Bab 1

1991 Kata
Revan menghembuskan napasnya dengan pelan ketika dia kembali memikirkan hal yang baru saja terjadi di depan matanya sendiri. Raka, sahabatnya sendiri, seseorang yang Revan kenal dengan sangat baik, pria itu ternyata menyimpan sebuah rahasia besar di dalam hidupnya. Revan sama sekali tidak mengerti kenapa Raka sampai mencoba membunuh dirinya sendiri. Benar, keadaan keluarga Raka memang sangat tidak nyaman. Sudah pasti ada banyak sekali hal yang membuat Raka jadi tertekan dengan keadaannya sendiri. Tapi, bunuh diri bukanlah hal yang bisa dijadikan solusi atas masalah yang mendera Raka. Benar, Revan memang tidak tahu hal apa saja yang selama ini dialami oleh sahabatnya itu. Apa yang dikatakan oleh Dipta memang benar, manusia memiliki batas mental yang berbeda. Satu orang bisa saja tetap kuat sekalipun sudah diterpa badai yang hebat, tapi orang yang lain bisa saja tumbang dan memilih untuk menyerah. Selama ini Revan tidak pernah merasakan sebuah masalah keluarga yang rumit, orang tua Revan memiliki hubungan yang harmonis sehingga Revan tidak pernah tahu apa yang dirasakan oleh Raka. Revan juga memiliki seorang Kakak yang sangat mengerti dengan dirinya, Revan tidak pernah merasa sendirian sekalipun kadang dia juga memiliki masalah yang cukup besar. Berbeda dengan Raka yang hanya seorang diri ketika menghadapi masalah besar di dalam hidupnya. Iya, Raka seharusnya mau menceritakan masalah apa yang sedang dia hadapi. Sebenarnya, baik Revan maupun Dipta, mereka berdua tidak akan pernah membiarkan Raka sendirian. Sayang sekali, Raka tidak mengerti jika hubungan persahabatan mereka saat ini sebenarnya sudah lebih dari seorang saudara. Revan mencoba menenangkan dirinya sendiri karena memang saat ini tidak ada hal yang bisa dia lakukan. Raka mungkin sudah mendapatkan penanganan di rumah sakit, dia juga pasti akan diurus oleh ayahnya Dipta setelah keadaan fisiknya membaik. Revan sudah tidak perlu khawatir lagi dengan apa yang akan terjadi pada Raka. Temannya itu akan mendapatkan banyak bantuan dari orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya. Sebenarnya Revan juga sudah tahu kalau dia sama sekali tidak perlu merasa khawatir, tapi sampai saat ini Revan masih belum bisa melupakan hal yang dia lihat dengan matanya sendiri. Beberapa jam yang lalu, andai saja Revan dan Dipta terlambat menemukan Raka, entah apa yang akan terjadi pada temannya itu. Revan mungkin tidak akan memaafkan dirinya sendiri seandainya terjadi sesuatu yang buruk dengan Raka. Keadaan di dunia ini memang semakin sulit setiap harinya. Banyak orang yang sudah merasa muak dengan keluarga mereka, tapi tetap memilih untuk tinggal karena tidak ingin disebut sebagai anak tidak tahu diri. Raka juga melakukan hal yang sama. Raka mencoba untuk tetap bertahan di tengah keadaan keluarganya yang sangat kacau. Raka menyimpan semua racun yang selama ini dia dapatkan dari orang tuanya sendiri. Ketika merasa tidak sanggup untuk menahan lagi, Raka melepaskan racun itu hingga pada akhirnya malah dirinya lagi yang terluka. Dalam masalah yang terjadi di sebuah keluarga, memang anak yang akan selalu menjadi korban utamanya. Revan merasa bersyukur karena selama ini dia sama sekali tidak pernah mendapatkan masalah keluarga yang sampai membuat kepalanya pusing. Satu-satunya masalah yang sering dia dapatkan adalah kemarahan Kakaknya karena Revan lagi-lagi mengambil barang berharga Kakaknya untuk dia pinjam. Iya, selama ini Revan hanya akan pusing dengan masalah itu-itu saja. Sangat berbeda dengan Raka yang harus kuat menanggung banyak beban di dalam hidupnya. Revan mengeluarkan ponsel yang ada di saku celananya ketika merasakan beda itu bergetar dalam waktu yang cukup lama. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan ketika dia melihat jika Dipta yang menghubungi dirinya. Iya, Revan memang melarikan diri dari rumah sakit ketika dokter mengatakan jika keadaan Raka sudah baik-baik saja sekarang. Revan ingin keluar sebentar dan menikmati hembusan angin malam yang menyejukkan kulitnya. Jujur saja Revan merasa sedikit kecewa dengan kelakuan Raka yang memilih untuk menyembunyikan lukanya sendiri. Revan sama sekali tidak menyangka kalau dia akan menemukan Raka dalam keadaan gantung diri di dalam kamarnya sendiri. Bagaimana kalau Revan dan Dipta terlambat menemukan Raka? Apakah Raka akan memilih mati dengan sia-sia setelah dia menahan semua beban yang dia rasakan selama ini? “Halo, Ta?” Revan memilih untuk mengangkat telepon dari Dipta karena dia tidak ingin temannya itu merasa khawtir karena Revan meninggalkan rumah sakit secara tiba-tiba. Sebenarnya malam ini Revan sudah berencana untuk menemani Raka di rumah sakit. Dia dan Dipta akan bergantian menjaga Raka sampai temannya itu benar-benar pulih dan siap untuk menjalani perawatan yang sebenarnya sudah sejak dulu dia butuhkan. Raka harus memulihkan keadaan psikisnya dengan cara dirawat di salah satu rumah sakit jiwa yang cukup terkenal di kota ini. Jangan salah, bukan hanya orang gila yang dirawat di rumah sakit jiwa. Orang yang merasa depresi, tertekan, dan gangguan yang lainnya, jika memang ditubuhkan perawatan secara intensif, seharusnya orang tersebut memang dirawat di rumah sakit jiwa selama beberapa saat. Revan dan Dipta sudah memutuskan untuk membawa Raka ke rumah sakit tempat ayahnya Dipta bekerja. Sebagai seorang psikiater, ayahnya Dipta pasti tahu perawatan apa saja yang dibutuhkan oleh Raka. Hanya dalam beberapa bulan saja, Revan berharap kalau keadaan Raka akan membaik sepenuhnya. “Lo dimana?” Tanya Dipta. Revan menatap ke sekelilingnya. Dia sedang ada di jalan raya yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit. Tepatnya di sebuah jembatan besar yang sekarang cukup sepi karena hari sudah semakin malam. Revan menatap jauh ke depan, hanya ada seorang gadis yang sekarang tampak sedang berusaha memanjat pagar pembatas jembatan. Revan mengernyitkan dahinya, apa yang sedang dilakukan oleh perempuan itu? Dia bisa saja langsung jatuh dan masuk ke dalam air sungai yang saat ini arusnya sedang cukup deras. Di tengah malam seperti ini, udara juga semakin dingin, kenapa ada seorang gadis yang masih berkeliaran. Untuk sesaat Revan sama sekali tidak bisa melakukan apapun, tapi secara tiba-tiba dia kembali mengingat apa yang dilakukan oleh Raka. Orang yang merasa tertekan cenderung berani melakukan hal-hal yang di luar nalar. Mereka memang memikirkan apa yang mungkin akan terjadi, tapi mereka sama sekali tidak merasa takut dengan risiko yang mungkin akan mereka terima. Revan melangkahkan kakinya dengan sangat cepat begitu dia melihat gadis itu berusaha untuk menggapai pagar terakhir. Apa yang Revan rasakan saat ini benar-benar sama seperti saat dia melihat keadaan Raka yang tergantung di atap kamarnya sendiri. Revan berlari sekuat tenaga, dia bahkan sudah melupakan ponselnya yang sekarang terjadi di pinggir jalan, Revan hanya fokus pada satu hal, kalau Revan terlambat, gadis itu pasti akan terjatuh ke dalam sungai. Revan langsung memeluk gadis itu dari arah belakang sambil menariknya sekuat tenaga agar dia bisa membawa gadis itu kembali ke atas jembatan. Benar, kalau Revan terlambat satu detik saja, sudah bisa dipastikan kalau saat itu juga Revan akan menjadi saksi atas tindakan bunuh diri yang dilakukan di atas jembatan ini. Sekalipun gadis yang dia peluk itu memberontak dan berusaha melepaskan dirinya, Revan tetap pada pendiriannya. Tidak, Revan tidak akan membiarkan seseorang kembali melakukan hal yang tidak berguna seperti ini. Memangnya, masalah akan langsung selesai jika mereka bunuh diri? Satu masalah memang selesai, tapi masalah yang baru akan menanti mereka. “Lepas!” Revan tetap diam sambil berusaha menenangkan gadis itu. Revan memang tidak mengenalnya, Revan juga tidak tahu masalah apa yang sedang ditanggung oleh gadis ini, tapi Revan merasa kalau dia bertanggung jawab dengan apa yang terjadi karena dia satu-satunya orang yang melihat tindakan gadis ini. Revan akan merasa menyesal seumur hidupnya kalau dia membiarkan gadis ini terjun ke sungai tepat di hadapannya. Tidak, setelah apa yang terjadi pada Raka, Revan tidak akan mungkin membiarkan satu orang lain membuang-buang kesempatan hidup mereka. “Gue bilang, lepas! Gue mau mati!” Gadis itu masih berusaha untuk memberontak. Berulang kali Revan sempat merasa kesulitan untuk menghentikan gadis ini, iya.. sekalipun seorang perempuan, gadis ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Dia bisa menendang beberapa bagian tubuh Revan dengan cukup kuat hingga Revan semakin merasa kewalahan. “Diem!” Kata Revan dengan suara keras juga. Revan mungkin tidak akan bisa membantu gadis ini untuk menyelesaikan masalahnya, tapi setidaknya Revan sudah menyelamatkan gadis ini dari sebuah penyesalan yang pastinya akan selalu dia rasakan meskipun dia sudah meninggal sekalipun. “Lepas! Gue mau mati!” “Diem! Gue bilang, diem!” Revan melepaskan pelukannya lalu membentak seorang gadis yang sedang berdiri dengan kaku di depannya. Revan memang tidak seharusnya membentak seseorang yang mentalnya sudah kacau, tapi saat ini Revan sama sekali tidak bisa menahan dirinya sendiri karena merasa sangat kesal dengan kelakuan gadis yang sedang menundukkan kepala sambil menangis di depannya. Apapun yang terjadi, bunuh diri tetap bukan solusi yang tepat. Manusia hidup untuk menghadapi masalah. Sampai Tuhan memanggil mereka kembali, manusia akan selalu menghadapi masalah yang sering kali juga membingungkan. “Lo pikir dengan bunuh diri masalah lo bakal selesai?! Enggak! Sama sekali enggak!” Revan masih mencoba untuk memberikan pengertian pada seorang gadis yang masih menundukkan kepala di depannya. Apakah gadis ini sudah mulai menyadari jika hal yang hampir saja dia lakukan adalah hal yang salah? Revan sudah kepalang kesal dengan apa yang dia lihat sepanjang hari ini. Di satu hari yang sama Revan sudah menghentikan dua orang yang sedang berusaha untuk bunuh diri. “Gue mau mati. Gue mau mati..” Gadis itu tetap bersikeras jika dia menginginkan sebuah kematian. Revan menghembuskan napasnya dengan kesal. Revan sama sekali tidak peduli dengan apa yang sedang dialami oleh gadis ini, tapi semenjak Revan melihat Raka yang sekarat karena hampir bunuh diri, Revan merasa jika dia harus bisa menggagalkan banyak rencana orang yang ingin bunuh diri. Bayangkan, dalam satu hari saja Revan sudah menemukan dua orang yang berusaha bunuh diri, kira-kira, dalam satu hari ada berapa banyak orang yang mati bunuh diri di dunia ini? “Diem! Gue bilang, diem!” Kata Revan sekali lagi. Seorang gadis yang sejak tadi hanya menangis sambil berusaha melepaskan pegangan tangan Revan, sekarang dia sudah mulai tenang. Revan memang tidak tahu harus melakukan apa. Ya, Revan masih terkejut dengan apa yang terjadi di depan matanya sendiri. Revan melepaskan pegangan tangannya sendiri dan saat itulah gadis itu luruh ke tanah. Gadis itu menangis sambil menekuk kakinya sendiri. Untuk sesaat Revan sama sekali tidak bisa melakukan apapun selain ikut duduk di sampingnya sambil menunggu gadis itu menjadi lebih tenang. Iya, selain karena Revan tidak mengenal gadis itu, Revan juga tidak tahu harus melakukan apa lagi. Meninggalkan gadis itu juga bukan pilihan yang baik karena bisa saja dia malah kembali mencoba bunuh diri. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Di tengah malam seperti ini, sangat sedikit orang yang lewat di jembatan ini. “Nama lo siapa?” Ketika dirasa gadis itu sudah lebih tenang, Revan memilih untuk bertanya beberapa pertanyaan dasar. Revan hanya ingin mengajak gadis itu sedikit berbicara agar suasana di sekitar mereka tidak menjadi senyap seperti ini. Darel keadaan Raka, Revan jadi tahu kalau orang yang sedang depresi sangat membutuhkan komunikasi dengan orang lain. Revan mungkin tidak mengenal gadis ini, dia juga tidak tahu apa yang menjadi permasalahan hidup gadis ini, tapi Revan mencoba agar dia bisa sedikit berbicara dengan gadis ini. Manusia kadang merasa tidak sanggup untuk bertahan karena mereka merasa terlalu sendirian. “Lo bakal nyesel karena batalin bunuh diri gue..” Bukannya menjawab, gadis itu malah mengungkapkan kekesalannya pada Revan. Revan tersenyum singkat, untuk seorang manusia yang sudah tidak memiliki harapan hidup, sudah pasti dia hanya bisa menyalahkan orang lain yang sebenarnya sama sekali tidak melakukan kesalahan. Akan semakin salah kalau Revan membiarkan gadis ini bunuh diri di depan matanya sendiri. “Teman gue baru masuk rumah sakit karena usaha bunuh diri. Gue nggak mau teman lo merasakan apa yang gue rasain sekarang..” Kata Revan dengan pelan. “Gue nggak punya teman..” Gadis itu menjawab dengan sengit. Revan tertawa pelan. Manusia sering kali lupa kalau sebenarnya mereka memiliki banyak sekali teman. Karena terlalu sibuk dengan dunia sendiri, manusia sering tidak sadar kalau di sekitar mereka ada sebuah lingkaran manusia yang disebut sebagai pertemanan. “Jangan bunuh diri, masalah nggak akan selesai dengan cara itu..” Kata Revan sambil bangkit berdiri. Revan mengulurkan tangannya pada gadis itu untuk bangkit berdiri. “Lo mau gue anter pulang?” Tanya Revan sambil menatap seorang gadis dengan kaos hitam dan celana jeans belel yang terlihat pas di tubuhnya. “Jangan pergi..” Kata gadis itu sambil menatap Revan dengan pandangan penuh permohonan. Saat matanya menatap mata gadis itu, Revan merasa kalau gadis itu sama sekali tidak sedang bergurau dengan ucapannya. Revan mengernyitkan dahinya karena dia merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh gadis asing yang nyawanya baru saja dia selamatkan. “Jangan pergi..” Revan masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh gadis itu. Tapi ketika gadis asing itu memeluk Revan dengan sangat erat, Revan tahu kalau dia sedang dipermainkan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN