Arhan memenuhi janjinya pada Zahra untuk membawa keluarganya untuk melamar Zahra secara resmi ke rumah mereka. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dalam lamaran tersebut, karena Mama dari Arhan benar-benar menahan dirinya dan hanya diam saja. Wanita paruh baya itu bicara seperlunya saja sehingga tidak mengganggu acara lamaran tersebut.
Zahra bahkan bertanya apa yang Arhan lakukan sampai keluarganya semuanya bisa datang dan melamarnya sesuai dengan keinginan Adrian. Lalu dalam pertemuan itu juga dibahas untuk segala persiapan yang akan dilakukan. Zahra akan dibantu oleh Vania serta Lidya nantinya. Pernikahan mereka akan dilakukan dua minggu lagi, sehingga membuat Zahra sedikit sibuk.
Putri sulung dari Adrian itu juga sudah mulai menyusun barang-barangnya yang akan dicicil untuk diantar ke rumah Arhan. Bagaimanapun mereka akan tinggal bersama di rumah Arhan dan Meisya dulu. Vania ikut membantu Zahra menyusun barang-barangnya.
“Nanti ilmu masaknya diterapkan di rumah tangga kamu sama Arhan ya, bagaimanapun seorang suami akan suka sama masakan istrinya. Kalau kamu nggak tahu masaknya kamu bisa tanya Bunda jangan diam aja, oke?” Zahra menganggukkan kepalanya.
“Bun, menurut Bunda aku bisa nggak ya melakukan tugas seorang istri dan Ibu. Menurutku ini terlalu mendadak, aku nggak punya persiapan,” kata Zahra merasa khawatir.
“Emang jadi seorang istri dan ibu itu persiapannya gimana dan apa? Semuanya akan tahu ketika dijalani aja, sampai kapapun kita bersiap nggak akan ada habis-habisnya. Saat itu Bunda juga usianya masih sangat muda, tapi semuanya belajar disitu. Selama ini kamu udah banyak lihat bagaimana Bunda ke kamu dan Papa kamukan? Coba dimulai dari hal kecil seperti itu,” kata Vania dengan lembut.
“Aku takut nggak bisa bagi waktu Bun, aku juga kerja. Ada Bella juga nanti yang harus diperhatikan, ada Mas Arhan juga yang harus di urus. Menurut Bunda apa aku bisa? Belum lagi kayak yang Bunda bilang masak dan sebagainya. Aku takut nggak sanggup,” kata Zahra lagi membuat Vania tersenyum.
“Bunda tahu kalau kamu bisa, Bunda sangat yakin. Jangan merasa khawatir kayak gitu, belum dicobakan? Pasti kamu bisa dan kuat, Bunda kenal betul kamu siapa.” Goda Vania membuat Zahra tersenyum. Lalu dengan tiba-tiba Zahra memeluk Vania dengan erat.
“Doain aku ya Bun semoga bisa kayak Bunda. Bisa jadi istri dan Ibu yang terbaik untuk anak-anaknya. Aku akan banyak belajar sama Bunda untuk itu supaya berhasil,” kata Zahra membuat Vania tertawa.
“Belum tentu sama, karena Papa kamu beda sama Arhan. Kita lihat saja nanti bagaimana yang penting kamu lakukan saja yang menjadi bagian kamu dan jadi diri kamu,” kata Vania menasehati. Sambil membereskan barang Zahra banyak nasihat yang diberikan Vania pada Zahra. Sedangkan Zahra mendengar dengan sangat baik dan banyak bertanya juga.
***
“Mas, kamukan yang nemeni Bella naik kereta apinya?” tanya Zahra sambil menunggu kereta api mainan yang ada di salah satu mall tersebut datang.
Walaupun sibuk menyiapkan persiapan pernikahan dan mengajar. Zahra mau meluangkan waktunya untuk pergi bertiga saja dengan Arhan dan juga Bella tanpa adanya pengasuh. Keduanya memang sudah sepakat untuk membawa Bella jalan-jalan. Ini pertama kalinya bagi mereka untuk pergi seperti ini layaknya keluarga. Sebentar lagi Zahra akan menjadi bagian dari Narendra.
“Kenapa harus aku? Kita akan naik bertiga,” kata Arhan yang sambil bermain dengan Bella yang ada dipangkuannya.
Dulu Arhan dan Meisya tak pernah pergi seperti ini membawa Bella, karena mereka terlalu fokus untuk kesehatan Meisya yang juga tak bisa lelah. Maka itu ini hal baru bagi Bella begitu juga dengan Arhan. Sedangkan Zahra masih merasa aneh pergi bertiga seperti ini layaknya keluarga, banyak yang mengiri bahwa mereka adalah sepasang keluarga bahagia.
“Kamu nggak mau nemenin aku sama Bella?” tanya Arhan ketika melihat Zahra seperti sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Eh bukan gitu, yaudah ayo kalau emang mau naik,” kata Zahra sambil menutupi kegugupannya.
Akhirnya Zahra dan Arhan menemani Bella untuk naik kereta api, terlihat sekali Bella sangat senang dan bersemangat. Arhan yang melihat anaknya terlihat sangat senang membuat hatinya menghangat. Jarang Bella terlihat seperti itu, maka itu ketika melihat Bella bahagia seperti itu membuatnya ingin melihat Bella bahagia lagi.
Setelah selesai bermain kereta api, Arhan dan Zahra membawa Bella juga kesalah satu tempat bermain anak-anak. Bella terus saja tertawa senang. Zahra mengabadikan momen bahagia tersebut dimulai dari naik kereta api sampai bermain. Begitu juga dengan Arhan yang memotret Bella dan melihat senyum bahagia anaknya itu.
“Mei, aku bisa lihat Bella bahagia bersama dengan wanita pilihamu. Aku harap kamu bisa lihat ini dan ikut bahagia ya, apapun akan aku lakukan untuk kebahagiaan Bella,” ucap Arhan pelan sambil melihat foto tersebut diponselnya. Bella dan Zahra sedang tak bersama dengannya, maka itu Arhan bisa berkata seperti itu.
“Papa makan,” kata Bella yang baru saja datang dengan Zahra.
“Kamu udah lapar iya?” tanya Arhan dengan semangat sambil mencubit pipi anaknya itu.
“Iya,” jawab Bella membuat Arhan senang.
“Yaudah ayo kita makan, kamu udah lapar juga?” tanya Arhan sambil merangkul Zahra. Wanita itu terkejut saat Arhan merangkulnya seperti itu.
“Butuh tenaga ekstra untuk main sama Bella, sepertinya begitu,” jawab Zahra secara tak langsung membuat Arhan tertawa. Arhan mencium puncak kepala Bella dan hendak mencium puncak kepala Zahra. Namun wanita itu langsung sadar dan langsung saja menghindar. “Kamu mau ngapain Mas?” tanya Zahra panik.
“Mau cium kamu, emang nggak boleh?” tanya Arhan sambil mengulum bibirnya.
“Aku bukan Bella, kenapa harus dicium?” tanya Zahra.
“Siapa bilang kamu Bella? Kamu Zahra bukan Bella. Aku cium Bella karena dia anakku, aku mau cium kamu karena kamu calon istriku. Emang nggak boleh ya?” tanya Arhan membuat Zahra bungkam. Ia tak berpikir jika Arhan akan melakukan hal itu dan akan mengatakan seperti itu.
“Nanti saja kalau sudah nikah,” jawab Zahra akhirnya membuat Arhan tersenyum.
“Oke, berarti kalau sudah menikah boleh cium ya. Boleh cium yang lain jugakan? Boleh melakukan hal yang lain jugakan?” tanya Arhan membuat Zahra menatap Zahra dengan tajam.
“Apaan sih Mas, pikiran kamu kayaknya udah kemana-mana,” kata Zahra sambil mengalihkan pandangannya karena malu ditanya seperti itu. Tak pernah sebelumnya mereka membahas hal seintim itu dan Zahra masih merasa aneh.
“Emang pikiran aku kemana? Emangnya aku salah? Kayaknya enggak deh, bisa cium tangan kamu dan kamu cium tangan aku kalau berangkat kerja. Aku benarkan kalau itu? Hal yang mau dilakukan bisa berangkat kerja bareng, makan pagi siang dan malam bareng. Aku nggak salahkan?” goda Arhan membuat Zahra mengulum bibirnya malu. Zahra tahu jika Arhan sedang menggodanya saat ini. Melihat Zahra yang terlihat malu membuat Arhan akhirnya tak tahan dan tertawa. “Jangan-jangan pikiran kamu kali yang udah kemana-mana,” goda Arhan lagi membuat Zahra memukul lengan Arhan.
“Apaan sih Mas, aku tahu ya kalau kamu ngerjain aku. Udah berhenti dong ngegoda akunya,” protes Zahra membuat Arhan tertawa. Akhirnya Zahra mencuri ciuman di puncak kepala Zahra membuat wanita itu terkejut dan menatap Arhan tajam.
“Itu kuncinya supaya aku nggak ngegoda kamu lagi,” kata Arhan dengan cepat sambil tersenyum penuh arti. Sedangkan pipi Zahra sudah memerah dan kembali merangkul Zahra. “Kamu harus terbiasa oke? Nanti setelah nikah pasti kamu akan dapat yang lebih dari ini,” goda Arhan lagi membuat Zahra mencubit perut pria itu sehingga Arhan berteriak kesakitan.
“Aww, sakit,” rajuk Arhan.
“Biarin, kamu ingkar janji. Katanya nggak mau goda aku, tapi malah tetap ngegoda,” kata Zahra membuat Arhan tersenyum penuh arti kemudian memeluk Zahra lagi sampai akhirnya mereka sampai di tempat makan yang mereka tuju. Namun ketika mereka sedang makan seorang wanita dan seorang pria datang menghampiri mereka.
“Pak Arhan,”
“Zahra,” pekik kedua orang itu secara bersamaan membuat Zahra diam mematung melihat wanita yang berdiri dihadapannya itu.