Auditorium Baddas
Zhie dan Christina baru saja baru saja tiba di depan gedung Auditorium yang letaknya bersebrangan dengan asrama mereka. Untuk mencapai gedung tersebut mereka harus keluar asrama, menyusuri jalan setapak yang di kiri kanannya terdapat gazebo tempat para siswa berkumpul.
“Gue gak nyangka bisa sekolah di sini, bertahun-tahun gue Cuma dengerin kakak-kakak saat cerita tentang Baddas Academy,” ungkap Zhie.
“Kakak lo, Jane penari balet itu bukan, sih?” Christina adalah seorang penari, tentu saja dia mengenal penari-penari berbakat di seluruh Indonesia dan bercita-cita bisa sehebat mereka.
Zhie menggeleng, “Bukan dia, Jane itu sahabatnya kakak gue.”
Christina mengerutkan kening, “Lantas siapa?”
Zhie tidak sempat menjawab karena keduanya sudah berada di dalam aula menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu masuk. Zhie teringat sosok yang mengintip di ujung lorong asrama, karenanya saat dia kebelet ingin menuntaskan keinginannya untuk buang air, dia seret Christina untuk menemaninya.
Alaska Balwell kepala sekolah, profesor musik sekaligus komposer terkenal di Indonesia tengah menyampaikan kata sambutannya. Pria dengan balutan tuxedo masih terlihat sangat gagah dan tampan di usianya yang hampir menginjak kepala enam.
“Kalian adalah yang terpilih,” ucapnya. "Lulusan Baddas Academy adalah para seniman yang diakui dunia. Jangan pernah menyerah menghadapi setiap tantangan yang kalian temui di sini. Lihatlah kakak tingkat kalian, mereka tangguh. Karena Baddas Academy bukan tempat untuk orang-orang lemah yang pantang menyerah."
Alaska mengakhiri sambutannya. Dia turun dari panggung dan duduk di singgasananya.
Tepuk tangan riuh menyambut kedatangan gen 9 di academy. Untuk pertama kalinya Rey senang karena harus bersekolah di Baddas Academy, lelaki yang tadinya marah-marah dan enggan, kini ikut bertepuk tangan dengan semangat.
Andreas tertawa di buatnya. Tidak sia-sia dia bersikap sok akrab dan sok kenal dengan Rey. Karena Andreas yakin, Rey akan jadi teman yang baik.
Tepuk tangan berhenti, ruangan berganti senyap saat lampu dipadamkan.
Zhie meraih tangan Christina, dia sedikit takut akan kegelapan.
Beberapa detik kemudian, lampu sorot menyala, menerangi gadis berambut panjang yang duduk di depan piano.
Di belakang gadis itu para komposer dengan alat musik masing-masing.
Bagatelle no.25 in A minor, salah satu karya Beethoven yang paling terkenal mengalun indah. Keping klasik ini umumnya dikenal dengan “Für Elise” atau “For Elise” dalam bahasa Inggris.
Ada banyak spekulasi mengenai siapakah sosok Elise yang didedikasikan Beethoven. Namun banyak yang menduga bahwa karya ini dipersembahkan untuk Theresa Mafatti, salah satu muridnya.
Zhie mengenal musik ini dengan baik. Nicole, kakak pertamanya adalah pianis yang mendunia. Ketika perempuan itu di rumah dia menggunakan “Für Elise” untuk menakuti dirinya.
Karena di Indonesia, “Für Elise” kadang diidentikkan dengan musik hantu yang menyeramkan karena dentingan pianonya, tetapi sebenarnya musik aslinya tidak ada hantu-hantunya sama sekali.
Semakin lama musik mengalun, Zhie semakin takut. Sosok yang mengintipnya di asrama tadi kini terlihat lagi. Berdiri di ujung auditorium dekat dengan panggung.
Lampu kembali menyala bersamaan dengan riuhnya tepuk tangan para siswa. Lalu dua orang penari balet menampilkan kehebatan mereka dengan koreografi balet tertua—Swan Lake. Penari Mouza Laras dan Jeremi menarikannya dengan indah. Gerakan-gerakan kecil Mouza membuat rok pendeknya yang melingkar bulat bergoyang bak p****t angsa atau bebek.
Swan Lake adalah komposisi yang diciptakan Piotr Tchaikovsky pada abad ke-19. Karya ini dibawakan pertama kali oleh Bolshoi pada 4 Maret 1877.
Christina Lee dan Mahda melihatnya dengan mata berbinar bahkan Christina bergumam dalam hatinya bahwa tahun depan, saat penerimaan siswa gen 10 dialah yang akan menari di panggung megah itu.
Pesta ini diadakan begitu meriah, membuat anak-anak yang baru saja menjadi bagian dari Baddas Academy itu merasa tersanjung karena penyambutan ini.
Mereka berbaur satu sama lain, berkenalan dan saling menyapa. Di sisi timur Auditorium terdapat meja panjang berisi makanan lezat. Hidangan khas dari berbagai daerah itu disajikan dalam pinggan-pinggan klasik yang terbuat dari perak.
Aneka minuman warna-warni juga berjejer tak kalah meriah dari lampu yang dipasang di atas panggung dan sudut ruangan.
Andreas dan Rey membawa piring mereka masing-masing. Perjalanan panjang membuat mereka kelaparan.
Di sudut ruangan dekat dengan stand sate madura keduanya menikmati makanan lezat itu sambil menyaksikan penampilan luar biasa dari kakak angkatan.
"Rasanya gue lagi di acara kawinannya artis," seloroh Rey dengan mulut penuh makanan.
Andreas terbahak. Namun, tidak dapat dipungkiri apa yang dikatakan Rey benar adanya.
Auditorium kembali hening saat lampu menyala sepenuhnya. Laki-laki yang Rey kenali sebagai Harvey, pendamping mereka kini berjalan di atas panggung.
"Bro," tunjuk Rey.
Andreas menoleh, lantas menegakkan badan dan fokus melihat ke arah panggung.
Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat teman-teman satu generasi tidak jauh darinya. Ada yang berdua dan bertiga. Sedangkan isi auditorium ini kebanyakan diisi oleh generasi sebelumnya.
"Halo, selamat datang kepada anak-anakku gen 9 di Baddas Academy. Saya berdiri di sini bukan sebagai pendamping kalian. Melainkan menyampaikan pengumuman penting untuk semua gen yang ada di sini. Kecuali gen 9 yang masih sangat baru. Seperti yang kalian tahu bahwa Baddas Academy selalu mengadakan Olimpiade The baddas per delapan tahun sekali ...." Ucapannya terhenti dengan riuhnya suara anak-anak.
"Dan tahun ini adalah tahun di mana Olimpiade the Baddas akan dilaksanakan, melalui pendamping masing-masing kalian akan ditunjuk untuk mengikuti kompetisi sesuai bidang keahlian masing-masing."
Zhie menunduk dalam-dalam, riuhnya orang-orang di auditorium seperti lebah yang berdengung. Bisikan bisikan antusiasme para siswa Baddas Academy terdengar begitu semangat.
Sebagai orang yang berambisi untuk menjadi bagian dari Baddas Academy. Zhie tentu tahu dengan Olimpiade ini. Bahkan kakaknya yang pernah bersekolah di Baddas Academy pun tidak kebagian kompetisi yang diadakan delapan tahun sekali.
"Dan reward kalian yang menang dalam kompetisi ini adalah beasiswa full di Brenau University. Debut dengan disponsori penuh oleh Baddas Academy dan beberapa sponsor dan banyak keuntungan lain yang bisa kalian raih. Siapkan diri kalian. Sekian pengumuman dari saya, silakan lanjutkan pesta."
Sorakan dan tepuk tangan terdengar meriah. Murid-murid Baddas Academy yang antusias dengan Acara tersebut terlihat bersemangat dan saling berpelukan.
Ada harapan besar yang mereka gantungkan dalam Olimpiade ini. Ada harapan dan cita-cita yang akan terwujud yang bisa mereka raih jika mengikuti Olimpiade ini.
Kecuali Gen 9 yang harus menerima kenyataan pahit tidak dapat ikut serta karena baru saja masuk Baddas Academy dan belum mendapatkan pelajaran apa pun.
*
Hampir tengah malam mereka kembali ke asrama. Zhie berjalan dengan pikiran penuh. Bagaimana caranya bisa bergabung dengan Olimpiade.
Tidak adil hanya karena mereka masih baru di Baddas Academy lantas tidak diperkenankan ikut serta.
Sementara waktu mereka di sana hanya tiga tahun saja. Tidak akan ada kesempatan lain untuk mengikuti olimpiade itu.
Memasuki Asrama, mereka duduk melepas lelah di ruang tengah yang berisi sofa, dan meja panjang.
Di sana terdapat Enam kamar dengan pintu yang saling berhadapan. Satu kamar diisi oleh dua orang sementara ruangan yang tersisa ternyata satu ruangan kosong yang diperuntukkan bagi ketua kelompok. Semacam ruangan kerja.
Harvey menyusul masuk beberapa menit kemudian. Anak-anak antusias menyambut mereka dan duduk dengan tegap.
"Oke saya tidak akan lama-lama. Ketua kelompok kalian sudah kami tentukan sejak awal. Sejak kami mengirimkan surat undangan untuk kalian ke rumah masing-masing. Tidak ada protes karena pak Alaska sendiri yang sudah memilih langsung. Bahkan saya juga belum tahu siapa nama yang tertulis di dalam sini." Harvey menunjukkan amplop berwarna keperakan. Berisi surat keputusan kepala sekolah tentang ketua kelompok dari Gen 9.
Wajah-wajah tegang dan lelah itu fokus menatap Harvey. Tidak sedikit di antara mereka yang berharap namanya di sebut. Namun ada pula yang cuek seperti Rey.
"Kira-kira, apakah kalian bisa menebak siapa orang beruntung itu?" tanya Harvey, tangannya masih berusaha membuka amplop dengan hati-hati.
Gelengan para siswa merupakan jawaban dari pertanyaan barusan.
"Andreas Yidna Pamungkas, Selamat mengemban tugas. Jadilah pemimpin yang bisa diandalkan oleh teman-temanmu di sini."
Andreas menahan napas. Jantung lelaki itu berpacu dengan kencang. Tidak menyangka dirinya akan dipilih sebagai pemimpin gen 9. Satu kehormatan yang luar biasa.
"Tugas pertama seorang pemimpin adalah menentukan roommate. Tentukan dengan Adil. Ada empat laki-laki dan enam perempuan di sini. Pastikan kalian jangan sekamar dengan lawan jenis. Mengerti?"
"Siap, Pak. Mengerti!" jawab anggota Gen 9 dengan lantang.
Harvey akhirnya keluar dari Ruangan Gen 9 Zhie yang masih memiliki ganjalan tentang Olimpiade The Baddas lantas mengejarnya.
Namun, begitu sampai di luar sosok Harvey sudah tidak terlihat. Lelaki itu seperti hilang ditelan kegelapan lorong Asrama.
"Ngapain nyusul Pak Harvey, mau protes masalah pemimpin Gen 9?" tanya Joana saat Zhie kembali bergabung dengan mereka.
"Tidak bukan itu," elak Zhie.
"Ya sudah. Mari tentukan dengan siapa kalian satu kamar." Andreas berusaha mencairkan suasana yang tegang di antara mereka.
Andreas berjalan dan mencari kopernya. Lalu mengeluarkan noteblok dan menyobek selembar kertas menjadi potongan-potongan kecil.
"Rey bantu," pinta Andreas.
Rey yang tidak mengerti mendekat.
"Tolong tulis angka satu hingga tiga di tiap-tiap kertas. Jadi nomor satu dua kertas dan seterusnya. Ngerti?" Rey mengangguk. Andreas memberikan enam potongan kertas kepada Rey.
"Airin juga, tolong bantu." Andreas memberikan sisanya.
Lalu dia sendiri menunggu, berusaha bijak melibatkan kawan-kawannya dalam setiap pekerjaan.
Kertas yang sudah diberi angka lalu dipisahkan sesuai urutan nomor dan digulung.
Masing-masing mengambil satu kertas. Yang mendapat angka sama maka mereka akan tinggal satu kamar.
Cukup adil bagi mereka karena tidak berebut, dengan legowo mereka menerima teman sekamar yang akan tinggal hingga tiga tahun lamanya.
Rey bersorak kegirangan saat dia mendapati Andreas sebagai teman sekamarnya. Pun dengan Darren dan Aries.
Anak laki-laki menunjukkan semangatnya berbeda dengan anak perempuan yang sepertinya tidak puas dengan teman satu kamar mereka.