Bab 8 - CLBK

2540 Kata
Dua minggu telah berlalu. Kinan selalu mencoba dan terus mencoba agar bisa melakukannya dengan suami. Namun, selalu berakhir ketakutan. Adrian sudah tidak ingin memaksakannya lagi, tidak ingin lagi melihat Kinan yang menangis dan ketakutan saat mau tidur. Dan, yang terjadi setelah pagi adalah, Kinan kecil melihat bundanya matanya sembab, lalu menyalahkan papanya, disangka bundanya disakiti papanya. Seperti lima hari yang lalu. Kinan kecil melihat bundanya menangis di dapur saat sedang menyiapkan bekal sekolahnya. Rasa bersalah Adrian masih sangat terasa, apalagi putrinya sampai bilang padanya, ‘jangan sakiti bunda lagi, Pa!’ Kinan kecil berbicara pada dirinya dengan mata berkaca-kaca. Semenjak itu, Adrian sudah tak mau lagi memaksa Kinan untuk mencobanya. Dan, saat Kinan terus akan memaksa mencobanya lagi, Adrian memilih pergi dari kamar, dan menyuruh Kinan tidur. Kinan merasakan ada perbedaan pada diri suaminya jika sudah memasuki jam-jam tidur. Kinan merasa Adrian lebih cuek dan dingin. Tidak memeluknya saat tidur, hanya mengecup kening dan bibir nya setelah itu Adrian tidak memeluknya. Namun, saat pagi hari, Adrian kembali menjadi sosok yang sangat perhatian dan penyayang pada Kinan dan kedua anaknya. Dia bersikap dingin di kamar karena dia hanya ingin meredam gejolak hasrat yang kadang tidak bisa ia kontrol, saat dia menyentuh atau memeluk Kinan saat tidur. Kalian pasti merasakannya, berbulan-bulan menikah tapi belum menyentuh istrinya sama sekali, karena istrinya takut. Harus menahannya hingga sudah tidak bisa tertahankan lagi. Itu yang Adrian rasakan. Dia lebih baik menghindar, daripada dia harus berada di situasi yang sangat membuat dia sakit saat berdekatan dengan Kinan ketika memasuki waktu tidur. Hampa. Itu yang Adrian rasakan. Pernikahannya dengan Kinan yang ia impikan akan menjadi indah, ternyata hanya sebuah kehampaan saat berada di dalam kamar. Tidak ada manis madu pernikahan yang pada umumnya, karena Kinan belum bisa memberikan hak pada dirinya. Pagi ini Kinan terlihat sedang menyiapkan sarapan dibantu dengan asisten rumah tangganya. Adrian yang baru saja keluar dari kamarnya, langsung menghampiri Kinan, memeluk Kinan dari belakang dan mencium pipinya. “Pagi, Sayang ....” Kinan membalas ciuman Adrian. Seperti itu mereka berdua setiap pagi hingga menjelang malam. Selalu harmonis, tapi saat sudah berada di dalam kamar, situasinya berubah menjadi mencekam. “Pagi juga, Sayang ....” Adrian mengeratkan pelukannya pada Kinan. “Masak apa, Bunda?” tanya Adrian. “Nasi goreng sama omelet,” jawab Kinan. Kinan menarik kursi untuk duduk suaminya, menyiapkan piring dan mengambilkan nasi untuk suaminya. Setelah itu dia memanggil anak-anaknya untuk sarapan bersama. Haidar langsung berlari menuju meja makan, apalagi menu sarapannya adalah menu kesukaannya. “Pagi papa ....” sapa Haidar. “Pagi jagoan papa. Wah sudah ganteng nih? Ini bajunya pakai sendiri?” tanya Adrian dengan mencium Haidar. “Iya dong, kan Haidar sudah gede, sebentar lagi mau punya adik, jadi harus bisa pakai pakaian sendiri kalau mau sekolah,” jawabnya. Adrian tersenyum, senyuman yang terasa hampa. Bagaimana mungkin Haidar akan punya adik, kalau bundanya saja tidak mau di sentuh dirinya. “Papa tidak tahu, kapan kamu punya adik, Sayang. Maafkan papa, yang tidak bisa lagu memaksa bundamu,” gumam Adrian. “Pa, minta tolong ambilkan nasinya,” pinta Haidar yang sedikit membuyarkan lamunan Adrian. “Oh, iya, Sayang,” jawab Adrian dengan gugup. “Ih, papa ngelamun, ya?” tanya Haidar yang melihat papanya sedikit terjingkat dan gugup saat dirinya minta diambilkan nasi goreng dan omelet. “Enggak, siapa yang melamun?” jawab Adrian. “Mana Kak Kinan?” tanya Adrian. “Sama bunda di kamar, lagi ngecek tugasnya Kak Kinan,” jawab Haidar. “Haidar gak ada tugas?” tanya Adrian. “Enggak ada, Papa,” jawabnya. Haidar langsung menyantap sarapannya, apalagi pagi ini menu sarapannya adalah menu kesukaannya. Kinan kecil berlari ke arah meja makan. Dia langsung mencium papanya. “Pagi, Papah ...,” Sapa Kinan kecil dengan menarik kursi di sebelah Haidar. “Pagi tuan putri papa yang cantik,” jawab Adrian. “Sudah diteliti semua tugas sekolahnya?” tanya Adrian. “Sudah, dong,” jawabnya. Kinan mengambilkan nasi untuk putrinya dan suaminya. Haidar sudah lebih dulu makan, karena dia sudah tidak tahan untuk menikmati nasi goreng buatan bundanya “Hati-hati Haidar, jangan cepat-cepat makannya. Masih pagi, tidak usah gugup,” ucap Kinan yang melihat Haidar makan dengan lahap dan cepat. “Ini enak sekali, Bunda. Bunda kenapa bikin nasi goreng sama omeletnya enggak setiap hari sih?” tanya Haidar. “Kan harus bervariasi menu sarapannya, biar enggak bosan. Sudah habiskan dulu makanannya, baru boleh bicara lagi,” tutur Kinan. “Kinan paling suka, ayam kecap buatan bunda, enak sekali,” puji Kinan kecil. “Besok bunda buatkan, atau mau buat menu makan malam?” tanya Kinan. “Ehm ... Buat makan malam saja, Bunda,” jawab Kinan. “Wuihh ... Enak ayam kecap, apalagi yang upin ipin,” seloroh Haidar. “Kalau lagi ngunyah jangan bicara, Nak,” tegur Adrian. “Hmmm ... Lupa,” jawabnya dengan tersenyum lucu dan menggemaskan, membuat Adrian ingin sekali mencubit pipinya yang chubby, atau menggigit pipinya. “Bunda, mungkin papa pulang terlambat. Papa akan menemui klien dulu nanti sore. Rio hari ini izin, jadi papa yang harus menemuinya langsung,” ucap Adrian. “Iya, Pa,” jawab Kinan. “Kalian nurut sama bunda, ya? Papa pulang agak malaman,” ucap Adrian pada kedua anaknya. Selama menikah, Adrian baru kali ini pamit akan pulang agak terlambat, agak malam pula. Kinan tidak mempermasalahkan itu, dia tahu pekerjaan suaminya, dari dulu juga suaminya adalah orang yang sok sibuk. Meskipun dulu Adrian suka dengan dunia malam, tetapi dia selalu menomor satukan pekerjaan kantor. Adrian melihat istrinya yang sedang menikmati sarapan. Dia sebenarnya alasan saja ingin menemui klien. Padahal dia tidak ingin pulang sebelum Kinan tidur. Dia tidak mau tidurnya terganggu karena menahan hasratnya pada Kinan. “Maafkan aku, Kinan. Aku pulang malam hanya karena ingin menenangkan pikiranku yang kacau karena hasratku tak tersalurkan,” gumam Adrian. ^^^ Malam hari, seusai menidurkan kedua anaknya Kinan menunggu Adrian yang masih belum pulang. Dia ingin merayakan enam bulan pernikahannya dengan Adrian. Dia sudah memasak kesukaan Adrian, dan malam ini, dia akan mencoba melakukannya lagi dengan Adrian. “Kak, kok lama pulangnya?” gumam Kinan dengan mondar-mandir dari meja makan ke ruang tamu. Kinan akhirnya merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu, menunggu Adrian yang belum juga pulang, hingga pukul 11.00pm. “Sudah jam sebelas, tumben sekali lembur sampai semalam ini? Sudah telefonnya enggak di angkat lagi?” gumam Kinan. ^^^ “Arghhhhtt .... Faster baby ....” Erangan laki-laki dalam kamar hotel terdengar sangat nyaring di telinga wanita yang sedang memainkan miliknya dengan mulut. “Ahhh ....” Laki-laki itu mengeluarkan lahar hasratnya yang lama terpendam ke arah d**a wanita itu. “Stop! Aku tidak mau seperti ini!” Laki-laki itu menghentikan wanita malam yang akan menggerayangi tubuhnya, dan akan memulai permainan selanjutnya. “Kenapa? Kan belum masuk, Baby?” Rayu wanita itu dengan jari lentiknya menyentuh d**a Adrian. Ya, laki-laki itu adalah Adrian. Dia benar-benar kalap, akhirnya memilih masuk ke bar. Meneguk minuman beralkohol lagi dan menyewa wanita malam untuk memuaskan hasratnya. “Aku mau pulang!” jawab Adrian dengan bergegas bangun dari tempat tidur. “Pulang? Baru satu kali, Sayang ... Aku juga belum kamu puasin?” rayu wanita tersebut. “Maaf, aku tidak bisa. Aku kasih kamu lebih untuk mencari laki-laki yang bisa memuaskan kamu.” Adrian mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada wanita tersebut. “Oke, tidak masalah kalau begitu. Sering-sering saja kamu menyewa aku, Sayang. Aku kasih yang lebih dari ini,” ucap wanita tersebut. “Lebih baik kamu diam!” ucap Adrian dengan mengambil ponsel dan dasinya. Dia membiarkan kemejanya yang sedikit berantakan, lalu keluar dari kamar hotel. Adrian mempercepat langkahnya. Memakai dasinya sambil berjalan. Merasakan sesak di dadanya karena sudah menyakiti Kinan. Dia tidak pernah mengira akan seperti ini jadinya. Melampiaskan emosinya, hanya karena tidak bisa menyalurkan hasratnya dengan istrinya. Adrian masuk ke dalam mobilnya, melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, dan sudah menunjukkan pukul 01.00am. “Astaga ... Sudah jam satu? Aku benar-benar meninggalkan Kinan dan anak-anakku terlalu lama. Maafkan aku, Kinan. Maafkan aku. Arrrgghhhhttttt !!!” Adrian mengerang, menjambak rambutnya dan memukul kemudinya dengan keras. Adrian melajukan mobilnya untuk segera pulang. Dia yakin istrinya masih belum tidur. Karena baru saja dia melihat panggilan tak terjawab beberapa menit yang lalu dari Kinan, juga beberapa pesan dari Kinan. Ponselnya bergetar, Kinan menelefonnya. Adrian memakai earphone nya. Lalu menjawab telefon dari Kinan. “Hallo, Sayang. Maafkan aku. Aku baru bisa angkat telefon kamu.” “Kak, kamu ke mana saja? Aku khawatir. Kamu baik-baik saja? Kenapa sampai jam satu sih? Biasanya menemui klien paling lambat-lambatnya jam sepuluh?” “Maaf, Sayang. Tadi klien ngajak minum-minum setelah makan malam. Aku tidak enak mau menolaknya. Maafkan aku. Ponselku aku silent soalnya.” “Hmmm ... Cepat pulang. Aku tunggu. Aku gak bisa tidur.” “Iya, ini lagi di jalan. Mau mampir ke SPBU dulu, isi bahan bakar.” “Hati-hati, Kak.” Adrian mengakhiri panggilannya dengan Kinan. Dia meletakkan ponselnya di jok sebelahnya, dan melepas earphone nya. Adrian membelokkan mobilnya ke SPBU, isi bahan bakar, lalu ganti pakaian, karena pakaiannya sedikit bau alkohol dan bau parfum wanita. “Untung saja aku selalu bawa baju ganti di mobil,” gum Adrian. Selesai isi bahan bakar, Adrian memarkirkan mobilnya di depa toilet SPBU. Dia langsung keluar dari mobil dengan membawa baju gantinya. Selesai ganti baju, dan sedikit membersihkan tubuhnya lalu mencuci muka. Dia masuk ke mobil dan menyemprotkan parfum di badannya. “Sudah lumayan tidak bau parfum hotel, alkohol, dan bau wanita itu. Maafkan aku, Kinan. Aku tidak bisa menahannya, jadi seperti ini,” ucap Adrian lirih dengan mengendus tubuhnya. Adrian melajukan mobilnya untuk pulang. Dia menambah sedikit kecepatan laju kendaraannya. Adrian sudah sampai di rumahnya, matanya membola melihat Kinan yang duduk di teras rumah tengah malam karena menunggu dirinya pulang. Adrian bergegas keluar dari mobilnya. Dia langsung berlari menghampiri istrinya. Mata Kinan berbinar melihat kedatangan suaminya yang ia tunggu sejak jam sembilan malam hingga dini hari. “Astaga, Sayang ... Kamu menunggu aku di luar? Jangan gini dong, di luar kan dingin? Nanti kamu flu. Ayo masuk.” Adrian langsung mengajak Kinan untuk masuk ke dalam. Namun, Kinan menghentikan langkah Adrian, dia langsung memeluk suaminya, mengendus tubuh suaminya kali saja bau alkohol. “Kenapa mengendus gitu?” tanya Adrian. “Katanya minum-minum? Kok gak bau alkohol?” jawab Kinan dengan mendongak, menatap wajah Adrian. “Aku tidak minum minuman yang beralkohol, Sayang. Aku pesan minuman yang lainnya kok,” ucap Adrian. “Aku kira,” ucap Kinan dengan mencebikkan bibirnya. “Ayo masuk, aku ingin mandi. Lengket sekali tubuhku,” ajak Adrian. “Aku siapkan air hangat sama baju ganti,” ucap Kinan. Dia langsung berjalan ke kamar mendahului suaminya. Adrian melihat meja makan yang di hiasi oleh dua lilin. Di meja sudah tertata menu makanan kesukaannya, dan ada kue kecil yang bertuliskan happy 6 month anniversary. Adrian baru ingat, ini adalah bulan keenam dia menikah dengan Kinan. Ternyata Kinan menyiapkan semua itu untuk dirinya, makanya Kinan sangat menanti kepulangan dirinya. Adrian menyeka matanya yang sudah berembun. Dadanya sesak. Dia menyesali apa yang baru saja diperbuatnya di hotel dengan seorang wanita. Meski hanya mengoral miliknya saja. Tetap saja Adrian sudah main serong dengan wanita malam yang ia sewa, yang bernama Rika. “Maafkan aku Kinan. Maafkan aku,” ucap Adrian lirih dengan menyeka air matanya yang sudah membasahi pipinya. “Aku mengerti, kamu sedang sibuk dengan urusan pekerjaanmu karena Rio tidak berangkat. Jangan merasa bersalah, kamu juga bekerja untuk aku dan anak-anak kita.” Kinan menepuk bahu Adrian yang sedang bergumam lirih memandangi meja makan. Adrian memeluk Kinan, meminta maaf, dan menangis menyesali perbuatan yang baru beberapa jam yang lalu, yang ia perbuat. “Maafkan aku, Sayang.” Adrian masih memeluk dan menangis, mulutnya tak berhenti mengucapkan maaf pada Kinan. “Iya, aku maafkan. Sekarang mandi, gih? Katanya lengket badannya?” ucap Kinan. “Aku ingin menikmati masakan kamu dulu, itu makanan kesukaanku, tidak mungkin aku bisa menahan untuk tidak memakannya,” ucap Adrian. “Aku panasi dulu masakannya, ya? Udah dingin soalnya. Kamu mandi dulu, lalu ganti bajunya,” ucap Kinan. “Oke, aku mandi dulu.” Adrian mencium kening istrinya lalu bergegas masuk ke dalam kamar, mengambil handuk lalu ke kamar mandi. Kinan mengambil masakannya dan membawanya ke dapur untuk dipanasi lagi. Dia juga membuatkan minuman yang baru untuk Adrian, karena teh yang tadi ia siapkan sudah dingin. Kinan sama sekali tidak mencurigai Adrian yang pulang hingga larut malam. Dia hanya khawatir saja Adrian ada apa-apa di jalan. Trauma dulu saat Bian kecelakaan masih membayanginya. Dan, tadi pagi, Adrian pamit dengan memeluk dirinya lama sekali. Seperti orang yang akan pergi jauh. Jadi pikiran Kinan ke mana-mana. Memikirkan Adrian yang tak kunjung pulang. “Alhamdulillah suamiku pulang dengan selamat. Aku masih takut dan sedikit trauma jika Adrian pulang agak malam. Apalagi sampai tengah malam seperti ini. Pikiranku selalu ke mana-mana, mengingat kejadian dulu Kak Bian yang kecelakaan. Apalagi tadi Kinan dan Haidar mengigau memanggil papanya terus. Pikiranku sudah ke mana-mana,” gumam Kinan sambil menghangatkan masakannya. Kinan selesai memanaskan masakannya. Dia kembali menata masakannya di meja makan. Menyiapkan dua piring, dan mengambilkan sedikit nasi, juga mengangsurkan air putih ke dalam gelas. Adrian yang sudah selesai mandi dan berganti pakaian, dia segera keluar menuju meja makan. Menghampiri Kinan yang sudah duduk menunggu dirinya. “Hmmm enak sekali sepertinya?” ucap Adrian dengan menelan salivanya, melihat masakan Kinan yang menggugah selera makannya. “Iya dong, kan ini spesial edisi untuk merayakan enam bulan pernikahan kita,” jawab Kinan. “Ayo kak makan, aku juga belum makan, nunggu kakak pulang,” ucap Kinan. “Maafkan aku, ya?” ucap Adrian. “Iya, Kak. Lain kali bilang kalau lagi di mana. Aku khawatir. Aku takut. Takut yang aku alami dulu terjadi lagi,” ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca. “Kok ingat dulu? Takut? Lalu kenapa mau nangis gini?” Adrian mengusap pipi Kinan dan menciumnya. Dia sedikit bingung dengan ucapan Kinan. “Aku ingat ayahnya Haidar, kalau kamu lama di luar, enggak ngasih kabar, pikiranku sudah ke mana-mana. Apalagi pas dengan Kinan dan Haidar yang mau tidur saja rewel, minta sama kamu, ngigau kamu terus. Pikiranku kacau, was-was sekali, Kak. Aku takut, kamu ada apa-apa di jalan.” Kinan menjelaskan semua itu dengan menangis. Dia tidak mau lagi suami yang ia cintai sama nasibnya dengan mendiang suaminya dulu. “Sssttt .... Sudah, jangan nangis dong. Aku kan gak apa-apa, Sayang. Jangan terlalu khawatir dan memikirkan hal seperti itu. Aku tidak apa-apa, kok. Sudah jangan nangis, malam ini kan malam bahagia kita. Jangan nangis, ya? Terima kasih kamu sudah mengkhawatirkanku, tapi jangan terlalu seperti ini, ya?” Adrian memeluk Kinan yang menangis. “Aku takut, aku takut kamu pergi, dan aku belum bisa membahagiakan kamu, belum bisa jadi istri yang baik,” ucap Kinan dengan terisak. “Sudah, jangan nangis, aku enggak pergi, Sayang. Yuk makan, kamu belum makan, kan?” ucap Adrian. Kinan menganggukkan kepalanya, mengusap air matanya, dan mulai makan malam, bersama Adrian. Lebih tepatnya makan terlalu larut malam. Adrian tidak menyangka istrinya sampai berpikiran seperti itu. Dia takut kalau Kinan bakalan marah dengan dia, karena pulang malam, dan curiga dengan wanita lain, tapi ternyata salah, Kinan malah khawatir terjadi apa-apa dengan dirinya di jalan. “Maafkan aku, Sayang. Aku sudah membuat kamu khawatir, dan aku sudah mengkhianati pernikahan ini,” gumam Adrian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN