Pria dengan badan tinggi besar itupun berkata, “Siapa kalian?, mengapa tidak melapor kalau menginap di rumah ini?.
Ryan yang masih terkejut melihat pria tinggi besar yang berdiri di hadapannya ini pun berkata, “Maaf, Bapak siapa? dan mengapa Bapak ada di sini?”
“Nama saya Pak Selamet dan saya ketua RT di desa ini. Mengapa kalian tidak datang untuk melapor kepada saya?”
“Maafkan kami, Pak!. Saya bernama Afif dan ini teman saya, Ryan. Kami datang ke sini, karena pemilik rumah ini mengirimkan surat untuk teman saya dan memintanya datang ke sini.” timpal Afif.
Ryan pun membenarkan perkataan temannya itu, ia lalu menjelaskan kalau mereka tidak mengetahui di mana letak rumah pak RT, ia berjanji nanti malam akan berkunjung ke rumah pak RT.
Setelah mendengarkan penuturan dari Ryan dan Afif. Pak RT tersebut pun menyebutkan letak alamat rumahnya. Kemudian, Pak Selamet berpamitan , untuk kembali ke rumahnya.
Begitu pak Selamet sudah tidak terlihat lagi, Afif bertanya kepada Ryan, “Kamu merasa aneh tidak dengan pak Rt tadi?”
“Pak Rt tadi, hampir saja membuatku terkena serangan jantung. Ia muncul dengan tiba-tiba di depan rumah kita. Sumpah, sepanjang perjalan kira dua kali bolak balik, aku tidak melihat adanya rumah di ujung jalan yang kita lewati.”
“Itulah Ryan, yang membuatku merasa aneh dan juga menurutku pak Rt tadi terlihat begitu misterius. Namun, entahlah kita tidak tahu pasti siapakah beliau sebenarnya, karena kita sebagai pendatang. Tentu saja, kita tidak mengenalnya.”
“Aduh, bagaimana ini, Afif?, aku sudah menjanjikan nanti malam kita akan datang berkunjung ke rumah pak Rt. Mana, kita berjalan kaki dan harus melewati pohon-pohon yang tinggi dan lebat. Semoga saja kita tidak menemukan hal yang buruk sepanjang perjalanan kita ke rumah pak Rt.”
Afif pun menyarankan kepada Ryan, agar mereka sepanjang perjalanan nanti tidak lupa membawa perlengkapan pertahanan diri.
Ryan yang menyetujui usul Afif , mengajak kepada temannya itu untuk memeriksa seisi rumah ini, yang barangkali saja bisa mereka bisa menemukan sesuatu yang bisa dijadikan sebagai senjata.
Pertama-tama, Ryan dan Afif memeriksa kamar yang ada di dekat dapur. Di mana tadi malam mereka mendengar suara langkah kaki yang diseret bermula dari kamar itu. Ryan memegang senter di tangannya, meskipun hari masih siang. Hanya saja, cuaca mendung membuat langit menjadi gelap, selain itu sebagai antisipasi kalau-kalau lampu di dalam kamar yang akan mereka datangi tidak mau menyala.
Begitu pintu kamar berhasil di buka, aroma apak dan juga bau tidak sedap langsung tercium oleh keduanya. Ryan mengarahkan senter yang ada di tangannya ke arah dinding untuk mencari steker listrik.
Setelah menemukan apa yang dicarinya, Ryan pun menekan tombol steker, sehingga menyala. Ruangan yang tadinya gelap menjadi benderang. Ryan dan Afif pun melihat ke seluruh ruangan dan mereka tidak menemukan sesuatu yang aneh dan menyeramkan.
“Mungkin ada bangkai binatang, sehingga aroma busuk begitu tercium.” bisik Afif.
Ryan menoleh ke arah Afif dan menganggukkan kepalanya. Mereka berdua pun masuk ke dalam kamar tersebut dengan hati-hati. Tidak sengaja kaki Ryan menginjak sesuatu yang berbulu dan bersuara mencicit.
Sigap Ryan mengangkat kedua kakinya dan melihat ke bawah, ia menginjak hewan yang kecil, mirip tikus, akan tetapi binatang itu bukanlah tikus, mungkin hamster, pikir Ryan dalam hatinya.
Ia lalu melanjutkan langkahnya untuk memeriksa kamar ini. Mereka melihat ada satu tempat tidur dengan singel bed dan juga sebuah lemari kayu. Dengan perlahan Ryan membuka pintu lemari tersebut.
Ia menemukan sebuah kotak yang terbuat dari kayu, kalau dilihat, maka usia kotak tersebut sudah tua sekali. Kotak kayu itu tampak rapuh termakan dan sudut-sudutnya sudah dimakan rayap.
Ryan pun membawa kotak tersebut ke atas tempat tidur, lalu dengan perlahan dibukanya. Ternyata di dalamnya berisi batu-batuan dan juga bros.
Ditutupnya kembali kotak kayu itu dan diletakkannya di atas tempat tidur, Ryan tidak melihat, kalau di kamar itu ada sebuah potret yang memperlihatkan wajah seorag pria dengan kumis yang lebat dan juga mata yang berwarna coklat.
Sepasang mata itu mengawasi gerak-gerik Ryan dan Afif. Bibirnya yang dihiasi kumis tebal, sesekali bergerak-gerak, membuka dan menutup. Seolah menyiratkan keberatan dan setuju dengan apa yang dilakukan oleh Ryan dan Afif di dalam kamarnya.
Afif yang merasa, kalau terus diawasi menoleh ke belakang dan ia menjadi terkejut, ketika ia melihat ada potret dengan raut wajah tegas, bahkan terkesan galak melihat ke arah mereka dengan mata yang melotot.
Suara Afif tertahan di tenggorokan, ia tidak bisa berteriak untuk memberitahukan kepada Ryan, bahwa mereka diawasi okeh pemilik kamar ini.
Secepat kilat, mata yang tadinya terbuka lebar itu menutup rapat dan menatap tajam ke arah Afif. Hampir saja Afif kencing di celana, saking takutnya.
“Lihat ini, ada tongkat bisbol yang bisa kita jadikan sebagai alat perlindungan, Afif!” kata Ryan. Namun, tidak terdengar ada jawaban dari Afif, hanya suaranya saja yang terdengar , dan suara cicak yang merayap di dinding.
Ryan yang merasa diabaikan oleh Afif ketika meminta pendapatnya. Dilihatnya, temannya itu menatap ke arah potret yang menempel di dinding kamar tersebut, Ryan berbalik dan menghampiri Afif dan menepuk pundak temannya, sehingga temannya itu menjadi terkejut.
“Kenapa kamu melamun?, apa yang kamu lihat?” tanya Ryan kepada Afif.
Afif tersadar dari keterpukauanya akan apa yang dilihatnya. Dengan suara, seperti orang yang linglung ia pun berkata, “Aku melihat mata dalam potret itu bergerak-gerak dan melihat ke arah kita dengan tatapan tidak suka.”
“Aku juga melihatnya, kurasa sebaiknya kita tinggalkan saja kamar ini, daripada kita mendapati hal yang mengerikan menimpa kita.” kata Ryan dengan suara yang pelan.
Keduanya pun meninggalkan kamar tersebut dengan cepat dan mereka hampir saja berlari kencang, ketika sosok dalam potret tersebut tertawa dengan nyaring.
Setelah berada di luar kamar, dengan cepat Afif menutup pintu kamar itu, sementara Ryan mendorong sofa yang berat untuk menjadi pengganjal pintu agar makhluk dalam potret itu tidak melompat ke luar.
Merasa kalau makhluk dalam potret itu tidak akan bisa ke luar, Ryan dan Afif pun memilih untuk mengganti lampu di ruang tengah yang putus. Di saat keduanya sedang mengganti lampu, terdengar suara petir yang menggelegar dengan nyaring.
Tak lama kemudian terdengar suara hujan yang jatuh menimpa genteng dengan nyaring. Afif dengan cepat menyelesaikan memasang bohlam lampu. Baru saja ia turun dari atas tangga, ruangan yang tadinya benderang, mendadak menjadi gelap gulita.
Ryan menyalakan senter yang ada di tangannya, sehingga ruangan itupun menjadi terang. “Semoga saja lampu padam tidak lama.”
Mereka berdua pun duduk di atas sofa yang warnanya mulai pudar dimakan oleh usia. Melalui kaca jendela yang ada di ruang tamu, merela melihat gerakan-gerakan, terkena angin yang bertiup kencang.
Udara menjadi terasa dingin, Ryan dan Afif enggan untuk naik ke atas kamar mereka, karena harus melewati deretan potret yang menyeramkan.
“Mengapa kau harus mendapatkan warisan berupa rumah yang angker, sih?” tanya Afif.
“Mana kutahu! seandainya bisa memilih pun sudah pasti, aku tidak akan memilih untuk menjadi ahli waris dari rumah angker ini.”
Perpaduan antara lelah dan udara yang dingin, membuat Ryan dan Afif menjadi mengantuk, sehingga keduanya pun merebahkan badan mereka di atas sofa dan dengan cepat mereka terlelap.
Mereka berdua tidak menyadari, kalau pintu ruang depan terbuka dan tertutup kembali dengan bunyi yang nyaring. Bagaikan terkena sihir, Ryan dan Afif tidak terusik sama sekali dari tidur mereka.
Bersamaan dengan pintu yang terbuka dan tertutup kembali tadi, masuklah sosok wanita dengan gaun selutut dan wajah cantik. Pipi wanita itu terlihat tirus dengan lesung pipit menghiasi pipi wanita itu.
Wanita itu melayang mendekat ke arah Ryan dan Afif yang tertidur dengan nyenyak. Hawa menjadi semakin dingin, di sekitar tempat wanita itu berada. Wanita itu tidak menguarkan aroma busuk, melainkan wangi bunga melati.
Berhenti tepat di samping Ryan, wanita itu meniup telinga Ryan, sehingga membuat yang ditiup menjadi terbangun. Perlahan, Ryan membuka kedua matanya dan ia menjadi sangat terkejut, wanita yang pertama kali menyambut kedatangannya dengan duduk di muka jendela dan menyibak gordennya.
Kini, wanita itu berdiri sangat dekat dengannya, sehingga ia dapat merasakan aroma busuk dari mulut wanita itu. Ryan pun perlahan mundur dari dekat wanita itu. Namun, ia tidak dapat bergerak mundur lebih jauh lagi, karena di belakangnya adalah kepala sofa.
Wanita itu tersenyum senang melihat Ryan yang tidak dapat bergerak ke mana-mana lagi. Ryan semakin dibuat takut, saat ia melihat taring yang menyembul ke luar dari mulut wanita itu yang terbuka.
Ryan mengarahkan tatapannya ke ujung kaki wanita itu yang tidak mengenakan alas dan terlihat melayang, tidak menyentuh lantai sebagai tempat berpijak.
Dalam hatinya Ryan mengomeli Afif yang masih dengan nyenyak tertidur. Tuan merasa kesal dengan keadaan, di mana ia tidak bisa berbuat apapun. Ia berada di jalan buntu. Bagaimana caranya agar Afif terbangun dari tidurnya dan wanita, yang ternyata bukan manusia ini bisa pergi menghilang dari hadapannya.
Tidak terduga sama sekali, hantu yang melayang tepat di hadapannya menghilang begitu saja. Hal itu justru membuat Ryan menjadi ketakutan, karena ia tidak mengetahui, apa yang membuat hantu wanita itu menghilang begitu saja.
Bulu kuduk Ryan berdiri semua dan hidungnya juga mencium aroma yang menyengat. Amis dan anyir, Merasa, kalau sumber dari bau tersebut berada tepat di belakang punggungnya, Ryan pun berbalik dan ia melihat sosok yang tadi ada dalam potret dengan kumis yang tebal dan mata yang melihat ke arahnya dan Afif dengan tidak suka, berdiri tepat di hadapannya.
Rasanya Ryan hendak tidur saja seperti Afif atau pingsan sekalian, sehingga ia tidak perlu berhadapan dengan makhluk menyeramkan yang kini dekat dengannya.
Dapat didengarnya suara berupa geraman yang tidak jelas bunyinya dari makhluk di depannya ini. Ia lalu membacakan beberapa ayat-ayat suci untuk mengusir setan. Makhluk menyeramkan ini pun menatap ke arah Ryan semakin tajam dan sebelum akhirnya makhluk itu menghilang, dapat didengar oleh Ryan bagaimana makhluk itu memberikan ancaman kepadanya.
Wuss!, makhluk itu sudah menghilang, begitu juga bau tidak sedap yang tadi tercium pun turut menghilang. Ryan mengucapkan syukur, ia tidak menderita hal yang buruk, meskipun tadi ia sudah tidak mampu, apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi makhluk yang berbeda alam dengan dirinya.
Ryan tidak sanggup untuk berdiri dari duduknya, karena lututnya terasa lemas, tidak bertenaga. Bahkan, bulir-bulir keringat membasahi wajah dan kemeja yang dikenakannya. Padahal, cuaca tidaklah panas. Keringat yang muncul lebih dikarenakan rasa takutnya.
Terlihat pergerakan dari sofa yang ditiduri oleh Afif, rupanya ia terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Afif melakukan peregangan badan, dengan cara mengangkat kedua tangannya ke atas kepala.
Ia lalu menoleh ke arah Ryan yang terlihat bersimbah keringat membuatnya menjadi heran melihatnya. Ia pun bertanya kepada sahabatnya itu dan Ryan pun secara singkat menjelaskan apa yang baru saja terjadi.
“Mengapa aku tidak terbangun? dan mengapa hanya kau saja yang sepertinya selalu didatangi oleh makhluk yang sudah tidak satu alam lagi dengan kita. Apakah makhluk astral itu mengetahui, kalau kamu lah yang akan menjadi tuan rumah yang baru di rumah ini, sehingga mereka merasa perlu untuk memperkenalkan dirinya?” berondong Afif dengan banyak pertanyaan kepada Ryan.
“Mana kutahu, tetapi analisa darimu bisa jadi benar. Para makhluk tak kasat mata itu hendak memperkenalkan diri mereka, dengan cara membuatku ketakutan dan hampir terkena serangan jantung, sehingga aku pun bernasib sama seperti mereka, ditolak bumi dan dan dilempar langit. Begitu maksudmu?”
“Maaf, kalau kamu tersinggung. Aku hanya mencoba untuk mengutarakan pendapatku saja, tidak bermaksud untuk membuat dirimu menjadi marah.”
Ryan tertawa kecil, “Tenang, Afif! Aku tidak marah kok, aku hanya merasa sedikit banyak sepertinya apa yang kamu katakan itu ada benarnya juga.”
Kembali pintu depan yang tadinya tertutup, terbuka dengan sendiri. Padahal pintu itu terbuat dari bahan yang berat dan kuat.
“Sepertinya angin bertiup dengan sangat kencang sekali. Hanya saja yang menjadi pertanyaan dan membuatku menjadi heran adalah, bagaimana bisa pintu yang tadinya sudah ku kunci, setelah kepergian pak Rt, bisa terbuka dan menutup dengan sendirinya.” kata Ryan.
Afif mengangkat bahunya, ia pun sama bingung dan herannya dengan Ryan, “Kita rupanya akan akrab dengan hal yang berada di luar nalar dan logika kita sebagai manusia. Ada kekuatan metafisika yang membuat pintu tersebut dapat bergerak.”
“Seandainya saja, tidak datang ke rumah ini, mungkin kita tidak akan menjumpai hal mistis dan kejadian yang tidak masuk akal dan nalar.”
“Menurutku Ryan, kalau kita tidak datang ke rumah ini, kita tidak akan mengalami pengalaman yang seru. Sekarang, kita sudah mengetahui kalau kita tidaklah berdua saja di dalam rumah ini, tetapi ada makhluk berbeda alam dengan kita yang juga tinggal di rumah ini. Kita harus mencari cara bagaimana, agar kita dan makhluk alam lain, yang sudah terlebih dahulu tinggal di rumah ini tidak menjadi marah dengan kehadiran kita.”