**18 itu Wolulas**

1017 Kata
Sementara malam itu Luna bersma Gio menunggu kekasihnya itu tengah mengecek semua keperluan kafe. Luna sejak tadi menatap Gio, sambil menggoreskan pensil di lembar kertas yang ia bawa. Gadis itu menggambar wajah laki-laki yang saat ini begitu ia kagumi. Gio lalu berjalan mendekat setelah selesai membicarakan masalah pekerjaan dengan salah satu karyawannya. Gio berjalan sambil membawa makanan dan minuman untuk sang kekasih. Setelah tiba di meja Luna ia lalu memberikan segelas milkshake strawberry dan potongan buah strawberry yang dilapisi cokelat. "Ini buat adek pacar." Gio berucap sambil meletakan piring dan gelas di depan Luna. "thank you, Mas pacar," ucap luna lalu mengambil salah satu strawberry dan menyantapnya. "Enak seger banget." Mendengar itu Gio membuka mulutnya dan Luna menyuapi Gio. "Enak kan?" tanya Luna, Gio mengangguk sambil menutup mulutnya karena tadi Luna mengambil buah yang sukup besar untuk ia santap. "BTW, Gimana Reres udah ada kabar?" tanya Gio. Luna menggelengkan kepala. "Luna khawatir banget deh Kak. Ya, Luna ngerti sih dia takut sama kakaknya. Tapi, kalau dia ngomong sama kita kan kayanya bakal lebih baik." "Mungkin dia enggak mau ngerepotin?" "Iya sih, enggak ngerepotin tapi justru bikin khawatir itu yang enggak enak Kak." "Yaudah, aku yakin sih dia baik-baik aja. Aku enggak mau kamu nangis lagi mikirin hal itu ya Lun." Gio lalu mengacak rambut Luna saat gais itu mengangguk. "Mau makan? udah malem nih. Bosen ya nungguin aku dari tadi?" Luna menggelengkan kepalanya. Menemani Gio tak membuatnya bosan intinya asal bersama Gio semua baik-baik saja untuk Luna. Luna sepertinya benar-benar sudah terpikat oleh pesona sang kakak kelas. Hubungan mereka semakin dekat setiap harinya. Semua juga karena rutinitas malam keduanya. Meskipun sudah bertemu siang hari, mereka tetap melakukan panggilan atau video call hingga terlelap. Tentu saja kebiasaan itu manis sekali. Apalagi Luna belum pernah berpacaran karena belum mendapatkan lampu hijau dari sang ayah. Ya, meskipun beberapa klai dekat dengan sesreoang. Luna juga sama seperti Leon dan juna setiap kali ia dan Gio sedang berdua menuju suatu tempat. Luna menyempatkan diri memerhatikan sekitar siapa tau ia bisa menemukan sosok Reres meskipun pada akhirnya hasilnya nihil.Gio mengerti itu bahkan terkadang ia sengaja melajukan mobilnya lebih lambat agar Luna bisa melihat dengan lebih baik. "Oiya, kakak kemarin jadi hunting foto?" tanya Luna sambil menikmati milk shake coklat miliknya. Gio menggeleng. "Males aku." "Kok males Kak?" Gio tersenyum lalu mendekatkan wajahnya pada Luna. "Biasanya sama kamu terus sendiri jadi males. Maunya berdua terus." "Aih, aih, crocodile," kesal Luna sambil mencubit pipi sang kekasih. "Seriusan," ujar Gio berusaha membuat Luna percaya. Dan Luna hanya tertawa melihat kelakuan Gio. *** Seperti biasa ini adalah hari dimana Juna memberikan uang pada adik-adiknya. Karena ulang tahun sang ayah. Hari ini ia sengaja datang dan turun dari mobilnya langsung lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Terlihat suasana cukup ramai bahkan ada Tedi dan Indah di sana juga Zhe sepupu Juna. Zhe tumbuh jadi anak yang cantik sekali, ia juga menjadi selebgram yang mengendors banyak produk. "Sehat Lo?" Tanya Zhe. Juna mengangguk. "Lo?" "Sehat, lah. Sombong ya." Ujar Zhe pada Juna yang memang belakangan memasang jarak antara keluarga sang ayah. Bukan karena apa-apa. Setiap Juna datang ia merasa terabaikan. Dan itu buat ia malas, mungkin karena ia terlalu lebih dekat dengan keluarga Reina yang membuat merasa lebih nyaman. "Sibuk gue." Jawab Juna lalu berjalan masuk ke dalam. "Gue masuk ya." Juna berjalan masuk melihat sang ayah yang asik berfoto dengan Jani, Lian dan Disha. Jimmy melihat si sulung lalu mengayunkan tangan meminta ia mengambil gambar bersama. Meski malas, Juna tetap mendekat dan mengambil gambar bersama kedua keluarganya. Jani merangkul sang Kakak yang kini berdiri di sisi paling kiri dekat dengan ayah mereka. Setelahnya Juna memberikan kado untuk Jimmy. "Happy birthday Yah. Sehat selalu ya," ucap Juna. Mendengar ucapan selamat ulang tahun Juna buat Jimmy terharu lalu memeluk Arjuna. Si sulung yang sekarang berjarak dengannya. "Makasih ya Kak." Disha mendekat. "Juna kan udah dikirim baju seragam kemarin kenapa enggak di pakai?" Tanya sang ibu tiri buat Juna sedikit kesal. "Aku enggak sempat ganti baju..karena baru banget pulang kerja." Juna menjawab cepat dan dingin. "Kamu memang enggak pernah menghargai saya sebagai ibu kamu." "Maaf?" Juna mengingatkan. Kalau baginya ibunya hanya Bunda Mika dan mami Reina. Juna lalu melangkahkan kakinya keluar duduk di sofa di taman belakang. Menjauhkan diri dari keramaian yang memang tak pernah ia sukai. Setelah itu tak ada yang Juna lakukan selain menatap keramaian di depannya dari jendela yang berada di sana. Jika saja tak memikirkan perasaan sang ayah saat ini rasanya Juna lebih baik memilih kembali ke apartemen miliknya dan beristirahat dibanding harus berada di sini. Saat itu Tedi berjalan ke luar lalu duduk menghampiri sang keponakan dan duduk di sampingnya. Ia menepuk-nepuk bahu Juna, lama tak berjumpa dan anak itu kini sudah menjadi lelaki dewasa. "Kok enggak di dalam?" Tanya Tedi. "Di sini aja Om cari udara seger aku," jawab Juna. "Kamu jarang datang lho Jun kalau ada kegiatan keluarga." "Aku enggak di ajak Om. Kadang malah tau dari status w******p-nya si Jani atau Lian." Juna mengatakan kebenarannya bahwa ia memang jarang sekali diberi tahu tentang berbagai kegiatan keluarga. Ia justru kadang merasa dijauhi ya alasannya pasti karena sang ibu tiri. Entah, sejak dulu ia memang tak menyukai Disha. "Om Tedi tadinya mau kesel ke Mami kamu. Cuma Om kenal gimana dia. Enggak mungkin Reina membatasi ruang gerak kamu. Om Tedi kenal dia dari lama dia itu bijaksana meski keras kepala untuk beberapa hal." Tedi jelas mengenal Reina dengan baik. Karena itu dia yakin karena itu ia tak percaya jika yang terjadi pada Juna disebabkan karena sahabatnya itu. "Mami enggak pernah larang Juna untuk hal-hal yang baik. Kaya ketemu keluarga gini mami yang ingetin kok Om. Emang rese ajang Tante Disha sama aku." Juna kesal pada Disha ia jelas merasa perempuan itu yang buat ia jauh dari ayah dan adiknya. "Iya .., Mungkin maksudnya Disha enggak gitu." Tedi berujar coba cari alasan agar sang keponakan tak membenci sang ibu tiri. "Terus gimana om?" Tedi menggaruk ujung pelipis kanan. "Enggak tau juga Om. Tapi, gimana pun dia ibu sambung kamu Jun." Juna menatso sang Om. "Buat Juna, ibu Juna itu ada dua. Bunda Mika dan Mami Reina."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN