“Dia orang asing yang aku pinta untuk membawa ini,” jawab Tian Mi tersenyum meyakinkan membuat sesosok pemuda tampan itu mengernyit tidak percaya.
Akan tetapi, ia lebih memilih membiarkannya saja. Meskipun sesekali Li Fang Yu melirik ke arah pemuda yang terasa tidak asing di matanya.
Sedangkan Xuan Yi menghela napas lega sembari melirik ke arah Tian Mi yang terlihat sibuk memperhatikan barang bawaannya diperiksa lebih lanjut oleh awak kapal. Tentu saja ia harus memastikan barang tersebut tidak ada yang bermasalah sampai ke Chang’an.
Li Fang Yu adalah murid Akademi Tangyi. Satu angkatan dengan Xuan Yi. Hanya saja mereka berdua memiliki hubungan yang terlihat tidak baik. Membuat keduanya sering kali bermusuhan ketika bertemu.
Hanya saja Xuan Yi lebih memilih untuk tidak menghiraukannya saja. Sebab, untuk mengurus pemuda itu jelas bukanlah hal yang menjadi prioritasnya hari ini.
“Tian Mi, apa urusanmu sudah selesai?” bisik Xuan Yi ketika mereka berdua tengah menunggu hasil perhitungan dari barang bawaan Tian Mi yang kini sedang diproses melalui beberapa orang.
“Iya, aku sudah selesai,” jawab gadis itu mengangguk pelan.
“Kalau begitu, aku pamit dulu. Masih ada urusan yang harus aku kerjakan setelah ini,” ucap Xuan Yi membuat ekspresi dari gadis yang ada di sampingnya terkejut.
“Apa kau tidak bisa tanggal lebih lama? Aku belum memberikan ucapan terima kasih padamu,” balas Tian Mi.
Namun, Xuan Yi menggeleng pelan sembari tersenyum tipis. “Sudah tidak apa-apa. Lagi pula aku memang tulus membantumu tadi. Sekarang aku benar-benar harus pergi, jadi kau tunggulah di sini. Dan berikan makanan yang enak untuk keluargamu nanti.”
“Terima kasih, Xuan Yi,” ucap Tian Mi penuh ketulusan. Ia baru pertama kalinya bertemu dengan seseorang sebaik pemuda itu. Meskipun mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya.
Setelah membalas ucapan tulus Tian Mi dengan anggukan singkat, Xuan Yi pun melenggang pergi dari sana. Meninggalkan seorang gadis sederhana yang rela menghidupi keluarganya dengan uang tidak seberapa. Padahal ia bisa melihat bahwa keterampilan Tian Mi jelas tidak bisa diragukan lagi.
Tentu saja hal tersebut membuat Xuan Yi diam-diam merencakan laporan rahasia untuk Yang Mulia mengenai masalah yang tidak bisa dianggap ringan. Apalagi pelaku dari oknum tidak bertanggung jawab itu adalah murid dari Akademi Tangyi.
Selama ini Murid Li atau memiliki nama lengkap sebagai Li Fang Yu, memang sering kali melakukan hal-hal pemberontakan. Hanya saja pemuda itu memiliki latar belakang cukup baik sehingga tidak mudah menjatuhkannya.
Akan tetapi, kini tepat di hadapan Xuan Yi, pemuda bernama Li Fang Yu benar-benar sangat kelewatan. Sebab, pemuda tersebut meminta izin pada asisten guru untuk melakukan beberapa perjalanan bersama keluarganya, bukan memeras rakyat kecil demi kepentingan diri sendiri.
Tanpa sadar kedua kaki Xuan Yi melangkah ke arah sungai terpanjang di China. Terlihat bebatuan kecil menghiasi pinggiran sungai yang bersih membuat pemuda tampan itu mendudukkan diri di pinggiran sungai sembari meraup sedikit air untuk melepaskan dahaganya.
Rasa dingin, sejuk, lega, dan nyaman beradu menjadi satu ketika Xuan Yi menghabiskan beberapa tegukan air sungai yang selama ini ia lihat melalui peta militer milik ayahnya. Membuat pemuda itu diam-diam merasa rindu akan sesosok lelaki dewasa yang menjadi panutannya sejak dulu.
Pandangan Xuan Yi mengarah pada langit cerah sedikit menyilaukan mata membuat pemuda itu menyipitkan matanya sembari terus menatap langit bertaburan awan yang menggumpal menjadi satu membentuk berbagai macam benda.
“Ibu, apa kau mendengarku?” tanya Xuan Yi tersenyum manis.
“Aku harap kau terus mnendengar perkataanku, Ibu. Bahwa cepat atau lambat aku akan menyelamatkanmu dari sana. Jadi, tunggu aku sampai benar-benar menguasai banyak bela diri,” lanjut Xuan Yi tersenyum lebar sembari menghela napas panjang.
Mustahil rasanya ia bisa menguasai beberapa ilmu dalam kurun waktu sebentar saja. Karena yang bertahun-tahun bahkan sering melupakannya. Akan tetapi, ia tidak ingin menyerah begitu saja. Mengingat nama keturunan Keluarga Gu mengalir kental pada Xuan Yi.
“Iya, aku memang merencanakan balas dendam pada Klan Iblis maupun Klan Manusia. Karena mereka sudah menganggu ibuku. Bahkan aku tidak peduli bahwa dari keduaklan itu tidak menyukaiku. Asal kau tetap menyayangiku, Ibu,” gumam Xuan Yi berpikiran positif sembari tersenyum senang.
“Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi, Ibu. Dan aku akan membalaskan semua perlakuan mereka berkali-kali lipat daripada yang kau alami,” lanjut Xuan Yi sinis.
Kemudian, pemuda itu pun bangkit dari tempat duduknya, lalu merenggang tubuh sejenak. Sebelum akhirnya, Xuan Yi melenggang pergi dari sana untuk menghampiri Shen Jia yang sudah ia duga pasti sedang berada di penginapan.
Hari mulai gelap membuat beberapa pengunjung terlihat menyalakan lampion di sisi barang dagangannya membuat Xuan Yi tanpa sadar tersenyum senang. Rasanya ia sudah lama sekali tidak pernah melihat situasi seperti ini.
Langkah kaki tegas sekaligus mantap itu pun menaiki satu per satu anak tangga di sebuah penginapan kecil dekat perbatasan Utara yang langsung mengarah pada kerajaan tetangga. Membuat Xuan Yi menatap daratan tersebut dalam diam.
Nyatanya kerajaan tetangga itu memang pernah sangat dekat dengan Kekaisaran Mouyu, sebelum akhirnya mereka memutuskan hubungan dan berdiri sendiri.
Sebuah pintu berkayu tertutup rapat itu pun membuat Xuan Yi menghentikan langkahnya. Ia terdiam sejenak dengan perasaan yang tidak nyaman sekaligus sungkan. Karena walau bagaimanapun juga, Shen Jia tetaplah seorang putri kesayangan rakyat.
Hanya saja mereka pasti tidak ada yang tahu bahwa penginapan kecil seperti ini penah didatangi oleh Shen Jia. Seorang putri sekaligus anak tunggal dari Yang Mulia Kaisar.
Sebelum memutuskan untuk masuk, Xuan Yi menyempatkan diri mengetuk pintu kamar penginapan yang di dalamnya ada seorang gadis cantik.
“Xuan Yi, kau sudah datang?” sapa Shen Jia dari belakang membuat pemuda dengan tangan mengepal yang tergantung itu pun membalikkan tubuh.
“Aku pikir kau ada di dalam tadi,” ucap Xuan Yi menatap seorang gadis tengah membawa dua mangkuk berisikan mie berwarna putih.
“Tidak, Xuan Yi. Aku keluar untuk mencari makan, dan ini hasilnya. Apa kau sudah makan?” Shen Jia menggeleng pelan sembari melenggang masuk meninggalkan seorang pemuda yang berada di depan pintu dengan ekspresi terkejut sekaligus bingung.
Namun, tak urung membuat Xuan Yi melenggang masuk ke dalam mengikuti Shen Jia yang terlihat menaruh dua mangkuk tersebut di atas meja bundar di tengah-tengah kamar. Tidak hanya ada mangkuk berisikan mie, melainkan ada teko berukuran cukup besar dan beberapa gelas tergeletak bersih untuk para tamu.
“Makan dulu. Aku tahu kau sejak tadi pasti belum makan sama sekali,” titah Shen Jia memberikan semangkuk berisikan mie dengan sepasang sumpit di atasnya.