“Dimana makam anak kita, Amaya? Saya berniat ziarah.” Amaya yang semula sudah emosi, semakin menjadi tatkala mendengar dua kata asing yang terlontar dari bibir Respati. ANAK KITA. “Apa? A—anak kita?” Respati mengangguk yakin. Hal itu sontak membuat Amaya langsung meralatnya, “ANAK SAYA! Saya yang mengandung dan memperjuangkannya sendiri. Sampai akhirnya..Tuhan berkehendak lain.” Di akhir, suara Amaya mengecil. Hatinya masih berduka sampai detik ini. Meski kehadirannya tak direncanakan dan karena sebuah insiden buruk, tapi kala itu Amaya sudah bisa menerimanya. Bahkan sangat menyayanginya. Amaya bertekad menjadikan anaknya sebagai teman. Teman dalam segala hal, teman yang tak akan pernah mengkhianatinya. “ANDA-BUKAN-SIAPA-SIAPA,” tekan Amaya setelah berhasil melangkah lebih dekat den