurutmu kita akan kemana lagi setelah ini?” Tanya Revan sambil tersenyum. Kalala mengendikkan bahunya. Kalila sama sekali tidak mengira jika Revan berencana untuk mengajak Kalila pergi ke tempat lain lagi. Sebenarnya Kalila sama sekali tidak masalah jika mereka datang ke pantai. Kalila bisa bermain di pinggir pantai, Kalila juga bisa bermain pasir. “Tidak masalah jika kita pergi ke pantai. Tapi, bagaimana dengan air terjun?” Tanya Kalila. Ada banyak sekali tempat yang bagi orang lain adalah hal yang biasa untuk dikunjungi tapi bagi Kalila adalah hal yang sangat istimewa. Jujur saja Kalila juga tidak pernah mendatangi air terjun. Mungkin ada yang tidak percaya dengan apa yang Kalila katakan, tapi masalahnya memang begitulah kenyataannya. Kalila memang sedikit tidak beruntung karena dia tidak pernah bisa keluar dari rumah ibunya selama belasan tahun. Iya, mungkin hampir 16 tahu Kalila terus berdiam diri di dalam rumah tanpa bisa menikmati dunia luar. Kalila bahkan tidak pernah tahu bagaimana rasanya bersekolah di sekolah publik. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Itu adalah masa lalu, Kalila tidak perlu memikirkan semua itu sekarang. “Baiklah, kita akan pergi ke air terjun setelah ini” Kata Revan sambil kembali tersenyum. Kalila menganggukkan kepalanya. Memiliki teman seperti Revan adalah hal yang sangat menyenangkan. Kalila tidak pernah mengira jika hidupnya akan berubah dengan sangat drastis setelah dia bertemu dengan Revan. Kalila berharap jika semuanya akan tetap baik-baik saja. Kalila berharap jika dia tidak akan pernah kehilangan Revan. “Apakah Sania memang tidak menyukaiku?” Tanya Kalila dengan pelan. Revan tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Kalila tidak mengerti kenapa Sania tampak sangat sinis dengannya. Apakah Kalila melakukan kesalahan kepada perempuan itu? Apakah Sania masih kesal karena Kalila duduk di jok depan saat sedang perjalanan tadi? Ah, Kalila sama sekali tidak tahu harus melakukan apa agar Sania tidak kesal kepadanya. “Kalila, kenapa memikirkan sesuatu yang tidak penting? Dia menyukaimu, jangan khawatir..” Kata Revan dengan pelan. Kalila kembali menolehkan kepalanya ke arah Sania yang tampak duduk dan sibuk memotret dirinya sendiri menggunakan ponsel. Jujur saja Kalila sadar jika dia tidak bisa memaksa Sania untuk menyukai dirinya, tapi apa salahnya jika mereka berteman? Kalila berteman dengan Revan sementara Sania adalah sepupu Revan, bukankah akan menyenangkan jika mereka bisa berteman? Sudahlah, Kalila memang terlalu berlebihan. “Baiklah. Tolong, jangan bertengkar dengannya, dia sepupumu, bukan?” Kata Kalila. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Kalila tahu jika sulit untuk Revan bersikap biasa saja dengan keberadaan Sania. Entahlah, Kalila sebenarnya tidak pernah berada di posisi Revan, tapi Kalila rasa Revan tetap akan mengingat apa yang terjadi di masa lalu mereka. Tidak mudah untuk melupakan segalanya, apalagi Revan mendapatkan luka yang begitu menyakitkan. Revan mungkin sudah memaafkan, tapi untuk kembali bersikap seperti dulu adalah hal yang sangat tidak mudah untuk dilakukan. Ya, lagipula status mereka juga sudah berubah sekarang, jadi wajar jika Revan berusaha untuk menjauhi Sania. “Kalila.. kamu tahu betapa dia sangat suka mengganggu orang lain, aku kadang merasa kesal denganya” Kata Revan sambil tersenyum. Kalila menganggukkan kepalanya. Iya Sania memang sering membuat Revan merasa kesal, tapi bukankah Sania akan tetap menjadi sepupu Revan? “Baiklah, terserah padamu saja. Yang penting jangan mengatakan kalimat kasar kepadanya, Revan..” Kata Kalila lagi. “Tidak, Kalila. Aku tidak pernah serius ketika mengatakan semua itu. Dia adalah orang yang dekat denganku di masa lalu, kurasa aku tidak akan pernah melupakan fakta itu..” Kalila menatap Revan lalu menganggukkan kepalanya. Ternyata benar, masa lalu memang sangat berpengaruh dengan keadaan saat ini. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Jika Revan saja berhasil berdamai dengan masa lalunya, apakah Kalila tidak bisa melakukan hal yang sama? *** “Astaga, gue nggak bisa jalan! Kaki gue sakit!” Teriak Sania dengan suara yang keras. Sudah hampir 15 menit mereka semua berhenti berjalan karena Sania terkena musibah. Kaki Sania tersandung ranting dan dia terjatuh. Kalila melihat Sania yang menahan rasa sakit tapi sama sekali tidak ada yang bisa dilakukan oleh mereka semua. Sania melarang semua orang menyentuh kakinya karena dia mengatakan jika kakinya sangat sakit. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Jika mereka tidak segera pulang, hutan ini akan segera gelap. Sejak tadi Kalila sudah mengatakan kepada Revan agar Sania digendong saja supaya mereka bisa segera sampai di mobil dan membawa Sania ke rumah sakit. Kalila khawatir jika ada sesuatu yang berbahaya. “Lebih baik Sania segera digendong saja, Revan..” Kata Kalila sekali lagi. Kalila meringis ketika melihat Sania terus menangis kesakitan. Apa yang bisa mereka katakan? “Dia nggak luka, La. Kakinya nggak pa-pa. Tadi gue yang nangkep dia biar dia nggak jatuh..” Kata Dipta dengan pelan. Kalila kembali menarik napasnya. Melihat Sania yang tampak tersiksa seperti itu membuat Kalila merasa kasihan. Dia pasti menahan rasa sakit, kenapa Dipta dan Revan sama sekali tidak mempercayai Sania? Iya, Sania memang sering kali membuat mereka semua merasa kesal, tapi kali ini Sania benar-benar sedang terluka. “Lalu harus bagaimana? Dia sendiri yang mengatakan jika dia tidak bisa berjalan. Tolong, gendong dia, Revan..” Kata Kalila sambil menggenggam tangan Revan dengan pelan. Kalila sama sekali tidak mengira jika Revan bisa sangat keras kepala.Revan hanya duduk diam di samping Sania tanpa mau melakukan apapun. Sebenarnya Kalila juga melihat bagaimana Sania terjatuh. Sania tersandung lalu Dipta menyelamatkannya. Sania tidak benar-benar terjatuh. Saat kejadian itu Sania dan Dipta yang berjalan di depan. Mereka berdua sedang bertengkar seperti biasanya sehingga Sania tidak memperhatikan langkahnya. Sekarang apa yang harus mereka lakukan? Sania tidak mungkin dibiarkan di sini sendirian. “Oke, ayo gue gendong. Gue yang bikin lo jatuh..” Kata Dipta sambil menundukkan tubuhnya di depan Kalila. Kalila tersenyum ketika melihat Dipta akhirnya menawarkan bantuannya. Setidaknya sekarang mereka bisa segera membawa Sania ke rumah sakit untuk memeriksa bagaimana keadaan kaki Sania. Kalila sangat takut jika terjadi cidera yang serius. Ya, sekalipun menurut Revan dan Dipta, Sania sama sekali tidak terluka. Sudahlah, mereka tidak tahu apa yang dirasakan oleh Sania. “Gue mau digendong sama Revan..” Kata Sania. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Sania memang ingin mendapatkan masalah. “Ayo, La. Kita pulang. Ayo ta, jangan nunggu Sania!” Kata Revan sambil bangkit berdiri lalu menarik tangan Kalila dengan pelan. Kalila mencoba menghentikan Revan, tapi kekuatan Kalila sama sekali tidak sebanding dengan Revan. “Jangan tinggalin gue, Van!” Kata Sania sambil kembali menangis. Kalila menarik tangan Revan dengan kuat sehingga akhirnya Revan menolehkan kepalanya. Apa yang harus Kalila lakukan sekarang? Mereka akan terjebak di hutan ini juga Sania tidak segera ditangani. “Gue duluan ya, Van. Males banget gue sama sepupu lo” Kata Dipta sambil melangkahkan kakinya mendahului Revan dan Kalila. Sepertinya Dipta merasa kesal karena dia sudah menawarkan bantuan dan Sania menolak bantuan itu. Kalila tahu jika Sania hanya menginginkan Revan. Iya, hanya Revan saja. Bukankah tidak ada salahnya jika Revan kali ini mengikuti apa yang Sania inginkan? “Van.. kasihan Sania..” Kata Kalila dengan pelan. “Dia hanya sedang berpura-pura, Kalila. Kita coba tinggalkan dia, dia pasti akan langsung berlari” Kata Revan dengan santai. Astaga, mana mungkin Kalila tega meninggalkan Sania yang sedang kesusahan seperti itu? Kenapa semua orang sangat keras kepala? Apa salahnya membantu Sania sebentar? “Van, dia kesakitan..” Kata Kalila sekali agi. Revan menarik napasnya dengan pelan lalu menganggukkan kepalanya. Kalila melihat Revan berbalik lalu mau mengendong Sania yang tampak tersenyum. Entahlah, sekalipun Kalila sendiri yang meminta agar Revan menggendong Sania, tetap saja ada perasaan tidak nyaman yang mendatangi hatinya. Apalagi saat Kalila melihat Sania merapatkan tubuhnya kepada Revan. Kalila menarik napasnya dengan pelan. Tidak masalah, saat ini Sania memang sedang membutuhkan bantuan Revan. Memangnya apa yang salah? Kenapa Kalila merasa sedih seperti ini? Ya Tuhan, Kalila bahkan sampai memukul dadanya sendiri agar dia tidak merasa sesak. “Kalila? Apa yang kamu lakukan? Ayo berjalan di sampingku..” Kata Revan sambil menghentikan langkahnya ketika dia melihat Kalila berhenti jauh di belakangnya. Kalila mengerjapkan matanya lalu mengangguk dengan cepat. Kalila juga memberikan senyumannya kepada Revan dan mulai melangkah di samping Revan yang saat ini sedang menggendong Sania. Perjalanan menuju mobil jadi terasa sangat berat karena keadaan hati Kalila yang sedang sedikit kacau. Kalila terus mencoba memberikan senyum tapi ternyata sangat sulit. Entah kenapa hati Kalila terasa begitu sesak. Ada apa ini? Kenapa Kalila merasa hal seperti ini? Kalila melangkahkan kakinya lebih dulu ketika mereka sampai di mobil. Kalila membuka pintu mobil agar Sania bisa segera duduk dengan nyaman. “Gue nggak mau duduk di belakang!” Kata Sania. Kalila mematung untuk beberapa saat tapi kemudian menganggukkan kepalanya dan membuka pintu mobil yang lainnya. Baiklah, tidak masalah jika Kalila harus duduk di belakang. Bukankah tidak ada bedanya? Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan dan menatap Revan sambil tersenyum. “Jangan bikin kesel, San. Kenapa sih, lo?” Tanya Revan dengan kesal. Kalila menggelengkan kepalanya sambil menatap Revan. Sudahlah, ini hanya masalah tempat duduk saja. Apa bedanya duduk di depan dan di belakang? Mereka telah menjalani hari yang sangat menyenangkan, kenapa mereka harus berseteru lagi? “Gue mau duduk depan. Gantian dong!” Kata Sania dengan keras. Kalila memejamkan matanya selama beberapa detik. Memangnya siapa yang ingin bertengkar? Kalila sama sekali tidak peduli siapa yang akan duduk di depan. “Sudah, Revan. Jangan bertengkar seperti itu. Ayo kita pulang..” Kata Kalila dengan pelan. Akhirnya Sania duduk di kursi depan dan lalu menutup pintu itu dengan pelan. Dipta mendekati Revan dan berbicara sambil tertawa bersama. Entahlah, Kalila tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Kalila memilih untuk masuk ke dalam mobil. Beberapa detik kemudian pintu mobil dibuka dan Revan langsung duduk di samping Kalila. Kalila mengernyitkan dahinya, kenapa Revan yang duduk di sini? “Ngapain lo di sini?” Tanya Sania ketika dia melihat Dipta duduk di sampingnya. Revan tersenyum dengan geli ketika mendengar pertanyaan Sania. Astaga, Revan dan Dipta memang sangat usil. Kenapa mereka melakukan semua ini kepada Sania? Kalila menggelengkan kepalanya dengan pelan. Sepanjang perjalanan Sania akan terus mengomel karena apa yang dia inginkan tidak terjadi. Kalila tahu jika Sania ingin duduk di depan karena dia ingin bersama dengan Revan. “Tukeran dong!” Kata Dipta. Dipta mengikuti kalimat yang tadi dikatakan oleh Sania. Sekarang Revan dan Dipta malah tertawa dengan geli ketika melihat Sania mengomel dan marah-marah tidak jelas. “Bukannya Revan yang harusnya nyetir?” Tanya Sania sambil menatap Revan. “Udah, jangan neyebelin. Lo pikir gue sopir? Gantian gue sama Dipta. Capek banget habis gendong lo!” Kata Revan. Sebenarnya Kalila setuju jika Dipta dan Revan bergantian mengemudikan mobil, tapi Kalila tidak menyangka jika mereka berdua melakukan semua ini hanya untuk membuat Sania marah. Ah, sudahlah..        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN