Bab 38

1764 Kata
Revan sama sekali tidak bisa menemukan Kalila di kampus padahal Revan sudah berusaha untuk bertanya ke semua teman jurusan Kalila. Astaga, sepertinya memang ada sesuatu yang buruk. Revan seharusnya datang ke rumah Kalila kemarin malam untuk memastikan bagaimana keadaan Kalila. “Belum ketemu sama Kalila?” Tanya Dipta yang baru saja tiba di sampingnya. Revan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Revan masih ada sedikit urusan dengan salah satu dosen penting, Revan tidak bisa meninggalkan kampus ini sekarang. Ya, setidaknya untuk satu jam kedepan Revan harus tetap berada di kampus ini. “Lo kemaren beneran nggak lihat Kalila?” Tanya Revan kepada Dipta.  “Enggak, gue kemaren cuma dateng ke kantin buat ambil tas lo, terus gue pulang” Kata Dipta dengan santai. Revan mengusap wajahnya pelan. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Kalila? Revan tidak boleh berpikir buruk seperti ini. Kalila pasti baik-baik saja, mungkin dia hanya malas datang ke kampus karena tahu jika Kyra baru saja membuat keributan di sini. Masalahnya, siapa yang memberi tahu Kalila tentang kejadian kemarin? “Lo udah ke rumahnya?” Tanya Dipta. Revan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Inilah kesalahan fatal yang Revan buat. Seharusnya kemarin Revan langsung datang ke rumah Kalila. Masalahnya, kemarin Revan sama sekali tidak diizinkan pergi lagi oleh orangtuanya karena di rumah sedang ada banyak keluarga yang sedang berkumpul. Iya, Revan memang tidak bisa melawan orangtuanya, lagipula saat itu Revan mengira jika Kalila sudah tidur. Revan sama sekali tidak berpikir jika sampai hari ini Kalila masih menghilang tanpa jejak. “Kenapa nggak ke sana aja dari kemaren?” Tanya Dipta. “Gue baru sampek rumah sekitar jam 10 malem. Macet parah pas perjalanan pulang. Sialnya lagi, di rumah gue lagi penuh sama keluarga gue. Nggak dibolehin keluar gue sama nyokap” Kata Revan dengan kesal. Seharusnya kemarin Revan menyelinap saja lewat pintu samping. Tidak masalah jika Revan harus menggunakan angkutan umum, yang penting dia bisa sampai ke rumah Kalila dan memeriksa bagaimana keadaan Kalila. Ah, Revan jadi merasa sangat menyesal jika seperti ini. “Lo kemana aja, b**o? Sampek malem gitu!” Kata Dipta. Iya, Revan memang belum menceritakan apapun kepada Dipta. Masalahnya sejak pagi Revan disibukkan dengan mencari keberadaan Kalila di seluruh penjuru kampus. Revan tidak punya pilihan lain, Revan memang harus segera menemukan Kalila karena dia pikir Kalila pasti akan datang ke kampus. Perempuan itu sangat suka dengan kegiatan kampus jadi Kalila tidak mungkin tidak datang. Setidaknya itulah pemikiran Revan tadi. Sayangnya, Kalila memang tidak datang ke kampus. “Kyra ngajak gue ke pantai buat lihat matahari terbenam. Gila nggak sih?” Tanya Revan dengan kesal. Seumur hidupnya, Revan sama sekali tidak pernah bertemu dengan perempuan menyebalkan seperti Kyra. Iya, Revan memang jarang memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan perempuan, tapi selama ini tidak ada perempuan yang akan bersikap menyebalkan di hari pertama mereka benar-benar berkenalan. Ah, iya.. sebenarnya mereka saling berkenalan, Revan hanya tahu jika perempuan itu bernama Kyra dan dia adalah kembaran Kalila. Revan juga tahu jika Kyra sangat menyebalkan dan juga sangat kasar. Benar, hanya itu saja yang Revan tahu. “Jadi lo maunya sama Kalila apa sama Kyra? Jangan dua-duanya, b**o!” Kata Dipta sambil memukul punggungnya dengan keras. Revan sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan bodoh semacam itu. Tentu saja Revan akan memilih Kalila. Revan baru beberapa kali berhadapan langsung dengan Kyra, tapi Revan bisa melihat dengan jelas betapa buruk sifat Kyra selama ini. Ah, bagaimana rasanya menjadi Kalila? Perempuan itu harus menerima kenyataan jika dia memiliki kembaran yang sangat menyebalkan. Selama ini sepertinya Kalila juga sering mendapatkan luka fisik karena perlakuan Kyra. Mungkin itulah sebabnya keluarga mereka memisahkan Kalila dan Kyra. Ya, tapi tetap saja, sepertinya Revan merasa kasihan dengan Kyra. Entahlah, melihat bagaimana kelakuan Kyra kemarin sore, Revan bisa langsung menilai jika Kyra sangat kesepian. Sudahlah, lagipula itu adalah resiko yang harus dia terima. Jika Kyra tidak berbuat kasar dan sering menimbulkan masalah, keluarganya juga pasti tidak akan meninggalkan dirinya seperti ini. Revan melihat dengan jelas jika Ilora dan Kenzo sangat menyayangi Kalila, jadi pasti mereka juga menyayangi Kyra. Hanya saja Kyra sering membahayakan Kalila jadi mereka seperti berusaha mengasingkan Kyra. “Gue rasa Kyra jauh lebih menarik. Ya, kayaknya dia jauh lebih asik gitu..” Kata Dipta dengan santai. Menarik? Astaga, apa yang Dipta lihat dari Kyra? Kyra dan Kalila memiliki wajah yang sama. Jika bisa mendapatkan malaikat, kenapa memilih Kyra yang mirip seperti jelmaan iblis? Ya ampun, Revan terlalu kejam dengan Kyra. Revan merasa sangat kesal dengan Kyra jadi dia terlalu berlebihan dalam membuat perbandingan. “Lo kalo mau sama Kyra, gih sana deketin dia! Gue sih ogah. Dia nyebelin banget, anjing!” Kata Revan. “Emang lo nggak bosen sama cewek kayak Kalila? Dia itu tipe cewek yang bakal iya-iya aja. Nggak akan ada feel-nya. Dia penurut banget, jadi gue merasa kurang tertantang” Kata Dipta sambil tertawa. Revan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Apa-aapn Dipta ini? Sepertinya dia memang sudah gila karena terus memuja Aira yang sekarang berpacaran dengan Raka. Ah, kisah cinta Dipta dan Revan memang sama-sama menyedihkannya. Semoga saja kali ini Revan beruntung, Revan sudah malas merasakan kekecewaan. “Lo pikir cewek kayak Kalila mau sama lo? Dia itu malaikat, nggak cocok sama kambing kayak lo!” Kata Revan dengan santai. Dipta tertawa keras ketika mendengar ejekan Revan. Ya beginilah pertemanan yang sebenarnya, tidak akan ada kata tersinggung padahal kalimat ejekan yang mereka katakan sangat menyakitkan untuk didengar. Revan memang sedang mengejek Dipta, tapi itu hanyalah gurauan saja. Revan sama sekali tidak serius dengan apa yang dia katakan. “Apa Kalila udah denger berita yang kemaren ya? Kali aja dia malu, Van..” Kata Dipta. Sebenarnya apa yang Dipta katakan sangat masuk akal. Ya, bisa saja Kalila memang malu dengan kejadian kemarin siang. Kyra datang ke sini tiba-tiba, dia menggunakan pakaian yang benar-benar tidak sopan, lalu dia membuat keributan yang cukup menyebalkan. Jika Kalila mendengar hal itu, Kalila pasti akan merasa malu. Revan memang mengenal Kalila baru beberapa hari ini saja, tapi Revan tahu jika Kalila adalah perempuan pemalu yang sering memikirkan bagaimana pendapat orang lain terhadap dirinya. Kalila “Gue harap sih, gitu. Gue khawatir aja sama dia. Takutnya kalo Kyra gangguin dia” Kata Revan dengan pelan. “Kyra itu kembarannya dia, nggak akan mungkin sampek gangguin Kalila. Ya, walaupun Kyra rada nggak jelas, gue rasa dia nggak akan berani kalo sampek gangguin Kalila” Kata Dipta. Revan menggelengkan kepalanya. Tidak, Dipta sama sekali tidak tahu bagaimana sifat Kyra yang sebenarnya. Kyra itu sangat kejam. Dia bahkan berani melukai Kalila hingga membuat Kalila pingsan. Ah, entahlah, sepertinya Kyra memang sedikit psikopat. Apakah sebaiknya Kyra memang mendapatkan bantuan psikiater? “Ta, bokap lo pernah nanganin orang psikopat nggak, sih?” Tanya Revan tiba-tiba. Dipta mengernyitkan dahinya sebentar seakan dia ingin mengingat sesuatu. “Gue nggak terlalu tahu sih, Van. Pasien bokap gue banyak banget, dia juga nggak bisa asal cerita ke gue” Kata Dipta. Ah, iya, itu masuk akal. Sekalipun Dipta adalah anaknya, Dipta tetap tidak memiliki hak untuk tahu setiap masalah pasien yang datang kepada ayahnya. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Keluarga Kalila itu keluarga yang berpendidikan. Kenzo dan Ilora pasti juga sudah melakukan banyak upaya untuk bisa mengendalikan Kyra agar Kyra tidak lagi sulit diatur, tapi sepertinya mereka gagal. Sudahlah, Revan sama sekali tidak memiliki hak untuk mengurus masalah keluarga Kalila. Sekarang Revan hanya mendapatkan tanggung jawab untuk menjaga Kalila, Revan hanya perlu memastikan jika keadaan Kalila masih baik-baik saja. “Kenapa emang? Lo kenal sama orang yang psikopat?” Tanya Dipta. “Menurut lo, orang yang suka nyiksa orang lain, itu termasuk psikopat bukan?” Tanya Revan lagi. Dipta mengendikkan bahunya dengan santai. “Bokap gue emang dokter kejiwaan, tapi gue sama sekali nggak tahu masalah begituan. Kalo lo emang butuh, nanti gue coba tanya sama bokap gue” Kata Dipta. Revan menganggukkan kepalanya. Mungkin saja Revan biaa sedikit membantu Kalila untuk mengendalikan Kyra yang sering kali datang dan melakukan tindakan kasar kepadanya. “Nanti kasih tahu gue kalo lo tahu sesuatu ya..” Kata Revan. “Emang siapa yang psikopat?” Tanya Dipta. Revan mengendikkan bahunya dengan santai. Revan tidak mungkin menceritakan masalah pribadi Kalila kepada Dipta. Ya, sekalipun Revan percaya jika Dipta tidak akan menyebarkan masalah ini, Revan tetap tahu jika dia sama sekali tidak memiliki hak untuk hal ini. “Nggak perlu tahu lo” Kata Revan. “Van, nanti malem Raka bilang pengen ketemu. Kasihan dia, sendirian mulu dari kemaren. Aira katanya marah karena Raka ke rumah sakit kejiwaan tanpa ngomong sama dia. Kata Raka, Aira nggak kasih izin buat tinggal di rumah sakit. Toxic banget nggak sih dia? Pacarnya mau sembuh malah dihalangin” Kata Idpta. Revan menolehkan kepalanya dengan pelan. Entahlah, Revan sering kali juga memikirkan hal yang sama dengan Dipta. Tapi dalam konteks masalah ini, mungkin Aira hanya kesal karena Raka tidak mengatakan rencananya sejak awal. Ya, kadang memang ada perempuan yang sedikit rumit seperti Aira. Tapi Revan juga tidak bisa berkomentar apapun. Raka bisa memilih dengan siapa dia akan berpacaran, Revan sama sekali tidak memiliki hak untuk mencampuri masalah pribadi Raka. “Biasanya emang ada cewek yang ribet kayak Aira” Kata Revan. “Dih, kayak tahu aja lo. Emangnya lo pernah pacaran?” Tanya Dipta. Revan mendengus dengan kesal. Sudahlah, tidak ada gunanya berbicara dengan Dipta. “Tapi kalo kata bokap gue, Aira itu terlalu posesif. Dia kayak ngatur segala hal tentang hidupnya Raka” Kata Dipta lagi. “Ngapain lo curhat sama bokap lo? Jangan-jangan selama ini lo juga ceritain masalah gue ke bokap lo.” “Dih, emang lo pernah punya masalah?” Tanya Dipta. Revan kembali mengendikkan bahunya. Jika ditanya apakah Revan pernah punya masalah, jawabanya tentu saja Revan punya. Revan juga manusia biasa, semua orang punya masalah. Hanya saja Revan merasa jika masalah dia miliki sebaiknya dia simpan sendiri. Revan tidak ingin membebani teman-temannya. “Raka itu depresi karena orang tuanya atau karena Aira, sih?” Tanya Dipta. “Jangan sok tahu, deh! Aira sama Raka kayaknya baik-baik aja” Kata Revan. “Sikapnya Raka soalnya rada nggak jelas gitu. Gue jadi curiga sama Aira” Kata Dipta. Revan merenungkan apa yang Dipta katakan. Memang benar jika Revan sering merasa Aira terlalu berlebihan dalam mengatur kehidupan Raka. Tapi selama ini Raka terlihat baik-baik saja dengan Aira. Bahkan Raka mengatakan jika dia merasa sangat bahagia dengan Aira. Ya, tentu saja Revan merasa ikut senang dengan berita itu. Waktu itu Revan berharap jika Aira akan bisa menjadi semangat untuk Raka di tengah masalah keluarga yang sedang dihadapinya. Ya, semoga saja memang tidak ada hal buruk yang terjadi pada Raka. Bagaimanapun juga, Raka akan bahagia bersama dengan Aira karena Raka terlihat sangat mencintai perempuan itu.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN