"matacih ya om cudah beliin Gala ecs tlim.. Memm.. Enak.. Gala cuta.."
Aku tersenyum lembut pada bocah kecil di depanku ini sambil mengusap rambutnya sayang.
Katakan aku nekat karena membawa Gara pergi sebelum jam pulang sekolah anak itu.
Ini sudah ke dua kalinya aku meminta izin pada guru Gara.
Awal pertama aku melakukan kegilaan ini adalah ketika dua minggu yang lalu sejak pertemuanku kembali dengan my first and only virgin - Desi -.
Aku terus memikirkan bagaimana cara membuktikan Gara adalah anakku.
Anak yang dikandung Desi akibat kebejatanku dimasa lalu.
Aku tidak ragu sama sekali kalau Gara adalah anakku, terlihat dari wajahnya yang benar-benar mirip dengan diriku kecuali bulu mata lentiknya yang diturunkan dari Desi.
Gadis polos manis yang sudah aku rusak masa depannya.
Hey..
Tolong jangan salahkan diriku sepenuhnya , ini semua terjadi juga karena kesalahan ibu dari anak di depanku ini.
Dia berbohong padaku jika dirinya sudah tidak perawan.
Sepertinya dia sangat tahu diriku yang tidak pernah ingin berhubungan dengan seorang perawan.
Untukku, meniduri perawan adalah sebuah keharaman walaupun dimata Tuhan berzina adalah haram mau dengan perawan ataupun wanita yang sudah rusak.
Sama saja.
Dosa besar yang sempat diceramahi mantan kekasihku sebelum aku melakukan kesalahan padanya lima tahun lalu.
Mantanku juga adalah salah satu gadis polos lainnya.
Bedanya dengan Desi adalah mantanku sempat hampir aku rusak masa depannya karena aku tidak terima dirinya memutuskanku,aku hampir memaksanya melakukan hubungan terlarang itu.
Sementara Desi memberikan keperawanannya secara cuma-cuma padaku.
Apakah Gadis itu gila?
Ya, aku fikir dia adalah gadis polos tergila yang pernah aku temui di muka bumi ini.
Apakah dia mencintai diriku yang hina ini? Sampai membuatnya rela menyerahkan 'mahkota' nya padaku?
Sebenarnya pertanyaan ini akan aku tanyakan padanya ketika nanti kami bangun karena lelah setelah percintaan panas kami lima tahun yang lalu.
Tapi aku sangat terkejut, ketika aku terbangun pada pukul 9 pagi keesokan harinya.. Aku hanya menemukan ranjang dingin disampingku yang menandakan Desi telah pergi dalam jangka waktu yang sudah lama.
Aku juga melihat setitik darah perawannya di sprei berwarna putih yang kami tiduri.
Ketika aku hanya menemukan ranjang kosong disampingku yang hanya tercium wangi parfum bunga Lily menggoda miliknya, aku benar-benar marah.
Apa-apaan dia meninggalkanku seperti pria bayaran?
Bukankah seharusnya aku yang memberinya uang?
Dia bilang padaku sebelumnya kalau dia ingin tidur denganku karena membutuhkan biaya untuk uang gedungnya karena orang tuanya tidak sanggup membiayai.
Dan aku menyanggupi karena aku selalu meniduri wanita dengan imbalan uang orang tuaku yang berlimpah dan selalu memanjakanku.
Aku tidak pernah meniduri j*lang-j*lang itu secara cuma-cuma walaupun sebagian dari mereka memang melemparkan diri secara sukarela padaku.
Ternyata setelah kepergiannya yang tiba-tiba, esok harinya aku menemui kelasnya dan lebih terkejut karena informasi yang kudapat.
Dia pindah karena mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan kerja di luar kota dan teman-temannya tidak ada yang tahu ke daerah mana tepatnya gadis itu pindah karena ternyata kepindahannya pun mendadak.
Dan lebih sialnya lagi adalah dia, si wanita cupu yang mengaku kekurangan biaya sekolah ternyata anak salah satu orang kaya di sekolahku.
Benar-benar wanita sialan!!
Dia membohongiku berkali-kali dan seenaknya pergi begitu saja dari hadapan ku.
Aku sempat frustasi selama satu minggu setelahnya karena tersadar aku tidak menggunakan 'pengaman' ketika berhubungan dengannya.
Dia, wanita yang membuatku lupa diri atas segalanya ketika aku berhasil 'memasukinya'.
Dia, benar-benar nikmat yang membuatku semakin kecanduan akan s*x.
Setelah meratapi kepergiannya selama satu minggu dan meyakinkan diri bahwa dia tidak akan hamil karena kami melakukannya hanya satu malam walaupun berkali-kali, tapi aku mensugesti diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.
Mungkin aku frustasi karena ketakutanku yang tak beralasan bukan karena kehilangannya.
Satu minggu setelahnya aku kembali ke kebiasaan bejatku.
Tidur dengan bergonta ganti wanita.
Tapi kalian tahu??
Tidak ada yang seperti gadis cupu itu.
Aku semakin frustasi karena tidak merasakan kenikmatan yang sama seperti kenikmatan ketika aku 'melakukannya' dengan Desi.
Dasar w a n i t a p e n g g o d a sialan!!
Apakah dia penyihir?
Sampai membuatku hanya dapat membayangkan wajahnya ketika aku bersama dengan wanita lain?
Apakah dia mengguna-guna diriku sampai yang aku inginkan hanya dia?
Sial!!
Inilah yang aku takutkan ketika berhubungan dengan perawan.
Perasaan bersalah yang tak berujung.
Sampai akhirnya suatu hari mantanku memutuskanku karena mendengar aku menginap di sebuah hotel dengan salah satu j*lang di sekolahku.
Aku terpancing emosi dan langsung membawanya ke gudang sekolah dan mengikatnya dengan tambang tua yang berada di sana.
Aku hampir terbuai dan memaksanya melayaniku tanpa peduli dengan tangisan pilunya.
Karena aku mencintainya dan tak ingin Ia pergi dari hidupku.
Pikiranku kacau karena memikirkan akan kehilangan kekasihku itu setelah aku juga kehilangan Desi.
Apakah aku harus ditinggalkan untuk kedua kalinya dengan wanita yang berbeda??
Seriously???!!
Sampai sebelum aku melakukan hal yang lebih padanya, dia berbisik akan membenciku seumur hidupnya.
Aku tersadar dari rayuan set@n dan melihat wajahnya yang sembab penuh dengan air mata.
Apa yang sudah kulakukan?
Melihat kondisinya, membuatku kembali teringat pada Desi.
Desi, wanita yang sama-sama polos seperti mantanku itu.
Bagaimana kondisi Desi sekarang?
Apa dia terlihat seperti Kinan yang tak berhenti menitikkan air matanya karena ulahku?
Padahal Kinan belum sampai aku 'masuki', bagaimana dengan Desi yang sudah aku rusak?
Aku semakin pusing dan frustasi.
Bayangan Desi menghantui sementara aku melihat kondisi Kinan dengan seragam yang sudah terkoyak karena perbuatanku.
Aku merasa menjadi pria paling b e re ng s e k di dunia.
Bukan maksudku untuk merusak gadis-gadis polos.
Akhirnya ketika aku ingin membantu Kinan melepaskan tali yang sempat aku lilitkan ditubuhnya, Kinan dengan keras menolak dan memerintahkanku untuk pergi dari hadapannya dan tak menampakkan diri lagi di depannya.
Aku terpukul, disamping karena kehilangan cintaku, wajah Desi yang ayu tiba-tiba terbayang dipandangan.
Akhirnya dengan langkah gemetar, aku meninggalkan Kinan dan pergi untuk selamanya meninggalkan Indonesia untuk menghilang dari hadapan Kinan sesuai keinginannya.
Aku pindah dengan mudah, karena kedua orang tuaku selalu mengikuti keinginanku.
Aku pindah ke Singapura dengan luka yang sudah aku torehkan pada Kinan serta kemarahan karena ditinggalkan Desi begitu saja.
Lima tahun di Singapura tak membuatku menjadi lega.
Nama Kinan dan Desi tumpang tindih di hati dan pikiranku.
Aku semakin dibayangi kesalahan dimasa lalu dan amarah karena kepergian Desi.
Makanya aku kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan semuanya karena hatiku yang mengganjal.
Karena Kinan dan Desi..
Aku bersyukur Kinan memaafkanku walaupun aku harus babak belur terlebih dahulu karena serangan Papa dan Suaminya.
Tapi aku lega luar biasa karena aku dan Kinan bisa berdamai karena masa lalu kami.
Aku akui aku masih mencintai Kinan pada saat aku kembali melihatnya setelah lima tahun.
Tapi pertemuanku dengan Desi dua minggu yang lalu menyadarkanku satu hal.
Sepertinya Aku hanya merasa bersalah pada Kinan selama lima tahun ini karena entah mengapa perasaan cinta yang aku fikir untuk Kinan hilang tak bersisa.
Setelah pertemuanku dengan Desi dua minggu yang lalu, bukan lagi Kinan yang ada di pikiranku.
Tapi Desi..
Dan yang sebenarnya aku cintai adalah..
Desi..
Wanita yang sudah menjungkir balikkan duniaku.
Wanita yang secara tidak langsung merusak prinsipku untuk tidak meniduri perawan.
Dan wanita yang tidak menuntutku karena merusaknya.
Desi..
Wanita yang selalu aku fikirkan lima tahun ini yang juga tersamar karena aku memikirkan kesalahan fatalku pada Kinan.
Wanita dengan aroma bunga Lily yang memabukkan.
Dan wanita yang akan aku perjuangkan.
Aku sudah memutuskannya detik ini juga.
Dia dan Gara harus menjadi milikku.
Untuk selamanya..
"om.. Om tok nggak telja?" tanya Gara yang aku lihat ternyata sudah menghabiskan es krimnya dalam gelas beling yang ukurannya lumayan besar.
"Om libur hari ini" bohongku yang sebenarnya adalah aku malas masuk kerja hari ini.
Hey..
Lagipula siapa yang ingin memecat bosnya?
Ya,, aku meneruskan bisnis perusahaan keluarga yang bergerak di bidang pangan.
Keluargaku sudah turun temurun menjadi supplier bahan baku pangan di hotel-hotel bintang lima dan restoran-restoran terkenal di negara ini.
"om tok bica ajak-ajak Gala telual? Padalan tan Gala belom pulan cetolah om?" tanya Gara dengan wajah imutnya dan jangan lupakan bibirnya yang belepotan coklat karena es krim yang dilahapnya.
Aku tertawa dan mengusap bibir mungilnya dengan tisu.
Aku jadi teringat ketika kemarin dan sekarang berhasil membujuk gurunya Gara di play group.
Ya.. Aku semakin yakin Gara adalah anakku karena usainya yang sudah menginjak empat tahun lebih beberapa bulan.
Gurunya sempat tak ingin memberikan Gara padaku.
Namun aku meyakinkan kalau Gara adalah anakku dan aku meyakinkan dengan pura-pura akan menghubungi Desi untuk mengkonfirmasi, padahal aku tidak punya nomer ponsel Desi.
Guru Gara menatapku dalam sambil memperhatikan kemiripan kami yang bisa dibilang 95% terlihat sama dan akhirnya memperbolehkan aku membawa Gara.
Aku berbisik pada guru Gara jika Desi sedang ngambek dan tidak memperbolehkan ku menemui anakku.
Ternyata Guru-Guru disekolah Gara tahunya jika Desi sudah menikah.
Dan mereka diberi tahu Papa Gara sedang bekerja di luar negeri.
Itu yang diceritakan Desi pada mereka.
Dasar pembohong ulung kamu Des,jangan salahkan aku juga jika ikut-ikutan berbohong sama sepertimu.
"Gara.."
"iya om?"
"Papa Gara kemana?" tanyaku memancing, entahlah walaupun aku yakin Gara adalah anakku, tapi tetap saja ada sedikit perasaan takut jika Desi sebenarnya sudah berkeluarga.
"papa? Oh.. Papa.. tata mama, papa lagi di laut lagi telja. Coalnya tan papa Gala ceolang pelaut. Padalan talo di lagu yang pelaut itu tan nenek moyan ya om?"
Aku sontak tertawa mendengar jawaban lucu Gara.
Dan Desi, apa-apaan kamu bilang kalau aku pelaut?
Awas kamu ya Des, aku akan buat perhitungan sama kamu.
" tok.. Om tetawa? "
"eng-enggak kok Gara. Jadi papa Gara pelaut ya? Gara memang sudah ketemu sama Papa?" tanya ku was was karena tiba-tiba terbersit pikiran jika Desi saat ini sedang berhubungan dengan seorang pelaut atau mungkin memang benar adanya jika Desi sudah berkeluarga dan entah mengapa menimbulkan rasa panas dihatiku.
"endak.. Gala belom pelnah tetemu papa. Cetiap Gala tanya, mama celalu bilan talo papa cibuk nangtep baby cak cama telualganya bial bica dibawa pulan." jawab Gara polos yang langsung membuatku melongo namun juga bernapas lega.
Apa yang kamu katakan pada anak kita, Des?
Yang benar saja!!
Menangkap baby shark dan keluarganya?
Apa kamu fikir aku akan membuat video klip terbaru tentang baby shark and family?
Kamu benar-benar buat aku gemas sekaligus kesal, Des!
Kamu meracuni otak anakku yang polos ini dengan karangan kamu yang benar-benar ngarang 100%!!
Tapi lalu aku terdiam dan tersadar sesuatu
Tiba-tiba aku kembali diliputi perasaan takut.
Aku memperhatikan Gara kembali, dari mulai mata, hidung serta bibirnya.
Anak ini benar-benar mirip denganku!!
Dia benar anakku kan??!!
Pasti dia anakku!
"Gara gak pernah telpon-telponan sama Papa?"
"tan Papa dilaut Om.. Endak ada cyinyal tau.. Ih om macya ndak tau?" tanya Gara balik sambil bersedekap dan menyipitkan matanya seolah menghakimi ku.
"ehm.. Ma-maaf om lupa.." ucapku gugup dan dibalas Gara hanya gelengan kepala maklum.
Ya ampun..
Anak ini benar-benar cerdas sampai aku kewalahan, apalagi aku tidak punya pengalaman berbicara dengan anak kecil.
"kalau foto? apa Gara pernah melihat foto Papa Gara?" tanyaku sekali lagi harap-harap cemas menunggu jawaban apa lagi yang akan keluar dari bibir mungil anak ini.
Sumpah aku takut setengah mati jika keyakinanku ternyata salah.
Aku takut jika Gara ternyata bukan anakku.
Tanpa sadar, perasaan ingin memiliki Gara begitu kuat dan aku tidak rela jika ternyata Gara bukanlah anakku..
Aku tidak rela!
Gara terlihat berfikir sambil memejamkan matanya sebentar lalu membukanya kembali.
"endak.." jawabnya singkat sambil menggelengkan kepala lucu.
"memang Mama Gara gak pernah kasih lihat foto Papa?" tanyaku kembali.
"Mama bilan Papa ndak mau talau di poto Om .. Tatanya mama, Papa tatut dantengnya ilang talau tena lampu tamela.." jawab Gara panjang lebar yang berhasil membuatku lagi-lagi berdecak kagum karena banyaknya kebohongan yang diciptakan Desi.
Jadi Gara tidak pernah bertemu, tidak pernah bertelepon ria, dan tidak pernah melihat foto Papanya ya??
Seakan-akan Desi merahasiakan siapa Papa Gara pada anak ini.
Berarti benar kan jika Gara adalah anakku??!!
Gotcha!!
Kena kamu, Des!!
Aku yakin sekali Gara adalah anakku.. Anak Kita..
Tanpa sadar aku tersenyum sendiri penuh kemenangan dan melupakan jika saat ini ada Gara didepanku.
"om? Tok syenyum-syenyum cyendili?" tanya Gara polos yang membuatku gelagapan dan malu luar biasa.
Sial..
"ehm.. Gara, ini udah jam setengah sebelas. Om antar Gara ke sekolah lagi ya, sebelum nanti supir Opanya Gara jemput" aku langsung saja mengalihkan pembicaraan dan menggandeng Gara menuju kasir untuk membayar makanan kami.
Lalu setelah selesai aku kembali mengantarkan Gara kembali kesekolah sebelum supir keluarga Desi menjemputnya.
Sepanjang kami berjalan, Gara berceloteh ria menceritakan apa saja.
Ya, aku hanya mengajaknya ke kedai es krim yang tak jauh dari sekolah Gara.
Setelah sampai disekolah, aku kembali memberikan Gara pada gurunya.
"bapak coba baikan sama bu Desi, biar gak ngumpet-ngumpet seperti ini lagi kalau mau ketemu Gara"
Aku menggaruk tengkukku gugup karena ucapan Guru Gara.
"iya bu.. Maaf ya merepotkan. Saya akan membujuk istri saya supaya memaafkan saya karena melupakan tanggal pernikahan kami" cengirku pura-pura bersalah.
"baik kalau begitu pak, biar Garanya saya ajak masuk kelas"
"silahkan Bu Damai."
"dadah om.. Matacih ya.." Gara masuk kembali ke dalam kelas sambil berlari kecil.
Sementara Guru Gara menatapku curiga karena Gara memanggilku om, bukan papa.
"eh.. Bu.. Mamanya kalo ngambek ngajak-ngajak. Jadi mamanya pasti maksa Gara buat panggil saya Om. Maklumlah bu.. Kami kan sering pisah karena pekerjaan saya di luar negeri, jadi pasti Gara lebih nurut sama mamanya. " ucapku beralasan.
Kulihat Guru Gara yang kutebak berusia sekitar tiga puluhan keatas menghela napas lelah.
"pasangan muda jaman sekarang.. Seharusnya mamanya gak boleh ajak-ajak anak buat memusuhi papanya. Tapi ya saya juga kalau jadi istri pak Gama pasti akan marah kalau pak Gama melupakan hari bersejarah kalian. Sudah jarang ketemu eh malah lupa hal bersejarah pula. Kalau begitu saya permisi pak" Guru Gara tersenyum maklum kearahku kemudian berbalik menjauh memasuki kelas Gara meninggalkan aku yang terbengong seperti kambing ompong.
**************