Malam berlalu begitu cepat membuat Shen Jia dan Xuan Yi memutuskan untuk pergi dari penginapan. Sebab, mereka berdua terlibat suasana cukup canggung ketika berada di ruangan yang sama. Meskipun bisa dikatakan Xuan Yi tidur bersebrangan cukup jauh.
Namun, Shen Jia malah memilih untuk sarapan terlebih dahulu membuat Xuan Yi tidak bisa melakukan apa pun, kecuali menuruti permintaan gadis itu yang kini sudah duduk di salah satu meja dekat pintu masuk.
“Kita harus sarapan dulu, Xuan Yi. Perjalanan cukup jauh untuk kembali ke Chang’an,” ucap Shen Jia memberikan semangkuk mie panjang berwarna putih dengan berbagai sayuran menghiasi sekelilingnya.
Pemuda tampan nan gagah itu pun mendudukkan diri tepat di depan Shen Jia, lalu mengambil mangkuk berisikan mie tersebut dengan tersenyum tipis.
“Aku pikir kau cepat-cepat turun tadi untuk membeli sesuatu,” balas Xuan Yi mengambil sepasang sumpit berbahan kayu.
“Bukan. Aku tahu kalau kau semalam kembali larut malam. Bahkan kau tidak sempat untuk makan malam, Xuan Yi. Jadi, aku tidak ingin kalau kau jatuh sakit hanya karena ikut melakukan perjalanan bersamaku,” sanggah Shen Jia menggeleng pelan sembari memasukkan sejumput mie ke dalam mulutnya.
“Aku membantu salah satu penduduk di sini,” ucap Xuan Yi mengangguk beberapa kali.
Kemudian, pemuda itu teringat akan sesuatu bahwa ia mendapati sesuatu yang tidak terduga kemarin. Membuat Xuan Yi menatap gadis yang ada di hadapannya penuh makna.
Tentu saja hal tersebut membuat Shen Jia mengangkat kepalanya bingung, lalu memiringkan kepala dengan ekspresi mempertanyakan sesuatu.
“Apa kau membutuhkan sesuatu?” tanya Shen Jia.
Xuan Yi menggeleng pelan. “Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi apa kau akan marah padaku?”
“Apa kau baru saja melakukan kesalahan?” tanya Shen Jia dengan ekspresi serius.
“Bukan. Aku melihat Li Fang Yu dan keluarganya sedang melakukan transaksi,” jawab Xuan Yi menghela napas panjang.
“Benarkah? Aku memang sempat mendengar bahwa dia dari Keluarga Li yang gemar berdagang dengan penduduk lain, tapi aku tidak menyangka bahwa dia akan jauh-jauh datang ke sini.”
“Masalahnya, bukan itu yang aku maksud, Jia’er.”
“Lantas, apa yang kau maksud?”
“Aku tidak tahu kebenaran yang ada di sini. Tapi, menurut pemikiranku setelah mengantarkan Tian Mi membawa barang dagangannya, aku rasa semua pemerintahan di sini bermain kotor.”
“Bermain kotor? Apa maksudmu?”
“Aku melihat harga yang mereka tawarkan begitu miring daripada sebenarnya. Padahal ketika sampai di Chang’an mereka menjual dengan harga yang lumayan mahal. Aku rasa banyak sekali pemerintah di sini yang melakukan korupsi pada para warga.”
Shen Jia mendelik terkejut. Jelas saja ia sama sekali tidak menduga bahwa akan ada oknum yang bermain kotor dalam perdagangan berbagai barang. Yang tidak pernah terduga adalah pelakunya dari teman mereka sendiri.
“Apa yang kau katakana tadi benar-benar terjadi, Xuan Yi?” tanya Shen Jia berusaha memastikan bahwa pendengarannya tadi tidak salah.
“Tentu saja aku tidak berbohong,” jawab Xuan Yi mengangguk mantap.
Sejenak mereka berdua terdiam sembari terus menyuapi sendok per sendok ke dalam mulutnya sendiri. Sebab, mie putih bercampur daging dan sayuran yang hampir habis.
Akan tetapi, keterdiaman mereka berdua membuat suara seseorang berbincang begitu jelas. Tentu saja mereka terdengat mengatakan sesuatu tentang Chang’an.
“Orang-orang dari Chang’an semakin lama semakin menyebalkan,” keluh seorang lelaki yang tengah memakan sesuatu.
“”Kau benar! Mereka selalu saja menindas rakyat kecil. Mereka membeli barang dengan harga yang sangat miring, tetapi ketika dijual kembali begitu mahal,” balas seorang lelaki dengan emosi yang menggebu-gebu.
Sontak hal tersebut membuat Shen Jia dan Xuan Yi yang berada tidak jauh dari mereka berdua langsung memasnag telinganya lebar-lebar, lalu mendengarkan dengan seksama tentang perbincangan mengenai Chang’an.
“Aku sempat mengadukan hal ini pada pejabat daerah, tetapi mereka seakan menutup telinga rapat-rapat dan membiarkan masalah tetap berlanjut,” ucap seorang lelaki bertubuh besar dengan mendecih pelan.
“Sepertinya kita tidak bisa mengadukan hal ini pada pejabat daerah. Karena percuma saja mereka akan tetap melakukan hal kotor itu demi kepentingannya sendiri,” balas seorang lelaki yang awalnya makan, kini menghela napas panjang.
“Ide bagus, tapi apa bisa rakyat jelata seperti kita menghadap Yang Mulia Kaisar?” tanya seorang lelaki bertubuh kekar itu dengan ragu.
Sontak mereka semua pun terdiam dengan raut wajah kekecewaan tercetak begitu jelas. Membuat Shen Jia dan Xuan Yi mendengar hal tersebut langsung merasa kasihan sekaligus prihatin.
Xuan Yi bangkit dari tempat duduknya membuat sepasang alis lentik milik Shen Jia bertaut bingung sekaligus penasaran. Sedangkan pemuda itu hanya tersenyum misterius sembari meninggalkan mejanya sendiri.
Namun, Shen Jia hampir saja mengeluarkan bola matanya sendiri ketika melihat keberania Xuan Yi mendekati para lelaki berwajah sangar yang tengah membicarakan kejelekan pejabat daerah.
Raut wajah terkejut sekaligus penasaran terlihat dari tiga lelaki dewasa itu melihat kedatangan Xuan Yi yang mirip sekali dengan penduduk Chang’an. Cara berpakaian dan berperilaku pemuda itu terlihat jelas.
“Apa aku boleh duduk di sini?” tanya Xuan Yi mendudukkan diri sembari menatap mereka bertiga satu per satu.
“Bukankah kau sudah duduk?” balas seorang lelaki berwajah sangar yang melihat Xuan Yi sinis.
“Iya, kau benar,” jawab Xuan Yi sekenanya sembari tersenyum lebar.
“Kau ... dari Chang’an?” tanya seorang lelaki yang meletakkan sumpitnya di sisi mangkuk.
Hampir saja Xuan Yi mengangguk dan terbongkar sudah identitasnya. Akan tetapi, pemuda itu menggeleng sembari menaikkan salah satu kakinya ke atas bangku sembari bersikap liar layaknya para pendekar.
“Tentu saja bukan!” jawab Xuan Yi lantang sembari tersenyum miring menatap mereka bertiga secara bergantian.
“Lantas, kau ini siapa, Pendekar?” sahut seorang lelaki yang sejak tadi hanya memperhatikan tanpa berniat untuk menyela.
“Aku tidak perlu menjawabnya ketika kau sudah mengetahui bahwa siapa aku,” ucap Xuan Yi gamblang.
Shen Jia yang mendengar semua perkataan Xuan Yi itu pun mengernyit bingung sekaligus tidak mengerti. Ini bukanlah kali pertama pemuda itu melakukan hal-hal di luar dugaan. Akan tetapi, ini pertama kalinya Xuan Yi benar-benar nekat melakukan sesuatu tanpa memikirkan Sebab dan akibat dari tingkahnya sendiri.
“Apa yang sedang kalian bicarakan tadi? Masalah Chang’an?” tanya Xuan Yi menatap mereka bertiga satu per satu.
“Iya, kita sedang membicarakan masalah Chang’an,” jawab seorang lelaki berwajah sangar membuat dua lelaki lainnya terlihat menggeleng pelan.
Namun, sayang sekali lelaki itu menghiraukan begitu saja membuat Xuan Yi diam-diam merasa kagum akan keberanian lelaki tersebut untuk mengetahui semuanya dengan jelas. Tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi.
“Wah, pembicaraan yang cukup menarik,” puji Xuan Yi tersenyum lebar membuat ketiga lelaki itu menoleh satu sama lain akan respon tidak terduga dari pemuda asing tersebut.