ILY 4

2901 Kata
“Abang!” Teriak Keisya dengan sangat keras dari luar ruangan Sean. “Abang Sean ini Keisya!” Teriak Keisya lagi. “Dek jangan ribut di kantor, sayakan udah bilang kalau Pak Sean lagi ada kerjaan dan nggak bisa diganggu. Pak Sean tadi udah bilang kalau dia nggak mau diganggu sama siapapun.” Tegur salah satu karyawan wanita. “Tapi Mbak aku tuh mau ketemu sama Abang Sean, pasti kalau Abang Sean tahu yang datang Keisya pasti mau deh nemuinnya. Mbak aja dari tadi ngelarang. Udah deh kalau mbak nggak mau kasih biar aku panggil aja.” Protes Keisya. “Abang Sean!” Teriak Keisya lagi hingga akhirnya ruangan Sean terbuka dengan wajah yang merah padam. “Keisya suaranya!” Tegur Sean dengan suara yang sedikit tinggi, karyawan tersebut juga sedikit kaget dengan suara Sean tersebut. “Abang!” Keisya langsung berlari memeluk Sean saat melihat pria itu berdiri di depannya. “Saya udah larang adiknya Pak, tapi tetap aja maksa mau masuk ke ruangan Bapak. Saya minta maaf ya Pak.” Ucap karyawan tersbeut dengan menyesal. Sean menganggukkan kepalanya paham dan membawa Keisya masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu dengan sedikit kasar. “Apa yang kamu lakukan Keisya!” Kata Sean dengan penuh penekanan. “Ini kantor bukan rumah! Ini kantor bukan mall! Ini kantor bukan taman bermain! Yang bisa kamu datangi suka-suka hati kamu! Ini bukan tempat yang bisa kamu teriakin sesuka hati kamu! Kamu ini kayak anak-anak yang nggak tahu tata krama, nggak seharusnya kamu bersikap seperti itu!” Kata Sean dengan nada tinggi. “Abang kenapa marah sama aku sampai sebegininya sih? Aku itu kangen sama abang, makanya aku datang. Aku mau ketemu sama abang.” Kata Keisya dengan manja. “Ini kantor Keisya yang bisa kamu datangi kapanpun kamu mau! Kalau kamu kangen apa kamu berhak buat datang kesini sesuka hati kamu? Dengan kamu datang kayak gini dengan cara seperti ini buat abang malu! Ini bukan kantor abang yang bisa suka-suka! Kamu juga datang nggak bilang dulu nggak nanya apa abang sibuk atau enggak! Kamu main datang gitu aja sesuka kamu dan teriak-teriak! Kamu nggak bisa ngelakuin hal kayak gitu! Tolong bersikap dewasa sekali aja, jangan terus kayak gini Keisya! Abang udah nggak bisa lagi bilang apa-apa lagi sama kamu!” Mata Keisya udah berkava-kaca karena menerima semua amarah dari Sean. Awalnya ia datang bukan ini yang diinginkannya. Ia ingin memberikan surprise pada Sean atas kedatangannya, hanya saja ia di hambat di bawah dan tidak boleh menemui Sean hingga ia maksa untuk naik ke atas menujur ruangan Sean. Kalau saja ia tidak di hambat ia tidak akan teriak seperti itu pikirnya. Tapi ternyata setelah usahanya ia malah mendapat amarah dan perkataan kasar dari Sean. “Mening kamu pergi dari sini sekarang! Kamu bikin malu abang aja! Ini bukan kantor abang jadinya abang bisa suka-suka! Lebih baik kamu pulang dan jangan datang lagi! Abang kecewa dan marah banget sama kamu! Kamu hanya bisa buat abang jadi terbeban dan buat abang malu aja! Nyusahin aja kamu bisanya!” Perkataan kasar Sean diucapkannya tanpa sadar karena sangkin kesal dan marahnya. Keisya akhirnya menangis dan menghentakkan kakinya dengan keras. Air matanya jatuh dengan deras. “Aku benci banget sama abang! Aku benci, benci, benci pake banget! Aku nggak akan maafin abang sampai kapanpun!” Teriak Keisya dengan keras. Ia berlari keluar dari ruangan Sean. Sedangkan Sean membiarkannya begitu saja dan tak berniat mengejar Keisya sama sekali. Karena ia masih sangat kesal dan tak peduli dengan apapun. Saat ini mengembalikan moodnya itu jauh lebih penting dari pada apapun pikirnya. Ia kembali duduk di kursi kerjanya dan melanjutkan pekerjaannya. Namun tak lama setelah ia duduk, pintu ruangannya kembali terbuka dengan keras. Karyawan perempuan yang bersama Keisya tadi yang menjadi pelakunya, ia masuk dengan keadaan tergesa-gesa dan ngos-ngosan. “Kamu kenapa?” Tanya Sean bingung sambil bangkit berdiri. “Itu Pak, adik bapak yang tadi.” Kata karyawan perempuan tersebut dengan masih tergesa-gesa. “Kenapa sama dia?” Tanya Sean bingung. “Itu Pak di serempat sama motor sekarang di bawah lagi pada panik dan mau di bawa ke rumah sakit.” Seketika Sean panik dan segera turun ke bawah. Sesampainya di bawah ia melihat Keisya yang sudah berlumuran dengan darah begitu juga dengan barangnya yang sudah berantakan. Keisya menangis dengan keras, Sean langsung mendekati Keisya guna melihat gadis tersebut. “Kei kamu gapapa?” Keisya tidak menjawab ia hanya bisa menangis. Orang-orang disana juga sudah panik, Sean langsung saja menggendong Keisya dan berlari menuju mobilnya. Ia yang langsung membawa Keisya ke rumah sakit. Di dalam perjalanan Keisya juga hanya bisa menangis, kali ini Sean membiarkan Keisya menangis. Sampai akhirnya Keisya langsung di tangani saat sudah berada di rumah sakit. Jujur saja Sean sangat panik ketika tahu bahwa Keisya di serempet motor. Tapi ia sedikit lega karena Keisya masih saja sadar. Ia tadi pikir Keisya sampai kehilangan kesadarannya dan lukanya sangat parah. Setelah Keisya sudah ditangani Sean kembali dipanggil dan diperbolehkan melihat Keisya. “Gimana keadaannya dok?” Tanya Sean pada dokter wanita tersebut. “Keadaannya gapapa, hanya luka di beberapa tempat aja sama sedikit memar. Nggak ada yang perlu di khawatirkan, hanya saja tangannya patah jadi harus kita pake gips. Harus di kontrol tiga hari paling lama satu minggu sekali, nanti kalau boleh diganti kainnya nanti kita kasih bahannya. Untuk kakinya sedikit lecet dan bengkak, jadi untuk sementara waktu jangan jalan dulu sampai bengkaknya hilang. Dibantu sama es buat di kompres juga, jangan terkena air dulu ya.” Jelas sang dokter. “Benerkan dok nggak ada hal yang perlu di khawatirkan?” “Iya bener, nanti di bantu sama beberapa obat makan. Ini udah bisa pulang kok setelah ambil obat-obatnya.” Jelas sang dokter, Sean menganggukkan kepalanya paham. “Makasih banyak ya dok.” “Kalau begitu saya pamit dulu, Keisya semoga cepat sembuh ya.” Keisya tidak menjawab sama sekali, ia memlih diam terutama buang muka saat Sean menatapnya. “Kamu kenapa bisa kayak gini?” Tanya Sean, namun Keisya tak berniat menjawab sama sekali. Sean menghembuskan nafasnya kasar, kalau sudah begini dia paham. Kalau Keisya sedang marah padanya. Tadi ia sempat bertanya dan mendengar bagaimana kejadiannya bisa terjadi, tapi tetap saja ia mau tahu langsung dari Keisya sebagai bentuk basa-basi dan perhatiannya di awal. Ia tahu kalau Keisya sangat kesal dengannya tadi sehingga saat ingin menyebrang ia tidak melihat ke kanan dan ke kiri sehingga ada motor kencang dan ia kena serempet. Pengemudi motor tersebut malah lari meninggalkan Keisya begitu saja dan tak berniat menolong sama sekali, fakta tersebut membuat Sean semakin kesal ketika tahu. Ia akan cari pengendara tersebut pikirnya. “Abang minta maaf udah marah-marah sama kamu tadi. Gara-gara abang kamu jadi kena serempet, abang minta maaf.” Kata Sean dengan pelan, jujur saja ia jadi merasa bersalah. Bagaimanapun ia juga ikut campur tangan sampai hal ini menimpa Keisya. “Kamu nggak mau maafin abang?” Tanya Sean ketika Keisya masih saja diam berniat tidak mau menjawabnya. Keisya kembali menangis membuat Sean jadi khawatir. “Ada yang sakit? Bilang sama abang sakitnya di mana, abang panggil dokter ya? Apa yang sakit?” Tanya Sean lagi, tapi Keisya hanya menangis dan tak berniat menjawab. Akhirnya Sean memeluk Keisya dengan erat dan Keisya semakin menumpahkan tangisannya di pelukan Sean sampai kemeja yang dikenakan Sean basah. Setelah Keisya tenang barulah Sean melepaskan pelukannya dari Keisya. “Abang minta maaf ya udah buat kamu kayak gini, abang bener-bener nyesal udah marah-marah sama kamu tadi. Kamu maukan maafin abang?” Tanya Sean lagi dengan lembut. “Abang sadar nggak salah abang dimana?” Tanya Keisya akhirnya. “Karena abang udah marah-marah sama kamukan? Jadinya abang buat kamu marah dan kamu nggak lihat jalan.” Jelas Sean, namun Keisya menggelengkan kepalanya. “Perkataan abang buat aku sakit. Perkataan abang jahat banget, abang nggak pikirin perasaan aku. Abang lupa sama apa yang abang bilang? Abang bilang aku buat malu, aku nyusahin abang aja bisanya!” Tangis Keisya kembali pecah mengingat perkataan Sean, akhirnya Sean kembali memeluk Keisya. “Maafin abang udah ngomong kasar sama kamu. Abang tadi emosi banget, abang marah banget sampai nggak sadar kalau abang ngomong kayak gitu ke kamu. Maafin abang ya, kamu maukan maafin abang?” Keisya menggelengkan kepalanya. “Kenapa kamu nggak mau maafin abang?” “Karena abang udah jahat sama aku. Kalau abang mau aku maafin, abang harus tanggungjawab sama aku.” “Tanggungjawab gimana Kei? Abang udah bawa kamu ke rumah sakitkan sekarang.” “Abang harus rawat aku. Gara-gara abang aku nggak bisa jalan, gara-gara abang aku nggak bisa pake tangan aku. Gimana kalau mau makan, ambil minum, sama tugas-tugas aku gimana? Kepala aku juga masih sakit pusing, jadi abang harus rawat aku sampai sembuh.” Sean menhembuskan nafasnya kasar saat mendengar permintaan Keisya. “Jadi abang nggak mau rawat aku?” Tanya Keisya lagi saat mendapati respon Sean yang tak bersahabat. “Bukan gitu Kei, yaudah abang bakalan rawat kamu. Tapi nggak setiap saat ya? Abangkan harus kerja, nanti sebelum abang kerja sama sesudah pulang kerja abang temenin ya?” Keisya menganggukkan kepalanya, kalau sudah soal pekerjaan akhirnya Keisya bisa mengalah dan paham. “Yaudah kalau gitu kamu tunggu disini sebentar, abang mau ambil obat kamu dulu sekalian bayar. Setelah itu kita pulang, kamu tunggu ya.” Lagi Keisya menganggukkan kepalanya. Sean segera berlalu, Keisya melihat kondisinya yang sedikit mengenaskan. Ia tidak suka keadaannya sakit dan lemah seperti ini. Tapi apa dia harus seperti ini baru Sean peduli padanya pikirnya, ia jadi kesal sendiri mengingat bagaimana perilaku Sean padanya.   ***** Sean mengantar Keisya pulang ke rumahnya dengan menggendong gadis tersebut. Anita yang saat itu sedang berada di rumah Marsya sangat kaget saat melihat keadaan Keisya. Sean langsung di mintai keterangan dengan apa yang terjadi pada Keisya. “Kenapa bisa kayak gini Sean? Apa yang kamu lakukan?” Tanya Anita pada anaknya. “Tadi Keisya datang ke kantor abang Ma. Jadi abang marah-marah sama Keisya sampai buat Keisya kesal jadinya pergi malah kena serempet karena nggak lihat jalan.” Jelas Sean pada Anita. “Kamu emang ya bang, suka banget nyakitin Keisya. Kamu ini jadi abang nggak bisa jaga adiknya, kenapa sih kamu jahat banget sama Keisya bang. Mama nggak pernah loh ajarin kamu kayak gini, lihat keadaan Keisya sekarang.” Anita marah pada anaknya, Sean tahu kalau mamanya itu kali ini bener-bener marah. Karena Anita sangat jarang sekali marah, kalau marah itu berarti ia benar-benar kesal dan kecewa. Anita memang selalu mengajarkannya untuk selalu menjaga adik-adiknya, jangan sampai terluka. Anita juga selalu mengingatkan Sean untuk menjaga Keisya juga. “Iya Ma, abang minta maaf. Abang emang salah, abang bakalan tanggungjawab kok Ma.” Ucap Sean dengan penuh sesal. “Ini pasti nggak sepenuhnya salah Sean, pasti juga ada salahnya Keisya. Lagian kamu ngapain ke kantor Sean? Mau ganggu Sean? Kamu juga yang teledor nggak lihat jalan dan main pergi ajakan?” Kata Marsya yang paham bagaimana dengan anaknya itu. “Bunda kenapa nyalahin Keisya sih jadinya! Bunda nggak lihat keadaan aku gimana, emang aku mau kayak gini? Bunda bukannya tanya gimana keadaan aku malah ikut nyalahin aku, Bunda apaan sih!” Kata Keisya dengan kesal. “Bunda paham kamu gimana Kei, Bunda tahu kamu gimana. Pasti ini juga karena salah kamu, jadi jangan sepenuhnya salah Sean. Bunda pasti khawatir sama kamu, tapi supaya kamu tahu untuk lebih hati-hati lain kali. Kalau ayah tahu juga pasti akan bilang yang sama kayak yang Bunda bilang.” “Nggak tahu ahh terserah Bunda aja! Aku kesel sama Bunda! Ayo Bang antar aku ke atas aja, nggak ada yang peduli sama aku!” Marsya menghembuskan nafasnya kasar, Sean jadi serba salah mau bagaimana. “Maaf ya Tante, ini semua salah Sean.” Ucap Sean dengan menyesal. “Abang ayo antar aku ke kamar.” Sela Keisya lagi, Sean menatap Marsya guna meminta izin akhirnya Marsya menganggukkan kepalanya paham dan mengizinkan Sean membawa Keisya ke dalam kamarnya. Setelah mereka pergi Anita langsung menatap Marsya. “Jangan kayak gitu, ini juga salah Sean. Maafin Sean ya dia lalai jagain Keisya.” “Iya gapapa kok, kamu juga jangan salahin Sean sepenuhnya. Pasti ini nggak salah Sean, Keisya juga salah. Lagian ngapain dia ke kantor Sean, kalau aja Keisya nggak ke kantor Sean pasti hal ini nggak terjadi. Wajar Sean marah mungkin Keisya ganggu dia, semua bisa terjadikan?” Anita menghembuskan nafasnya kasar ia tidak mau memperpanjang masalah. “Yaudah gapapa jangan di bahas lagi, semoga Keisya cepat sembuhnya ya.” Marsya hanya tersenyum saja.   ***** “Ayah denger dari Bunda kalau kamu keserempet dan marah sama Bunda ya?” Tanya Arga pada Keisya. Arga baru saja selesai mandi, setelah selesai mandi ia langsung mendapat kabar tidak mengenakkan dari istrinya. Keisya bahkan tidak mau makan saat Marsya mengantarkan makanan. Niatnya Marsya mau membantu untuk menyuapi namun di tolak oleh Keisya. Hingga akhirnya Arga kembali datang dengan makanan untuk Keisya. “Ayah juga mau marah sama Keisya? Ayah juga mau salahin Keisya iya? Mau bilang kalau Keisya teledor?” Tuduh Keisya membuat Arga menghembuskan nafasnya kasar lalu mengusap kepala Keisya dengan sayang. “Kamu tahukan kalau Ayah sama Bunda pasti selalu satu suara?” “Iya dan Ayah juga mau nyalahin Keisyakan!” “Dengerin Ayah, kamu tahukan kalau Ayah sama Bunda itu sayang banget sama kamu. Ayah sama Bunda nggak pernah beda-bedakan kamu sama adik-adik, kalau kalian salah pasti nggak akan dibela. Jadi kali ini Ayah sepaham sama Bunda, ngapain kamu ke kantor Sean? Kalau aja kamu nggak ke kantor Sean pasti hal ini nggak terjadi, kamu pasti ganggu Sean makanya dia marah akhirnya kamu kesal. Terus kamu nggak hati-hati buat lihat jalan, iyakan? Jadi kalau aja kamu nggak ke kantor Sean pasti nggak akan kayak gini. Biasanya juga kamu pulang kuliah langsung pulang ke rumah sama Zayn kok ini malah ke kantor Sean. Lagian Ayah juga udah tanya Zayn, kamu bohong sama dia. Bilangnya kamu mau pulang duluan, ini malah ke kantor Sean. Jelas kali ini kamu juga salah, jadi jangan sepenuhnya salahkan Sean Kei.” Jelas Arga dengan lembut agar anaknya itu tidak merasa di intimidasi. “Bunda kayak gitu sama kamu karena dia sayang sama kamu. Bunda mau kamu lain kali lebih hati-hati dan kamu bisa bersikap dewasa jangan kayak anak-anak lagi. Kalau Bunda nggak sayang sama kamu, harusnya Bunda biarin aja kamu urus sendiri kamu yang gabisa apa-apa inikan. Tapi Bunda mau bawain makanan kamu dan mau bantuin kamu buat ganti baju tapi malah kamu tolak. Ayah nggak bisa bantuin kamu ngelakuin hal itu, hanya Bunda yang bisa bantuin. Sean juga nggak bisa bantuin kamu, emang Ayah sama Sean bisa bantuin gantiin baju kamu? Enggak bisakan, jadi hanya Bunda yang bisa bantu kamu.” Jelas Arga lagi dengan pelan. “Kamu nggak lupakan gimana waktu kamu sakit Bunda juga ikutan sakit karena nggak peduli sama dirinya sendiri, Bunda lebih peduli sama kamu. Sampai akirnya kamu sembuh dan Bunda jadi jatuh sakit, Bunda itu sayang sama kamu. Nggak ada maksud buat nyalahin kamu terus nyudutin kamu, Bunda hanya bilang sesuai faktanya aja. Bunda juga khawatir sama kamu karena kamu nggak mau makan, makanya nyuruh Ayah kesini buat bujuk kamu makan. Kalau Bunda nggak peduli sama kamu, Bunda pasti nggak bilang sama Ayah. Kalau Bunda nggak bilang Ayah juga nggak bakalan tahu kalau kamu kayak gini. Jadi jangan salah paham sama Bunda okay? Ayah juga minta sama kamu supaya berpikiran lebih dewasa lagi.” Keisya hanya diam saja mencerna semuanya. “Jadi kamu mau makan sama Ayah atau sama Bunda?” Tanya Arga dengan pelan. “Sama Bunda aja.” Jawab Keisya tak kalah pelan namun sampai pada pendengaran Arga. Ia tersenyum mendengar hal itu, Arga tahu kalau Keisya sebenernya sangat menyayangi Bundanya. Hanya saja ia kesal karena tidak mendapat perhatian lebih dari Marsya, padahal dengan Marsya seperti itu ia peduli. Hanya saja cara Marsya menyampaikan kepeduliannya berbeda yang tidak sesuai dengan keinginan Keisya. “Yaudah kalau gitu Ayah keluar, Ayah panggilin Bunda ya.” Keisya menganggukkan kepalanya. Sebelum keluar Arga meletakkan makanannya di atas nakas dan mencium puncak kepala anaknya itu lalu keluar. Marsya yang sudah menunggu di luar bangkit berdiri saat melihat Arga keluar dari kamar Keisya. “Gimana A?” Tanya Marsya dengan khawatir. “Keisya mau makan?” Arga mengelus bahu Marsya dengan pelan. “Katanya Keisya mau makan sama Bundanya, aku udah ngomong sama dia dan bisa terima. Jadi kamu bantu Keisya ya.” Marsya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Makasih ya A.” Ucap Marsya. “Aku sama anak-anak dulu kalau gitu di bawah. Aku tunggu ya Ay.” Kata Arga sambil berjalan ke bawah, sedangkan Marsya langsung masuk ke dalam kamar Keisya. Begitu masuk ia mendapati Keisya yang menangis membuat Marsya panik. “Kamu kenapa nangis? Ada yang sakit? Bilang sama Bunda yang sakit yang mana?” Tanya Marsya khawatir, Keisya menggelengkan kepalanya. Lalu menggunakan tangan kirinya untuk memeluk Marsya dan menangis. “Maafin Keisya ya Bunda udah marah-marah sama Bunda. Keisya jahat banget sama Bunda.” Marsya menghembuskan nafasnya dengan lega, ia kira tadi kenapa. “Gapapa sayang, Bunda paham. Sekarang jangan nangis lagi, Bunda bantuin buat ganti bajunya dulu ya baru makan?” Keisya menganggukkan kepalanya. Marsya langsung mengambil baju ganti untuk Keisya, lalu mengambil air dan lap guna membersihkan tubuh Keisya. Ia sudah mendapat pesan tadi dari Sean sesuai dengan yang disampaikan oleh dokter. Setelah membersihkan tubuh Keisya, barylah Marsya membantu anaknya itu untuk makan.  Keisya masih saja meminta maaf atas kesalahannya dan Marsya lagi dan lagi memaafkan. Ia bisa paham dengan kondisi anaknya yang masih saja labil itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN