02. ORANG KAYA

2160 Kata
Sudut pandang Dio... Hari ini benar-benar adalah hari yang sangat menyedihkan dan juga sangat menakutkan bagiku. Ayahku yang dibunuh tepat di depan kedua mataku dan aku yang hampir saja menjadi korban p***************n tubuh ilegal oleh seorang pria yang tidak dikenal. Untung saja datang paman baik ini. Dia menolongku dan dengan ramahnya mengajakku untuk tinggal dengannya. Apakah aku seharusnya takut padanya karena dia adalah orang asing? Tampaknya tidak. Walaupun dia adalah orang asing yang tidak aku kenal, tapi aku sangat yakin kalau dia adalah orang yang baik. Firasatku selalu benar jika sudah menyangkut tentang orang baik dan orang jahat. Dan soal bagaimana cara ia mengalahkan tiga orang tadi, aku benar-benar tidak ingat sama sekali atau bahkan bisa dibilang, aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara Paman ini mengalahkan mereka semua. Karena saat itu aku benar-benar merasa ketakutan dan yang bisa aku lakukan hanyalah menangis. Yang aku sadari setelahnya adalah orang-orang itu telah tewas dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Sekarang, aku dan Paman yang telah menolongku ini sedang berkendara menuju ke rumahnya yang berada di sebuah kompleks kediaman pribadi yang terletak di sudut kota. Paman baik ini bilang, di tempat tinggalnya masih terdapat banyak sekali pepohonan rindang sehingga udaranya masih terasa sangat sejuk. Perjalanan pun sudah kami tempuh sekitar satu jam, kami terus melewati jalanan kota yang terlihat sangat sepi. "Apa kamu masih merasa kedinginan, Nak? Jika iya, Paman akan matikan AC-nya." Tiba-tiba saja Paman ini bertanya padaku, yang mana membuat perhatianku jadi teralih, dari yang menatap ke arah lampu-lampu jalanan, kini jadi menatapnya. "Ah ... tidak Paman, aku sudah tidak kedinginan berkat jas yang Paman berikan ini." Ya, sebelumnya ia telah memberikan jas mahal yang ia kenakan padaku untuk menutupi tubuhku yang saat ini hanya mengenakan seragam sekolah yang cukup tipis. "Baiklah kalau begitu, sebentar lagi kita akan sampai, jadi bersabarlah." Aku pun hanya menganggukkan kepalaku sambil tersenyum seramah mungkin padanya. "Oiya, ngomong-ngomong kita belum berkenalan. Nama Paman adalah Raja Azkara, kamu bisa memanggil Paman, Om Raja. Lalu siapa namamu, Nak?" "Namaku ... namaku Dio, Dio Pratama." "Dio ya? Kalau begitu salam kenal ya, Dio." "Iya, salam kenal juga Paman-eh-maksud saya, Om Raja." Om Raja terlihat tersenyum manis dengan kedua lesung pipinya yang menawan. Selain baik, dia ternyata juga sangat tampan. "Nanti setelah sampai di rumah, Om akan langsung menunjukkan kamar tidurmu dan lebih baik setelahnya, kamu langsung membersihkan dirimu dan lalu bergegas untuk beristirahat." Aku pun memberikan anggukan atas perkataannya tadi. Dan setelahnya, suasana pun kembali menjadi sunyi. Tidak ada lagi percakapan antara aku dan juga Om Raja. Setelah lima belas menit berselang, akhirnya kami berdua tiba di depan sebuah gerbang besar yang terlihat sangat mewah. Di balik gerbang, terlihat hamparan rerumputan hijau yang cukup luas dengan penerangan lampu taman yang cukup baik. Apa hamparan rumput hijau ini adalah bagian dari halaman rumahnya? Tapi aku sama sekali tidak melihat ada satu pun bangunan di depan sana. Yang ada hanyalah sebuah hamparan rumput yang luas, deretan pepohonan rimbun, sebuah danau buatan besar dan juga jalan aspal yang bisa dilalui oleh mobil. Apa benar ini rumahnya? Tak lama kemudian, terlihat seorang pria yang sepertinya adalah penjaga gerbang mulai menghampiri mobil kami. Om Raja lantas menurunkan kaca mobilnya. "Malam, Tuan, hari ini Anda pulang larut," kata pria tersebut. "Ya, saya sedang ada banyak sekali pekerjaan hari ini, jadilah saya pulang selarut ini." Setelah mengobrol singkat, pria yang sepertinya adalah penjaga gerbang itu lantas membukakan pintu gerbang yang megah untuk kami dan lalu mempersilahkan mobil kami untuk lewat. "Om Raja benar-benar sangat ramah pada orang tadi," batinku. Dan kini mobil putih milik Om Raja mulai memasuki area yang sepertinya adalah halaman rumah miliknya. Ia mengemudi mengikuti liuk-liuk jalan aspal yang berwarna hitam melewati hamparan luas halaman berumput. Kami pun melewati sebuah danau buatan yang luas dan juga melewati sebuah hutan dengan banyak sekali pepohonan berdaun lebat. Setelah melewati itu semua, barulah aku bisa melihat ada sebuah bangunan besar yang sangat mewah dan juga megah berdiri tepat di depan sana. Mataku benar-benar tidak dapat berkedip saking kagumnya. Kediaman Om Raja benar-benar terlihat seperti sebuah istana yang ada di negara Eropa sana. "Wow, rumah Om besar sekali." Om Raja hanya tersenyum kecil sambil tangan kirinya mengusap lembut pucuk kepalaku. "Kamu suka, hmm?" tanyanya. Saking kagumnya, aku hanya mengangguk dan tidak menjawab pertanyaannya dengan kata-kata. "Om akan jamin kamu akan betah tinggal di sini." Mobil pun mulai memasuki pelataran rumah yang terlihat sangat megah. Setelah mematikan mesin mobilnya, Om Raja langsung mempersilahkanku untuk turun terlebih dahulu. "Nah, ayo turun," kata Om Raja. Dan aku pun hanya menurut. Setelah aku melepaskan sabuk pengamanku, aku langsung turun keluar dari mobil, diikuti oleh Om Raja setelahnya. Udara sejuk dan dingin langsung menerpa tubuhku. Bau rumput dan pepohonan pun tercium sangat segar di indra penciumanku. Tempat ini benar-benar sangat asri walaupun masih masuk wilayah perkotaan. "Dio, kenapa kamu cuma berdiri di sana? Ayo masuk." Aku lantas langsung berlari menghampiri Om Raja yang saat ini sedang berdiri menungguku di depan pintu rumahnya. Setelah aku berdiri tepat di sebelahnya, ia langsung merangkulku dengan sangat akrab. Dan entah kenapa, aku langsung merasa sangat nyaman dan aman saat dirangkulnya seperti ini. Aku pun merasakan perasaan hangat yang mana perasaan itu tidak pernah aku rasakan sama sekali saat sedang bersama dengan kedua orang tuaku. Setelahnya, aku dan Om Raja mulai melangkahkan kaki kami memasuki rumah megah dan mewah ini. Tapi sebelum kami memasuki pintu, Om Raja terlebih dahulu memberikan kunci mobilnya pada pelayan yang berjaga di luar agar ia memarkirkan mobilnya ke garasi. Sekarang kami sudah berada di dalam rumah yang-wow! Benar-benar terlihat sangat besar dan juga sangat luas. Benar-benar seperti sebuah istana di dunia nyata. Aku tidak pernah menyangka kalau ada orang yang bisa memiliki rumah seluar biasa ini. Om Raja benar-benar orang yang sangat kaya. "Ayo, biar Om antar ke kamarmu." Lagi-lagi aku pun hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawaban. Untuk sampai ke kamar yang Om Raja maksudkan, aku harus melewati lorong panjang yang terdapat banyak sekali lukisan-lukisan bagus yang menempel di dindingnya. Terlihat sangat indah dan juga cantik. Aku juga harus menaiki dua tangga, yang mana menjadikan aku dan juga Om Raja berada di lantai tiga rumah ini. Rumah ini benar-benar besar sekali. Aku jadi penasaran ada berapa banyak penghuni yang menempatinya. "Nah, sampai. Ini kamarmu." Sekarang kami sudah berdiri di depan sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu jati dengan kualitas terbaik. Pintu berwarna coklat gelap dengan ukiran-ukiran tumbuhan di beberapa permukaannya ini menambah kesan seni bangunan mewah ini. Om Raja membuka pintu tersebut dan lalu, terlihatlah sebuah kamar yang sangat besar di baliknya. Aku bisa dengan jelas melihat ada sebuah kasur berukuran king size di sana dan ada juga peralatan lainnya yang bisa dikatakan sangat lengkap untuk ukuran sebuah kamar. Rasa kagumku pun kembali muncul saat melihat semua hal yang ada di hadapanku saat ini. "Di dalam sudah terdapat kamar mandi, jadi kamu tidak perlu repot-repot untuk keluar kamar jika ingin mandi atau sekedar buang air kecil," kata Om Raja. Aku benar-benar tidak percaya. Sekarang, ini adalah kamarku? Aku tidak pernah sedikit pun bermimpi ataupun membayangkan akan mendapatkan kamar yang sehebat ini. Saking kagum dan tidak percayanya aku dengan apa yang terjadi, aku sampai sedikit lupa akan kejadian mengerikan yang menimpaku tadi. Aku mulai melangkahkan kakiku masuk ke dalam. Kuhirup aroma kamar ini yang tercium aroma apel yang benar-benar terasa segar. Aku suka aroma ini. "Kalau begitu istirahatlah. Besok pagi saat sarapan, Om akan mengenalkanmu pada istri dan juga anak-anak Om. Jadi sebisa mungkin bangunlah agak pagi." Aku lagi-lagi mengangguk sebagai jawaban. "Baiklah, Om akan pergi ke kamar Om sekarang. Selamat malam dan selamat bermimpi indah." Om Raja pun mulai menutup pintu kamarku. Namun, tepat sebelum pintu itu tertutup, dengan suaraku yang lantang, aku mengucapkan terima kasih pada Om Raja atas semua perlakuan baiknya padaku. "Om Raja, aku benar-benar sangat berterima kasih atas kebaikan yang telah Om Raja berikan padaku. Sungguh, aku benar-benar merasa sangat berterima kasih." Setelah aku mengucapkan ucapan terima kasihku padanya, ia terlihat tersenyum senang. "Sama-sama. Om justru yang merasa senang karena kamu bisa berada di sini bersama Om." Setelahnya pintu kamarku tertutup dan sosok Om Raja pun ikut menghilang dari pandanganku. Kini hanya aku sendiri yang berada di kamar yang menurutku sangat besar. "Om Raja benar-benar orang yang sangat baik. Aku harus bisa membalas semua kebaikannya ini." Aku berniat untuk tidur secepat mungkin agar bisa bangun lebih pagi. Tadinya aku ingin pergi ke kamar mandi terlebih dahulu, tapi karena aku sangat penasaran dengan kasur yang terlihat sangat empuk, aku pun memutuskan untuk tidur-tiduran di atasnya sebentar. Sampai tanpa aku sadari, aku malah tertidur saking nyamannya. Keesokan paginya... Aku membuka kedua mataku dan kulihat sinar matahari telah bersinar cukup terang di balik gorden kamarku. Merasa takut akan terlambat untuk sarapan pagi, aku pun langsung beranjak dari ranjangku, membuka gorden kamarku sehingga sinar matahari bisa masuk ke dalam kamar dengan leluasa. Kutatap jam yang ada di kamar ini dan ternyata jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Ternyata aku tidak kesiangan. Dengan sedikit peregangan sebelum mandi, kugerakan semua anggota tubuhku seperti orang yang sedang melakukan pemanasan sebelum melakukan sebuah olahraga berat. Benar-benar nikmat rasanya. Kini, aku mulai melangkahkan kakiku menuju kamar mandi. Aku harus benar-benar bersih dan rapi untuk hari ini. Aku tidak ingin menimbulkan kesan yang tidak enak pada seluruh anggota keluarga Om Raja. Saat langkahku mulai memasuki area kamar mandi, aku langsung merasa terkejut ketika mendapati kalau kamar mandiku ternyata cukup luas dan megah. Didominasi oleh warna krem dan juga gold, menambah kesan mewah untuk kamar mandi ini. Alat dan perlengkapan mandinya pun sangat lengkap. Bahkan, terdapat sebuah kolam berendam kecil tepat di tengah-tengah kamar mandi. Benar-benar hebat. Tidak mau berlama-lama mengagumi mewahnya kamar mandi ini, aku pun segera melangsungkan kegiatan mandi pagiku. Setelah selesai mandi dan setelah mengenakan pakaian yang entah bagaimana sudah tersedia lengkap di dalam lemari, aku pun segera bergegas untuk pergi keluar kamar. Tapi tunggu, di mana acara sarapan pagi akan dilangsungkan? Aku tidak tahu seluk beluk rumah yang sangat besar dan luas ini. Bisa-bisa, yang ada aku malah tersesat nantinya. Tepat saat otakku masih bingung dan bertanya-tanya, tiba-tiba saja pintu kamarku diketuk dari luar oleh seseorang. Dengan segera aku langsung membukakannya. "Selamat pagi Tuan Muda Dio, Tuan Raja beserta keluarganya telah menunggu Anda di ruang makan. Mari, biar saya antarkan Anda ke sana." Tunggu, tuan muda dia bilang? "Ah ... i-iya, baiklah." Syukurlah, ada pelayan yang menjemput dan akan mengantarkanku menuju ke ruang makan yang ada di rumah ini. Entah mengapa jantungku langsung berdetak kencang sekarang, lebih kencang daripada sebelumnya. Aku benar-benar merasa gugup karena sebentar lagi aku akan segera bertemu dengan keluarga dari orang yang telah menolongku semalam. "Semoga berjalan dengan baik dan lancar," batinku. Sama seperti saat pertama kali aku menemukan kamar tempatku untuk tidur, jarak dari kamarku menuju ke ruang makan bisa dibilang cukup jauh. Aku harus melewati beberapa aula-aula besar yang sangat sepi untuk bisa sampai ke sana. Dan kini, aku telah berdiri di depan sebuah pintu kayu besar yang sepertinya sama seperti pintu kamarku, tapi yang ini jauh lebih besar. Pelayan itu pun segera membukakan pintu yang sepertinya adalah pintu menuju ruang makan yang dimaksud. Dan setelahnya, pelayan itu mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam. "Silakan masuk, Tuan Muda." Aku pun melangkahkan kakiku masuk ke dalam. Kini, terlihat jelas penampakan ruang makan yang sangat besar dengan sebuah meja makan berukuran besar dan panjang, dengan kursi-kursi yang berjejer di pinggirnya. Beberapa dari kursi-kursi itu telah terisi oleh keluarga Om Raja yang berjumlah sekitar sembilan orang (termasuk Om Raja sendiri). Para pelayan pun terlihat berdiri di sisi-sisi ruang makan dalam keadaan siap, berjaga-jaga jika si tuan rumah menginginkan sesuatu. Semua yang kusebutkan tadi terlihat jelas dari atas sini. Ya, meja makan beserta orang-orang dan pelayan itu tepat berada di bawah sana, jadi aku harus menuruni tangga terlebih dahulu untuk bisa bergabung dengan mereka semua yang ada di sana. Sebelum menuruni tangga, aku terlebih dahulu menarik nafasku panjang. Berusaha untuk menghilangkan semua rasa gugupku. "Baiklah ... jangan gugup. Aku tidak boleh gugup. Aku harus tenang." Dan tepat saat aku baru saja akan berbalik dan berjalan menuju tangga. Tanpa aku sadari, ternyata ada seseorang yang sedang berdiri tepat di belakangku, yang mana orang itu juga ingin menuruni tangga sama sepertiku. Dan pada akhirnya, terjadilah tabrakan antara aku dan juga orang itu. "Ah maaf ...." Aku segera meminta maaf pada orang itu. Tapi tampaknya, orang itu tidak menerima permintaan maafku. Itu semua terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang kesal. "Ma-maaf ...." Aku pun kembali meminta maaf, berharap orang itu mau menerima permintaan maafku. Tapi, orang itu sama sekali tidak menanggapi permintaan maafku. Ia malah langsung turun begitu saja menuruni tangga dengan ekspresi wajahnya yang masih terlihat kesal. Ia langsung bergabung di meja makan bersama dengan yang lainnya. Ia duduk di barisan sebelah kiri meja makan jika dilihat dari tempat Om Raja duduk saat ini (Om Raja duduk di tengah depan sebagai pemimpin). Aku yang masih merasa benar-benar tidak enak dengan orang itu, memutuskan untuk ikut turun dan bergabung dengan mereka di meja makan. "Kenapa ... aku jadi merasa takut seperti ini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN