Afif hampir kencing di celana, saking takutnya melihat makhluk menyeramkan dengan bau anyir yang melayang di hadapannya.
Makhluk dengan wujud perempuan, yang seluruh badannya berwarna merah muda, itu. Wajahnya terlihat datar, tanpa ekspresi.
Mata Afif tidak bisa berkedip menatap makhluk astral itu, ini adalah untuk yang pertama kalinya ia melihat hantu.
“Maaf! aku tadi tidak bermaksud untuk berteriak. Aku bukalah orang jahat dan tidak sengaja datang ke tempat ini. Aku sedang mencari temanku,” kata Afif dengan suara yang bergetar, karena rasa takut.
Afif mengangkat kedua tangannya, karena makhluk astral tersebut melayang mendekat ke arahnya.
“Ya Tuhan! aku masih ingin hidup, jangan biarkan makhluk ini mendekatiku! aku tidak mau. meninggal sendirian di sini, nanti tidak akan ada yang mengunjungi makam ku,” gumam Afif dalam hatinya.
Makhluk halus itu berhenti tepat di depan Afif, hingga aroma tak sedap itu semakin kuat tercium olehnya.
Jantung Afif, rasanya hampir copot, ketika ia didorong ke samping secara tiba-tiba dan terdengar suara, yang sangat diharapkan oleh Afif,.
“Kenapa kamu hanya diam saja? Tidakkah kamu tahu, itu berbahaya untuk keselamatan nyawamu!” bentak Ryan emosi.
Anehnya, dengan kemunculan Ryan, hantu yang tadi melayang tepat di depan wajah Afif, justru menghilang. Entah, apa yang membuatnya menghilang, rasanya mustahil, kalau hantu itu takut kepada Ryan.
“Aku tidak dapat menggerakkan kaki ku, seakan makhluk itu menghipnotis ku, sehingga aku tidak bisa bergerak sama sekali. Kau sendiri kemana menghilang? dan, kok kamu bisa tiba-tiba saja muncul di sini?” tanya Afif, yang sudah merasa lega, karena makhluk halus, dengan wujud wanita tadi sudah menghilang.
Ryan duduk di samping Afif, ia merasa kesakitan. Kakinya yang terkilir, tadi dipaksanya untuk berlari, hanya karena ia merasa nyawa Afif dalam bahaya.
“Aku juga tidak mengerti, sepertinya aku mengambil jalan yang salah dan yang aku tidak mengerti, diriku bisa menemukan jalan ini lagi dan melihat dirimu yang dalam bahaya,” sahut Ryan.
Afif mengangguk, ia lalu melihat kaki Ryan yang kaki celana jeansnya digulung oleh Ryan, sehingga memperlihatkan kakinya yang bengkak dan berwarna biru.
“Kenapa dengan kakimu?” tanya Afif.
“Kakiku terperosok jatuh ke dalam lubang, sama sepertimu, aku juga bertemu dengan makhluk yang sudah beda alam dengan kita,” jawab Ryan. “Hanya saja, makhluk yang kulihat tadi laki-laki,” tambah Ryan.
“Sekarang bagaimana? apakah kita meneruskan perjalanan kita ke rumah pak Erte? ataukah kita kembali saja? secara pakaian kita sudah basah kuyup,” tanya Afif kepada Ryan.
“Sebaiknya kita meneruskan saja perjalanan kita menuju rumah pak Erte, daripada kembali. Kita ikut berganti pakaian di rumah pak Erte saja, lagipula kita kalau pun pulang, akan sama basahnya juga,” sahut Ryan.
Keduanya pun melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah pak Erte. Mereka berjalan berdampingan, sambil bercakap-cakap, untuk memastikan mereka tetap bersama.
Sementara itu di belakang Ryan dan Afif yang sudah jauh berjalan, terlihat Ryan asli, berjalan tertatih-tatih, dengan bantuan tongkat.
“Ya Tuhan! apakah itu diriku yang berjalan bersama dengan Afif? ternyata makhluk halus yang ada di hutan ini, bisa mengubah penampilan mereka, menjadi sama persis dengan aslinya. Kemana makhluk yang menyerupai ku itu, akan membawa Afif?” gumam Ryan.
Ia sudah mencoba untuk berteriak berulangkali, tetapi suaranya ke luar, tidak sekencang yang diinginkannya. Dan, yang membuat kemarahan Ryan semakin menjadi, ketika dengan sengaja makhluk yang menyerupai dirinya tersebut, membalikkan badannya.
Makhluk yang menyerupai dirinya itu kemudian menjulurkan lidahnya, yang terbelah, seperti lidah ular dan mengacungkan jempolnya, ke arah Ryan asli.
Ryan menatap Afif yang berjalan berdua dengan dirinya yang palsu. Tidakkah Afif memperhatikan perbedaan dirinya dengan makhluk yang kini jalan berdua dengannya.
“Semoga Afif baik-baik saja dan segera menyadari siapa yang sedang bersama dengannya, aku juga harus berhasil mengikuti mereka, sebelum Afif menghilang dan dibawa ke alam sebelah oleh makhluk halus yang berjalan di sebelahnya, tanpa disadari oleh bahwa dirinya ke luar dari jalan utama.
Ryan menepuk pelan keningnya, “Astaga! kenapa aku bisa sampai lupa, seperti ini. Bukankah, aku dan Afif mempunya kode siulan untuk memberikan tanda, kalau salah seorang dari kami berada dalam bahaya,” gerutu Ryan yang kesal kepada dirinya sendri, karena melupakan hal seperti itu.
Ia lalu menadahkan kedua tangannya, untuk menampung air hujan yang turun, untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering, dengan air hujan tersebut, sampai dahaganya hilang.
Dirinya pun menahan rasa sakitnya dan berlari, sambil pincang menyusul Afif hingga bayangan badan Afif terlihat oleh matanya. Ia berhenti, untuk mengatur napasnya dan mulai bersiul dengan nyaring, dengan nada berupa kode yang diketahui oleh mereka berdua.
Afif yang sedang berjalan bersama dengan Ryan merasakan sedikit keanehan, kepada temannya. Melalui ekor matanya, ia bisa melihat, kalau temannya ini berjalan sedikit melayang. Dan, semakin jauh mereka berdua berjalan. Ia mencium bau anyir dari Ryan.
“Jangan berpikir yang macam-macam, ini pasti karena luka di kakinya, yang mengeluarkan darah, sehingga berbau anyir,” gumam Afif dalam hatinya,
Ia lalu melirik Ryan dan ternyata Ryan menoleh ke arahnya juga. Ia tersenyum memperlihatkan giginya yang berwarna hitam dan bersamaan dengan hal itu. Didengarnya suara siulan yang menjadi kode baginya.
Bulu kuduk Afif berdiri, “Kalau pria yang berjalan bersama denganku ini bukan Ryan, lalu siapakah dia?” tanya Afif dalam hatinya.
Jantungnya berdebar semakin kencang, ia pun membalas siulan tadi, dibuatnya dirinya merasa santai. Dalam hatinya, ia berharap Ryan yang berjalan di sampingnya ini akan membalas siulannya.
Harapan Afif tidak terkabulkan, Ryan justru bertanya kepadanya, “Untuk apa kau bersiul seperti tadi? apakah kau merasa senang, kita terjebak di tengah hutan ini?”
Afif pun menoleh ke arah Ryan dan berkata, “Aku hanya berharap dengan bersiul hujan akan berhenti turun, aku kedinginan. Dan rasanya, sampai menembus ke tulang.”
“Jangan menjadi lemah Afif! kau sudah tahu sendiri, bukan resikonya berjalan di tengah hutan dalam situasi yang seperti ini,” sahut Ryan.
“Aku ingin berhenti sebentar, kaki ku terasa pegal dan sakit. Apakah kau tidak merasa sakit? bukannya kakimu tadi kamu bilang terkilir dan juga terluka?" tegur Afif.
Ryan yang berdiri di sampingnya hanya tersenyum lebar saja. “Aku tidak apa-apa, terima kasih atas turut prihatin dengan keadaanku. Baiklah, kita beristirahat dahulu,” sahut Ryan.
Petir dan kilat yang sudah tidak terdengar lagi, membuat keduanya memutuskan untuk berteduh di bawah pohon besar, yang dipilih oleh Ryan.
“Berhenti Afif! kamu jangan mengikuti makhluk halus yang berjalan di sampingmu!” teriak Ryan. Namun, sayangnya. Temannya itu, tidak bisa mendengar teriakannya lagi, pria yang berada di sampingnya sudah menutup pendengaran Afif, sehingga ia tidak bisa mendengar suara Ryan.
Makhluk halus yang berjalan di samping Afif lah yang menoleh dan memperlihatkan deretan giginya yang hitam dan matanya merah menyala, karena marah.
Afif yang berjalan di samping Ryan, merasa heran. Kenapa pohon, yang tadinya terasa dekat, tetapi ketika mereka datangi seakan berjalan menjauh. Kesadaran menghantam Afif, ia sudah ke luar dari jalan utama. Satu hal, yang seharusnya tidak pernah ia lakukan.
Ia pun menghentikan langkahnya, “Ryan, aku tidak mengerti, mengapa kita berjalan justru semakin jauh masuk ke dalam hutan? tanya Afif.
Ryan yang disebut namanya oleh Afif menoleh ke arah Afif dan saat itulah ia memperlihatkan siapakah dirinya yang sebenarnya.
“Astaga! kau bukanlah temanku Ryan? pantas saja, makhluk yang tadi hendak menyerang ku, langsung kabur begitu melihatmu!” seru Afif.
Afif pun berjalan mundur mencoba untuk kembali ke jalan yang tadi dilaluinya. Namun, ia justru merasa dirinya berputar di situ-situ saja, mengelilingi makhluk halus, yang telah mengubah wajahnya, seperti Ryan.
Afif pun bersiul dengan nyaring, berharap siulannya terdengar oleh Ryan, sementara itu, makhluk halus yang tadi menyerupai wajah Ryan, mendekati dirinya. Sekarang, makhluk itu memperlihatkan giginya yang berwarna hitam.
Ia pun berjalan mundur untuk menjauhi makhluk halus tersebut, sampai punggungnya menyentuh sesuatu yang dingin dan basah. Ryan pun terdiam di tempatnya berdiri. Darahnya serasa membeku, jantungnya pun rasanya hampir berhenti berdetak.