10. Hari Baru

1731 Kata
Saat ini aku sudah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hm, aku ingin membuat nasi goreng pedas dengan irisan ayam untuk topingnya. Pasti Keysha sangat menyukainya, aku buat banyak saja kalau begitu. Aku mengambil beras dari karung dan memasukkannya ke tempat penanak nasi. Setelah mencuci bersih, aku langsung memasaknya menggunakan rice cooker. Kemudian mengambil beberapa bahan masakan untuk nasi goreng yang akan kubuat. Setelah semuanya kupotong, aku blender hingga halus. Tak lupa daun seledri, daun sop, dan daun bawang sebagai pelengkap nasi goreng. Aku mencuci bersih ketiganya dan segera memotong daun sop dan daun bawang. Sementara menunggu nasi matang, aku menggoreng d**a ayam menjadi beberapa potong. Karena ayamnya hanya untuk toping, maka aku tidak menggorengnya dengan tepung kentucky. Beberapa menit kemudian Aku sudah selesai memasak nasi goreng dan ayamnya. Sekarang waktunya untuk menghias nasi goreng menjadi cantik. Aku menaruh nasi goreng pedas itu di mangkuk kaca berwarna biru dan menaruh irisan ayam goreng di atasnya, tak lupa pula potongan daun bawang dan daun sop. Sedangkan mentimun dan daun seledri kuletakkan di piring yang berbeda. Uhm, aromanya wangi sekali. Semakin lapar saja. "Tante!" Aku langsung melihat ke belakang. "Uhm, Keysha bikin Tante kaget aja, ya!" ucapku sambil tersenyum, ia terkekeh pelan. "Tante, sih, masak nggak ngajak-ngajak." Ia memasang wajah cemberut, uhh... pengen sekali kucubit pipi gembulnya itu. Dengan dagu yang ditopang oleh tangannya, dia terlihat imut sekali. "Tante nggak mau bangunin Keysha, karena Keysha harus bangun sesuai jadwal, kan?" tanyaku, dia mengangguk mantap. "Nggak apa-apa, kok, Tante masak sendirian. Kan ini tugas Tante," jelasku, tetapi itu malah membuatnya semakin cemberut. Duh, aku merasa bersalah sekarang. "Ihh, Tante nggak asik, deh!" Aku tertawa melihat wajah kesalnya itu. "Hai, kok cemberut sih, Sayang? Nggak boleh cemberut nanti wajah cantiknya hilang, lho!" godaku dan itu membuatnya langsung tersenyum lepas. "Tante masak apa?" tanyanya sambil berjalan ke arahku. "Masak nasi goreng dengan toping irisan ayam," ucapku girang. "Suka nggak?" "Banget, hehehe...." "Hmm, sebentar lagi selesai." "Tante masak banyak?" tanyanya yang langsung kuanggukkan. Pasti dia mau makan yang banyak, nih, makanya bertanya begitu. "Yey, sudah selesai!" "Yey!" ucapnya tak kalah girang. "Ada apa, nih, anak Papa girang banget?" Sebuah suara mengagetkan kami, itu membuat kami langsung menoleh ke belakang. Ternyata Pak Anton. Dia sudah rapi dengan kemeja dan celana keper hitam miliknya itu. Rambut klimis karena habis keramas membuatnya semakin tampan. Eh? Keysha langsung tercengir untuk menjawab pertanyaan dari Papanya itu, lalu dengan segera menghampirinya. "Papa, Tante Mawar masak nasi goreng kesukaan Papa, tapi ada ayamnya." "Uhm, begitu? Nggak apa-apa. Papa suka, kok!" ucapnya sambil tersenyum ke arahku. Deg Ada desiran aneh di hatiku saat melihat senyumannya itu. Secepatnya aku mengakhiri lamunan. Bisa-bisa aku jatuh semakin dalam kalau begini. Aku ingin melupakan peristiwa yang terjadi kemarin malam. Rasanya tidak enak jika terus mengingat kesalahan itu. "Engghhh, ayo kita sarapan sekarang. Nanti Keysha terlambat!" ucapku mengakhiri rasa canggung itu. "Ayo!" ucap Keysha girang. "Hai-hai, kamu sedang apa, Key? Wah, nasi goreng kesukaan Papa, ya?" ucap Bu Isma senang, dia baru saja datang ke dapur, mungkin ingin sarapan juga. Aku hanya memperhatikan bagaimana ekspresi Keysha dan Pak Anton, mungkin Bu Isma ingin berubah menjadi istri dan ibu yang baik untuk Keysha dan Pak Anton. "Mawar, ambilkan piring saya!" suruhnya padaku, tidak ketus sama sekali, tetapi masih dengan nada tegas. "Ini, Bu." "Kamu makannya nanti saja, saya mau makan bertiga saja sama keluarga saya!" ucapnya sambil menekankan kata keluarga. Aku langsung terdiam beberapa saat, lalu mencoba mencerna perkataannya barusan. "Maksudnya apa? Aku juga tahu ini keluarga dia, tetapi seharusnya ia tidak menekankan kata keluarga juga padaku. Aku tahu, jika aku tidak memiliki keluarga, aku pun tahu kalau aku hanya seorang pembantu di sini, tetapi mengapa ia tidak bisa menghargai perasaanku sama sekali? Biasanya juga aku sarapan bersama mereka, Bu Isma saja yang suka absen. Uhm, dasar orang kaya, selalu berlaku seenaknya saja!" gerutuku dalam hati, ia sama sekali tidak berperasaan. Setelah dia mengucapkan itu, aku langsung meninggalkan meja makan. Ada baiknya jika aku langsung mencuci pakaian saja, dengan begitu semuanya cepat selesai. Setelah mereka selesai sarapan, giliran aku yang sarapan. * * * Aku sudah membereskan semua pekerjaan rumah, kini giliran menyetrika pakaian saja yang belum kukerjakan. Kulihat banyak sekali pakaian yang harus di setrika, huffttt... lelah sekali rasanya kalau setiap hari harus begini, entahlah kapan semuanya akan berakhir. Hari memang masih siang, tetapi aku sudah kelelahan karena sedari tadi belum beristirahat. Rumah sangat sepi sekali kalau jam segini, karena Keysha belum pulang sekolah. Kalau ada dia, mungkin aku sedikit lebih lega dalam melakukan pekerjaanku. Karena dia bisa menemaniku di sini, mengobrol bersamaku hingga lupa waktu. Ah, tetapi nampaknya Keysha masih lama pulang, aku harus segera menyiapkan ini. Jadi ketika Keysha sudah pulang, aku bisa bermain dengannya. Beberapa jam kemudian 14:24 WIB Aku sudah merapikan semua pakaian yang sudah kusetrika, hanya tinggal memasukkannya ke dalam lemari masing-masing, entah itu lemari Bu Isma dan Pak Anton atau pun Keysha. Namun, baru hendak membereskan semuanya, sebuah tangan kokoh melingkar di pinggangku dengan erat. Refleks, aku melihat ke belakang untuk mengetahui siapa yang dengan tiba-tiba memelukku. "Pak Anton," gumamku pelan. "Kenapa, hm?" "Engghhh... Pak, nanti Bu Isma melihat kita!" ucapku seraya melepaskan pelukannya, tetapi tentu saja itu tidak berhasil. Tenaga Pak Anton seperti kuda begitu, mana mungkin aku bisa mengalahkannya. Bisa-bisa aku yang cedera karena keegoisan dirinya itu. "Sebentar saja, Mawar!" Dia kembali mengeratkan pelukannya pada tubuhku, jelas aku akan melepaskannya lagi. Dia tidak tahu kalau aku risih dan sesak kalau dia terus-menerus seperti ini. Bisa-bisa aku tidak betah bekerja dengannya kalau dia terus kurang ajar padaku. Oh, ayolah, Mawar, jangan mau seperti ini terus. Kamu seperti w************n kalau membiarkannya menjelajahi tubuhmu setiap hari. "Sudah, Pak. Saya masih banyak kerjaan!" ucapku melepaskan tangannya pada pinggangku lagi. Aku tidak ingin berada di situasi seperti ini, Pak Anton membuatku seperti w************n. "Hm... kamu jangan capek-capek, Mawar!" ucapnya dengan penuh perhatian, tetapi itu tidak membuatku menjadi luluh begitu saja. Apa pun yang kulakukan dengan Pak Anton, hari ini atau kemarin malam adalah hal yang salah dan tidak patut untuk diteruskan. "Ini pekerjaan saya, Pak!" tegasku, dia menghembuskan napas kasar. Mungkin ia kecewa dengan perlakuanku padanya, ditambah lagi perkataanku yang menunjukkan rasa kesal terhadap dirinya. "Baiklah, saya ke ruang kerja dulu. Tolong kamu bikinkan kopi s**u!" ucapnya dengan datar. Ya, benar sekali jika dia memang kecewa kepadaku. Dan aku harus apa? Meskipun aku tidak ingin ia kecewa, aku juga tidak bisa membiarkannya berlaku seenaknya saja pada diriku. Aku memang bekerja padanya, tetapi hanya sebagai pembantu bukan pemuas nafsu. "Baik, Pak!" Setelah aku mengantarkan segelas kopi s**u panas untuk Pak Anton ke ruang kerjanya, aku kembali melanjutkan aktivitas beres-beresku hingga selesai. Kejadian itu banyak membuat diriku lelah sebelum bekerja. Entah kapan semua ini berakhir, aku tidak perlu lagi mengerjakan semua ini hingga merasa terhina. Sungguh aku sudah tidak tahan lagi meneruskan pekerjaan ini. Jika kemarin aku sangat mempertahankan pekerjaan ini demi Keysha, tetapi sekarang tidak lagi. Aku tidak bisa di sini lagi, aku tidak bisa terus-menerus membiarkan Pak Anton melanjutkan perilaku tak senonohnya itu padaku. Aku mohon, biarkan sesuatu membuatku bisa keluar dari rumah ini. Aku ingin mengundurkan diri, tetapi aku takut Bu Isma curiga akan keputusanku yang tiba-tiba. Dan aku yakin kalau Pak Anton akan melakukan hal yang di luar dugaan nantinya. Jadi, saat ini aku hanya ingin dipecat oleh Bu Isma agar aku bisa pergi jauh dari Pak Anton. Jika aku membuat kesalahan lagi, mungkin Bu Isma akan memecatku, aku akan menunggu waktu di mana Bu Isma marah-marah. Dengan begitu aku dengan mudah keluar dari rumah ini. Hanya Bu Isma jalan satu-satunya yang bisa membuatku pergi, karna dia yang selama ini suka memecat dan membuat orang lain merasa tidak nyaman bekerja di rumahnya. * * * 17:55 WIB Aku sedang memasak makanan untuk nanti malam. Menu kali ini aku memasak ayam sambal hijau, nasi putih hangat, dan air putih saja. Hehe... entah mengapa aku ingin sekali membuat makanan yang pedas-pedas. Sangat menggugah selera sekali menurutku. Ah, aku semakin ingin mengeluarkan air liurku saja kalau membayangkannya. Setelah semuanya siap, aku ingin menghidangkannya di meja makan, tetapi sebuah tangan kokoh kembali memelukku, aku langsung menoleh ke belakang. "Eh, Pak Anton jangan begini. Nanti bisa dilihat Bu Isma!" ucapku takut, tetapi bukan Pak Anton namanya kalau cepat menyerah begitu saja. Bukannya melepaskan tangannya, ia malah mempererat pelukan tangannya pada tubuhku. Ah, aku sangat sesak sekali kalau begini, dia tidak membiarkan tubuhku bernapas sedikit pun. "Tidak apa-apa. Dia masih sibuk dengan dunianya, biarkan seperti ini dulu," sahutnya dengan enteng. Bisa-bisanya dia menganggap semua ini adalah hal sepele. Kalau saja Bu Isma tiba-tiba datang dan melihat semuanya, bisa-bisa aku dimarahinya habis-habisan, mungkin akan lebih parah dari biasanya. Pak Anton memang membuatku menjadi serba salah, ia menempatkan diriku di zona berbahaya seperti sekarang. Kalau pun aku keluar dari zona ini, aku juga tidak tahu harus apa ke depannya. Satu-satunya pekerjaanku ya di rumah ini, sekalipun itu sebagai pembantu rumah tangga. "Enghhhh... lepas, Pak!" Kuhentakan keras tangan kokohnya agar terlepas dari pinggangku. Entah mengapa aku jadi merasa kesal bila dia seperti ini. Emosiku semakin tidak terkendali melihat keras kepalanya Pak Anton belakangan ini. Aku tahu ia memang kehilangan arah selama beberapa tahun ini, tetapi aku juga tidak bisa membiarkannya bergantung padaku terus-menerus. Ia harus ingat statusnya di rumah ini sebagai apa dan siapa, ia tidak boleh terus memaksaku untuk memenuhi semua kehendaknya. "Kamu kenapa marah, hm?" Ia membelai pelan pipiku, sesekali mengecupnya singkat. Ia sudah terlalu jauh untuk memperlakukan aku seperti ini, ia lupa kalau aku adalah pembantunya. "Sudahlah Pak, nanti kita—" "Keysha!" Ucapanku terpotong karna mendengar teriakan Bu Isma. Refleks aku melepaskan diri dari Pak Anton, dan menengok ke asal suara. "Bu Isma... dia lihat nggak, ya?" batinku takut. Kulihat Pak Anton sudah berdiri jauh dariku dan memasang wajah datarnya. Huh, pintar sekali dia berakting seperti ini. Untuk apa jadi CEO kalau begitu? Jadi Aktor saja sana. "Keysha mana?" tanyanya padaku dengan malas. Ia sama sekali tidak pernah ramah, mungkin karena aku seorang pembantu, makanya ia menganggapku tidak setingkat dengannya. "Mungkin Keysha sedang menonton TV, Bu." "Panggilkan sana!" suruhnya tegas. Malam itu kami menghabiskan makan malam dengan sangat hening, hanya dentingan peralatan makan saja yang terdengar. Keysha pun jadi tidak banyak berbicara, entahlah mengapa. Biasanya dia selalu bercerita dan mengkritik makananku, tetapi ini tidak. Mungkin dia sangat lelah, aku harus membawanya pergi tidur sebelum dia kembali mengajakku begadang lagi.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN