6

1787 Kata
“Kau baik-baik saja, Adelard?” Rekan Adelard yang menyusul Adelard bertanya pada Adelard. Pria itu tampak memperhatikan wajah Adelard lalu berpindah ke kaos yang Adelard kenakan. “Aku baik-baik saja,” balas Adelard. Ia melihat ke kaosnya. “Aku akan mengganti pakaianku.” “Baiklah. Aku akan menunggumu di lobi,” balas Kane, rekan Adelard. Mereka masih memiliki acara lain setelah makan di restoran. Kane akan membawa Adelard ke sebuah club malam, pria itu telah menyiapkan hadiah sebagai sebuah balasan karena Adelard mau bergabung di pameran yang ia buat. Selama beberapa tahun terakhir ini nama Adelard sebagai pegiat seni sering diperbincangkan oleh beberapa pecinta lukisan. Mereka menyukai karya yang Adelard buat, benar-benar tampak nyata dan memiliki kesan yang mendalam. Namun, meski sudah bertahun-tahun Adelard bergelut di bidang itu, ia belum pernah membuat pameran karya seninya. Pria itu juga sulit untuk diminta bergabung dengan pameran milik pelukis lain. Jadi, sebuah keberuntungan bagi Kane, Adelard mau menampilkan karyanya di pameran yang ia buat. Kane dan Adelard memang memiliki hubungan pertemanan yang cukup baik, itulah alasan kenapa Adelard tidak bisa menolak permintaan dari temannya itu. Adelard meninggalkan Kane dan segera kembali ke kamar hotelnya. Wajah pria itu tampak kesal. Ia kehilangan wanita di lukisannya untuk yang kedua kalinya. “Lihat saja, jika aku bertemu dengannya untuk yang ketiga kalinya maka aku pasti tidak akan melepaskannya,” seru Adelard. Setelah berganti pakaian, Adelard dibawa oleh Kane ke club malam terbesar di kota itu. Ketika mereka masuk, suara musik keras menyentak pendengaran. Bau alkohol menusuk ke penciuman begitu tajam. Lautan manusia tengah bergoyang mengikuti hentakan musik. Kane membawa Adelard ke lantai dua, mereka duduk di sebuah tempat duduk VIP. Minuman dan cemilan telah disiapkan di sana. Dari tempat mereka, Kane dan Adelard bisa melihat dengan jelas seorang dj cantik tengah berkutat dengan peralatan musiknya. Dua wanita berpakaian seksi melangkah mendekat ke arah Kane dan Adelard, senyum menggoda tampak di wajah cantik mereka. Kedua wanita itu merupakan wanita penghibur tercantik di club malam itu. Kane menyewa wanita-wanita itu untuk menemani malam panjangnya dan Adelard. “Katleya, perkenalkan dirimu pada Adelard.” Kane berbicara pada wanita yang mengenakan dress ketat berwarna merah tua. “Katleya.” Wanita itu mengulurkan tangannya pada Adelard. Sangat disayangkan wanita secantik itu lebih memilih menjadi wanita penghibur dari pada profesi lainnya. Dengan wajah dan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna, wanita itu bisa menjadi selebriti. Adelard menyukai keindahan, salah satunya wanita cantik yang merupakan bagian dari keindahan dunia. Dan wanita di depannya memenuhi standar untuk bisa menemaninya. “Adelard.” Pria itu membalas uluran tangan Katleya. Setelahnya kedua wanita itu mengambil posisi mereka masing-masing. Melakukan pekerjaan mereka sebagai seorang penghibur. Sesekali mereka akan menuangkan minuman, menyuapi cemilan lalu menggoda pria di sebelah mereka dengan sentuhan-sentuhan nakal. Beberapa saat kemudian Kane membawa wanita sewaannya pergi menuju ke sebuah kamar kosong di club itu. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu tidak bisa menahan hasratnya lebih lama lagi. Ia membutuhkan pelepasan yang hebat. Sedangkan Adelard, pria itu masih betah di tempat duduknya. Menenggak vodka ditemani dengan Katleya di sebelahnya. Jari tangan Katleya bermain di d**a Adelard, membentuk sebuah lingkaran menggoda di sana. Setelahnya, jemari tangannya turun. Mengelus sesuatu di balik celana yang dikenakan oleh Adelard. “Dia membutuhkan lebih dari sekedar belaian, Adelard,” bisik Katleya sensual. Kejantanan Adelard mengeras, dia pria normal. Diberikan sentuhan sedemikian rupa tentu saja miliknya akan bereaksi. “Kalau begitu berikan bagian yang terbaik darimu,” balas Adelard. Katleya tersenyum menawan. “Dengan senang hati. Aku akan memberikan pelepasan terbaik untukmu.” Keduanya beralih ke tempat lain, sebuah ruangan yang ada di gedung yang sama dengan club malam itu. Pakaian keduanya sudah berserakan di lantai. Adelard berbaring di atas ranjang dengan Katleya yang bergerak di atasnya. Gerakan Katleya terlatih, wanita ini sudah melayani banyak pria, jelas ia sangat profesional dalam bidang ini. Adelard menikmati sentuhan Katleya, tapi ketika pria itu memejamkan matanya, yang ada di benaknya hanyalah bayangan wanita di lukisannya. Adelard merasa terganggu. Ia segera membalik posisi menjadikan Katleya di bawahnya. Adelard tidak membuang waktunya. “Santai, Adelard. Waktu kita masih panjang. Apakah kau sudah tidak tahan lagi, hm?” tanya Katleya dengan tatapan nakal. “Aku ingin mengakhiri ini dengan cepat.” Adelard menjawab datar. Katleya sedikit terkejut dengan jawaban Adelard. Biasanya para penyewanya ingin berlama-lama dengannya, tapi pria yang berada di atasnya ini malah ingin menyudahi kegiatan mereka lebih cepat. Tidak bisa dipungkiri, Katleya merasa kesal. Ia benci ketika ada orang lain yang tidak terjerat pada pesonanya. Belum wanita itu menjawab, Adelard telah memasukinya. Menghujamnya cepat dan dalam. Mengubah posisi beberapa kali, lalu kegiatan itu berakhir. Adelard memakai kembali pakaiannya. Awalnya ia menikmati permainan Katleya, tapi bayangan Leandra merusak kesenangannya. Ia kehilangan minatnya, tapi tidak bisa berhenti di tengah jalan. Bagaimana pun ia memerlukan pelepasan. Katleya terbaring di ranjang dengan peluh yang membasahi tubuhnya. Wanita itu terguncang dengan hujaman Adelard yang membuat ia mencapai puncak. Katleya yang biasanya memuaskan tanpa merasa dipuaskan kini mendapatkan kepuasan itu. Meski permainan Adelard sedikit kasar, tapi Katleya sangat menikmati setiap hujaman Adelard. Ia bahkan tidak kebertan jika Adelard mengajaknya bercinta hingga pagi. Akan tetapi, itu hanya khayalannya saja. Pada kenyataannya saat ini Adelard telah mengenakan pakaiannya kembali. Pria itu meninggalkan uang di atas nakas. “Ini bayaranmu.” Ia tidak tahu berapa tarif Katleya dalam sekali sewa, tapi ia yakin uang yang ia berikan lebih dari cukup. Sebagai seorang seniman Adelard memiliki cukup banyak uang. Lukisan-lukisan yang ia buat cukup untuk menunjang kehidupan malamnya. Disamping itu ia masih seorang pewaris Maxwell, ia memiliki uang yang tak terhitung jumlahnya. “Jika kau membutuhkan jasaku lagi, kau bisa menemuiku di club ini,” seru Katleya. Ia berharap Adelard memiliki kesan yang baik tentang dirinya, jadi mereka bisa mengulang kembali apa yang terjadi beberapa saat lalu. Katleya melanggar prinsipnya sendiri, di mana ia tidak akan melayani pelanggan yang sama untuk kedua kalinya, tapi Adelard pengecualian. Pria bersurai cokelat gelap itu memenuhi semua fantasi liar Katleya. Tanpa menjawab, Adelard keluar dari kamar. Pria itu juga memiliki prinsip yang sama dengan Katleya, ia tidak akan bercinta untuk kedua kalinya dengan p*****r yang sama. Adelard telah menjelajahi dunia, ia bertemu dengan banyak sekali wanita yang telah menghangati ranjangnya. Namun, ia tidak sembarangan tidur dengan wanita. Jika ia harus menyewa p*****r, maka ia akan menyewa dari rumah pelacuran yang terbaik. Tempat di mana, kecantikan tidak hanya menjadi syarat utama menjadi p*****r di sana, tapi juga harus bersih dari penyakit kelamin. Jika itu hanya teman kencan satu malam, Adelard juga akan memilih. Tidak semua wanita yang melemparkan tubuh padanya akan ia bawa ke ranjangnya. Hanya wanita yang ia pilih menjadi pasangannya yang bisa naik ke atas ranjangnya lebih dari satu kali. Adelard pria yang mudah bosan, jadi ia tidak pernah bertahan lama dengan pasangannya.  **   Adelard berdiri di tepi dinding kaca kamar hotelnya. Pria itu hanya mengenakan celana panjang tanpa memakai atasan. Otot-otot perutnya terlihat sangat menggoda. Di tangan pria itu terdapat secangkir kopi hangat yang ia buat sendiri. Ia menyeruput kopinya, sembari memandangi pemandangan laut di pagi yang cerah ini. Setelah beberapa saat kemudian pria itu pergi ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya lalu kemudian keluar dengan pakaian santainya. Adelard bukan tipe pria yang selalu berpakaian rapi, ia lebih menyukai pakaian yang tidak terlalu formal. Seperti saat ini ia hanya mengenakan t-shirt hitam dan celana jeans warna senada dipadu dengan sepatu berwarna cokelat. Namun, meski penampilannya tidak seperti kebanyakan pria kaya lainnya. Tidak perlu diragukan banyak wanita yang mengantre untuk menjadi teman kencannya atau sekedar teman tidurnya saja. Adelard memilih sebuah restoran lain yang berada di kawasan hotel tempatnya menginap. Tempat yang ia datangi saat ini tidak kalah dari restoran yang semalam. Sembari menunggu pesanannya, Adelard melangkah ke tepi pantai. Angin laut meniup wajahnya, mengibarkan rambutnya. Setiap kali melihat laut, Adelard selalu terhipnotis. “Aw!” Suara ringisan seorang wanita membuat Adelard mengalihkan pandangannya. Beberapa meter di depannya terdapat seorang wanita yang mengenakan dress bermotif floral. Sepertinya sesuatu terjadi pada kaki wanita itu. Saat wanita itu sedikit mengangkat wajahnya, Adelard merasa dunia terhenti. Wanita yang sudah dua kali ia lihat kini ada di depan matanya. Dan ini menjadi yang ketiga kalinya. Tidak ingin kehilangan lagi, Adelard segera mendekati wanita yang tidak lain adalah Leandra. “Apa kau baik-baik saja, Nona?” tanya Adelard. Leandra mengangkat wajahnya, menatap ke wajah Adelard dengan sorot yang tidak menunjukan kebencian sama sekali. “Aku baik-baik saja,” balasnya. Leandra mencoba untuk melangkah kembali, tapi ia terlihat kesulitan. “Biar aku bantu.” Adelard menawarkan bantuan. Ia raih tubuh Leandra, menggendongnya ala pengantin. Adelard melihat Leandra sesekali, sepertinya wanita yang ada di gendongannya saat ini bukan manusia, tapi malaikat. Setelah itu Adelard melepaskan sepatu yang Leandra kenakan lalu kemudian melihat ke kaki Leandra yang sedikit kemerahan. “Aku pikir kau harus dibawa ke rumah sakit,” seru Adelard. “Aku rasa tidak perlu,” balas Leandra. “Kakiku akan membaik setelah beberapa saat istirahat.” “Apa kau yakin?” tanya Adelard memastikan. “Ya,” balas Leandra. “Terima kasih telah membantuku.” “Ini hanya sesuatu yang kecil, kau tidak perlu berterima kasih, Nona.” “Baiklah, kalau begitu selamat tinggal.” Leandra berdiri. Adelard segera meraih tangan Leandra. “Kau ingin pergi ke mana? Aku akan mengantarmu.” “Itu akan merepotkanmu,” balas Leandra. “Tidak sama sekali.” “Kalau begitu baiklah. Aku ingin kembali ke kamar hotel.” Leandra kemudian menyebutkan kamar hotelnya. “Kita menginap di hotel yang sama,” seru Adelard. “Kau tidak bisa berjalan, aku akan menggendongmu seperti tadi. Kau tidak keberatan, kan?” “Itu baik-baik saja,” balas Leandra. Adelard kembali menggendong Leandra, membawa wanita itu kembali ke hotel. Keduanya tidak mempedulikan sama sekali orang-orang yang melihat ke arah mereka. Setibanya di kamar hotel Leandra, Leandra tidak menahan Adelard dengan menawarkan minuman atau apapun. Ia hanya mengucapkan terima kasih pada Adelard dan mengatakan pada pria itu bahwa ia akan beristirahat. Adelard ingin bersama dengan Leandra lebih lama, tapi ia tidak bisa memaksa untuk tetap tinggal. Tidak apa-apa, akan ada saatnya baginya menghabiskan waktu lebih lama dengan wanita itu. “Kau benar-benar bodoh, Adelard!” Adelard merutuki dirinya sendiri. Ia sudah bertemu dengan wanita yang ia cari, tapi ia lupa menanyakan siapa nama wanita itu dan ia tidak memiliki nomor ponselnya. Otaknya menjadi tidak berfungsi karena terpikat oleh sosok Leandra yang memikat. Adelard kembali ke depan pintu Leandra, menekan bel lalu kemudian pintu terbuka. “Adelard Maxwell.” Adelard mengulurkan tangannya. “Ah.” Leandra mengerti kenapa Adelard kembali. “Leandra Katharina.” “Bisakah aku memiliki nomor ponselmu?” tanya Adelard. “Ya.” Adelard merasa senang. Ia segera mencatat nomor ponsel Leandra di ponselnya, lalu setelah itu ia benar-benar meninggalkan kamar Leandra. Wajah Leandra yang tadinya tampak ramah, langsung berubah menjadi dingin. “Pembunuh!” serunya sinis.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN