8. Bali

1689 Kata
--- Jika waktu terulang kembali, --- Aku akan tetap melakukan hal yang sama, --- Yaitu jatuh cinta padamu, dan takkan pernah menyesalinya. *** Bali, menjadi salah satu destinasi wisata yang paling ingin dikunjungi oleh Lila. Sebenarnya dia pernah ke Bali dengan ayahnya, namun hanya beberapa hari saja, itupun karena dia ikut menghadiri salah satu acara dari kolega ayahnya dan hanya berada di hotel, sang ayah terlalu takut Lila tidur di jalan dan membuatnya celaka. Dia sangat takut kehilangan Lila.    Karenanya kali ini Lila ingin menjelajah berbagai tempat di Bali, bersama dengan Ghibran dia mampu mewujudkan keinginannya.    Ghibran mengajak Lila ke salah satu bukit, berjalan bersamanya. Lila memakai celana bahan dan sepatu sport yang membuatnya tampak lebih trendi. Kacamata hitam juga topi besar khas pantai menutupi kepalanya, cuaca di Bali memang cukup panas siang ini.    "Capek?" tanya Ghibran, Lila menggeleng, senyum indahnya selalu diperlihatkan pada lelaki itu. Ghibran mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Lila, padahal sebelumnya dia lebih suka memotret berbagai objek yang dapat di tangkap oleh kamera DSLR miliknya.    "Istirahat disana?" tunjuk Ghibran pada sebuah pohon besar tepat di atas bukit. Lila mengangguk senang, dia memang cukup capek namun dia tak mau mengeluh, dia terlalu takut Ghibran khawatir dan mengajaknya menyudahi acara jalan-jalannya, padahal dia selalu memimpikan hal ini.    Ghibran membuka kemeja panel yang dikenakannya, menyisakan kaos oblongnya. Meletakkan kemeja itu tepat diatas rumput dan mempersilakan Lila duduk beralaskan kemejanya. Lila mengucapkan terima kasih dan duduk di atas panel milik Ghibran, bersandar pada batang pohon besar nan rindang di belakangnya.    Ghibran duduk di samping Lila, membuka tas ranselnya dan menyodorkan air minum pada Lila, Lila menenggaknya dan memberikan kembali pada Ghibran yang langsung diminum Ghibran.    "Indah banget," ucap Lila memandang pemandangan di hadapannya, dari ketinggian dia bisa melihat jejak perjalanan yang telah mereka lewati tadi.    Ghibran membidik wajah Lila dari dekat, Lila menoleh dan menutup lensa kamera lelaki itu.    "Dari tadi foto aku terus," cebik Lila, "pasti ekpresi aku aneh-aneh," lanjutnya. Ghibran menggeleng dan meletakkan kamera itu di sampingnya.    "Cantik kok," ucapnya.    "Apa sih," Lila tersipu, pipinya memerah, kulit putih membuatnya tak bisa menutupi rona merah pipinya saat – saat dimana dia merasa malu seperti ini.    "Sini," Ghibran menepuk pahanya, mengisyaratkan agar Lila merebahkan kepalanya di paha itu. Lila melepaskan topi nya dan meletakkan kepalanya di paha Ghibran, Ghibran membelai rambut Lila yang terasa sangat lembut di tangannya, tentu Lila melakukan banyak perawatan pada seluruh tubuhnya, sehingga wanita itu memang tampak sempurna.    Ghibran memajukan wajahnya dan mengecup pipi Lila, lalu mengusap pipi itu, Lila terus saja tersipu malu. Degup jantungnya selalu berdebar kencang saat berdekatan dengan pria yang menjadi suaminya itu, nampak dia sangat mencintainya.    "Langitnya juga Indah," Lila menunjuk langit, dimana warna biru cerah dihiasi sedikit awan yang ber-arak saling beriringan, desau angin sesekali menerpa mereka, membuat udara sedikit sejuk. Ghibran kembali mengambil kameranya dan memotret langit, dan tanpa di ketahui Lila, dia memotret wajah Lila lagi, hingga Lila berdehem dan Ghibran meletakkan kamera itu lagi.    Lila menjulurkan tangannya, mengambil kamera di samping Ghibran, lalu membidik lelaki itu, Ghibran menutup lensa kameranya seperti yang dilakukan Lila tadi, namun Lila mengelak dan duduk, menjauhi Ghibran sambil membidik berkali-kali, Ghibran menarik tangan Lila dan tertawa, mengambil paksa kamera itu dan meletakkan di sampingnya.    "Sini istirahat," kekeh Ghibran, Lila menyandarkan kepalanya di bahu Ghibran sementara tangannya menggenggam jemari Ghibran, lelaki itu mengusap jemari Lila dengan ibu jarinya. Lila memperhatikan tangan kekar Ghibran ada beberapa bekas luka di tangannya, juga kulit tangannya yang agak kasar.    "Kasar ya?" tutur Ghibran, merasa bahwa Lila memperhatikan kulit telapak tangan Ghibran.    "Pernah kerja berat ya?" tanya Lila.    "Bukannya pernah, tapi sering, kalau sudah waktunya bayar kuliah tapi uangnya nggak cukup, biasanya nyambi kerja jadi kuli panggul di pasar," ucap Ghibran, Lila mendongak dan mengusap pipi lelaki itu.    "Jangan pernah kerja kasar seperti itu lagi ya," ucapnya.    Ghibran mengecup tangan Lila, "Iya kan sekarang kerjanya sudah enak ada AC nya juga ruangannya sendiri,"  "Papa perlakukan kamu dengan baik di kantor?" tanya Lila lagi.    "Tentu, papa sudah menganggap aku layaknya anak sendiri,"    "Syukurlah, karena nanti kamu yang akan meneruskan perusahaan papa," Ghibran mencubit ujung hidung Lila dengan gemas.    "Anak kita nanti yang meneruskannya," ucap Ghibran membuat Lila tersenyum malu – malu, tangannya terulur mengusap perutnya.    "Semoga aku segera hamil," ucapnya, Ghibran mengamini ucapan Lila.    "Selain Bali, ada tempat yang mau kamu kunjungi lagi?"    "Ya ada banyak tempat yang mau aku kunjungi," jawabnya, matanya memandang lurus ke depan membayangkan petualangan lain yang pasti akan lebih menyenangkan jika dilakukan bersama Ghibran.    Ghibran menoleh dan mengecup kepala Lila, "Kalau sudah selesai istirahatnya, kita jalan lagi yuk," ajak Ghibran, Lila mengangguk melepaskan tangan Ghibran, sementara lelaki itu berdiri lebih dahulu, Lila mengambil topinya dan tangan Ghibran terulur, membantu Lila berdiri, Lila memakai kembali topi itu dan menerima uluran tangan Ghibran. Lila selalu senang dengan perlakuan Ghibran yang sangat baik terhadapnya, Ghibran jelas terlihat sangat mengutamakannya dalam hal apapun.    Kali ini mereka berjalan sambil bergandengan tangan, hari mulai beranjak sore ketika mereka sampai ke Villa tempat mereka menginap.    Villa yang sangat Indah, pemandangan ke laut lepas, dan ada kolam renang privat di luarnya, Villanya sangat luas dan besar, kolam renang ada di lantai atas, lantai yang tak boleh dijangkau oleh para pelayan villa tersebut hingga memberikan kesan yang sangat privat, untuk makan Lila dan Ghibran akan turun ke lantai bawah.    Ghibran duduk di kursi pinggir kolam renang, melihat Lila yang telah mengenakan bikini berwarna putih dan juga memakai kain bali yang di sampirkan sebagai rok, menghampiri Ghibran sambil membawa dua gelas jus jeruk.    Ghibran menerima jus itu dan meminumnya, sementara Lila meletakkan gelas miliknya di meja, juga melepaskan kait roknya dan menceburkan kakinya ke kolam, duduk di pinggir kolam.    Ghibran melepas kaos dan celana panjangnya, menyisakan celana pendeknya saja. Ikut duduk di samping Lila dan menyipratkan air ke tubuh Lila, Lila membalasnya dan saling mencipratkan air, tertawa dengan tubuh yang semakin basah.    Ghibran turun ke kolam dan menarik tangan Lila, menggelitikinya hingga Lila kegelian dan terengah karena tertawa, Lila mengusap wajahnya yang basah. Namun sesuatu terasa mencolok matanya, Lila menguceknya dan benda itu tak jua mau keluar.    "Kenapa?" Ghibran merasa khawatir, menghampiri Lila dan ikut melihat ke mata wanita itu, ternyata bulu mata Lila ada yang jatuh dan masuk ke matanya.    "Ada bulu mata masuk, coba kamu lihat ke atas, aku ambil," ucap Ghibran, Lila menurutinya dan membiarkan Ghibran mengambil bulu mata yang menyakiti matanya itu, jarak mereka sangat dekat, bahkan deru nafas Ghibran menerpa wajah Lila. Dan setelah berhasil mendapatkan sehelai bulu mata itu Ghibran memberikannya pada Lila.    "Masih perih?" tanya Ghibran, Lila menggeleng.    "Makasih ya," ucapnya. Ghibran memegang tengkuk Lila dan mengecup bibirnya, Lila memeluk pinggang Ghibran dan membalas ciuman itu, tangan Ghibran mulai terulur ke belakang tubuh Lila, melepas ikatan bra Lila dan meletakkannya di pinggir kolam, tubuh atas Lila yang telanjang kini. Bibir mereka masih menyatu dengan hisapan dan lumatan yang panjang, deru nafas saling memburu ketika Ghibran memainkan bukit kembar milik Lila dengan tangannya yang sangat lihai.    Lila mulai berani mengeksplor tubuh Ghibran, membelai d**a Ghibran lalu ke perutnya, dan memasukkan tangannya ke balik celana Ghibran, mengusap kejantanan suaminya yang mulai mengeras, "akhh," ucap Ghibran ketika Lila menekan ujung kejantanannya dan mengurut batang kejantanannya.    Mereka tak perlu takut ada yang mengintip karena memang villa privat ini mengutamakan privasi pelanggannya dan sudah kode etik para pelayan villa untuk tak memasuki kawasan pribadi di lantai ini jadi mereka benar-benar hanya berdua ditempat ini.    Ghibran meraba b****g Lila dan meremasnya, jemarinya mulai memainkan kewanitaan Lila, Lila terus mendesah dan menggelinjang. Bercinta di kolam renang, merupakan pengalaman baru bagi mereka berdua.    Ghibran menarik pelan tangan Lila agar tak memainkan kejantanannya, dia menarik tali celana Lila hingga terlepas, mengangkatnya dan tersenyum Lila menunduk malu, diletakkan celana itu bersama bra Lila yang berada di pinggir kolam. Lila mengalungkan tangannya ke leher Ghibran dan mengecup lelaki itu, melesakkan lidahnya ke mulut Ghibran dan mengabsen gigi lelaki itu saling membelit dan mencecap rasa. Ghibran mulai memposisikan kejantaannya di kewanitaan Lila, tangan sebelahnya menarik kaki Lila agar melingkar di tubuhnya, mengangkat tubuh Lila dan memasukkan kejantanannya tepat di kewanitaan Lila.  Tubuh Lila mundur membentuk pinggir kolam dan Ghibran pun perlahan mendorong kejantanannya keluar masuk dengan ritme yang konstan, air beriak karena kegiatan mereka, Lila mendongak dan menikmati hujaman demi hujaman yang diberikan Ghibran. Lila memejamkan mata dan terus mendesah. Ghibran mengecup dan menghisap leher Lila, tangannya sudah memainkan p******a Lila dengan terus memompa wanita itu.    "Akhhh,," desahan Lila lolos saat Ghibran menusuknya dengan semakin dalam.    "Enak?" tanya Ghibran melepas hisapannya di leher Lila.  "Euhmm enak banget," ucap Lila, Ghibran memegang b****g Lila dan meremasnya, menggerakkan tubuh Lila agar semakin menyatu padanya.    Semakin lama hujaman Ghibran semakin cepat dan dalam, Lila merasa akan sampai pada puncaknya, tubuhnya menggelinjang dan menegang, Ghibran semakin mempercepat gerakannya dan menghujamkan dalam – dalam kejantanannya, menyemburkan cairan hangat di dalam kewanitaan istrinya itu.    Mendiamkan miliknya cukup lama, mengatur nafas mereka berdua yang terengah akibat pergulatan itu. Lila membuka matanya dan melihat Ghibran yang tersenyum padanya. Ghibran mengecup kening Lila dan melepaskan miliknya, lalu memeluk Lila dengan sangat erat, mendaratkan kecupan demi kecupan ke kepala Lila, Lila membalas pelukan itu juga dengan sangat erat.    "Aku sayang banget sama kamu Ban," tutur Lila. Mata Ghibran menerawang jauh, "aku juga," ucapnya pelan, menggeleng berusaha menepiskan satu bayangan yang sering kali menghantuinya.    Ghibran melepas pelukannya pada Lila, dan mengusap pipi Lila, mengangkat kedua alisnya. "Yuk renang beneran," ucapnya sambil mengambil posisi renang.  "Nggak pakai celana dulu?" kekeh Lila.  "Nggak usah biar dia bebas," jawab Ghibran sambil meluncur dan berenang, Lila tertawa dan mengejar Ghibran sambil berenang gaya bebas, mereka membiarkan tubuh menyatu dengan alam dan saat sampai ke pinggir kolam mereka akan saling melemparkan tawa, mencipratkan air, atau sekedar bercanda, tangan Ghibran yang menggoda dengan mencubit p****g p******a istrinya itu, lalu berenang cepat dan Lila mengejarnya lagi, berkejaran di kolam, seolah dunia hanya milik mereka berdua, Ghibran cukup senang karena dia bisa membahagiakan Lila seperti janjinya pada ayahnya Lila. Masalah hatinya, biarlah hanya dia yang tahu, yang penting Lila bahagia dan dia mendapatkan apa yang diinginkan. Yaitu hidup berkecukupan dan jauh dari kata susah. Dia benar-benar sudah lelah hidup susah selama ini, kali ini dia ingin menikmati hidup dengan lebih baik lagi, selama Lila ada di sampingnya, dia berhak tenang. ***  bersambung    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN